· Kegagalan untuk menjelaskan pernanan suami-isteri dalam persekutuan adalah sebab besar dari perpecahan perkawinan. Sebagai satu pasangan, suami isteri akan dilibatkan di dalam sejumlah kegiatan-kegiatan dan tanggung jawab yang hampir tidak pernah habis.
· Perkawinan adalah pusat perhatian hidup isteri. Suami adalah kepala pemelihara (pemberi nafkah) dan lebih berkuasa daripada isteri. Ia adalah seorang teman bagi suaminya. Suami menyelesaikan dan isteri memberi semangat kepada suami.
· Suami bertanggungjawab pada tugasnya/pekerjaan dan isteri bertanggungjawab di rumah dan anak-anak. Bukan berarti isteri tidak boleh bekerja.
· Bila seseorang pria dan seorang wanita bersatu dalam perkawinan, pengalaman kemanusiaan suatu perbaikan kepada keseluruhan kemuliaan dialami. Kemuliaan pria adalah pengetahuan bahwa pria tidak lengkap tanpa wanita.
· Dalam keluarga atau pasangan suami isteri, yang seharusnya paling berpengaruh untuk mengambil keputusan adalah seorang suami, karena dia adalah kepala dalam rumah tangga, tentu sebelum mengambil keputusan harus dipertimbangkan dengan isterinya. Baik buruknya ketika mengambil keputusan tersebut harus mengetahuinya.
· Setiap pasangan suami isteri langsung atau tidak langsung mengadakan satu pola untuk memenuhi keputusan-keputusan perkawinan. Banyak dari pola-pola ini adalah tidak efektif atau kekalahan diri.
· Prinsip dari saling tunduk dalam perkawinan, adalah sama dengan pola ketundukan antara anggota-anggota Tubuh Kristus. Ada waktu dalam Tubuh ketika hal itu pantas untuk seorang anggota untuk dilatih menjadi pemimpin atas anggota-anggota lain sebagai satu fungsi dari karunia-karunia rohaninya (1 Kor. 12:14-26).
· Tidak ada satupun dari karunia-karunia rohani yang secara otomatis menjadikan seorang anggota menjadi seorang pemimpin atau pembuat keputusan terakhir sepanjang waktu.
· Dalam perkawinan suami mempunyai jabatan sebagai kepala. Artinya yang sederhana adalah bahwa suami mempunyai pertanggungjawaban dan kuasa untuk mengingat atau menyebut perkawinan.
· Sebagai kepala, suami dipanggil untuk memimpin dalam saling menguji perkawinan untuk melihat kalau hal itu berkembang sesuai dengan tujuan-tujuan jangka panjang.
· Kepemimpinan tidak sama dengan yang dilakukan bos. Suami hanya dapat memerintah isteri untuk melakukan sesuai dengan apa yang mereka telah ikrarkan sebagai janji ketika mereka dinikahkan.
· Kepemimpinan adalah jabatan khusus pelayanan supaya perkawinan dapat berkembang dan bertumbuh.
· Kepemimpinan bukan berarti suami memutuskan dalam segala hal, sampai bagian terkecilpun suami putuskan.
· Peranan suami adalah menjadi pemimpin yang senantiasa menjaga supaya hal-hal kecil tidak berkembang ke dalam berbagai pola yang merusak perkawinan seluruhnya.
0 Comments