Kajian Teologis Mengenai Persembahan Persepuluhan
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perjanjian Lama adalah firman Allah
tanpa salah. Para penulis menuliskan setiap kata, kalimat, paragraf bahkan
cerita di dalam Perjanjian Lama memiliki arti tunggal, yaitu arti yang dimaksud
para penulis untuk orang sezamannya. Tidak heran jika banyak
perbedaan-perbedaan yang ada ditengah kehidupan orang percaya. Maka sangat
penting untuk meneliti firman Tuhan, Ezra telah menjadi contoh sebelum
mengajarkan ketetapan dan peraturan bagi orang Israel, Ezra meneliti terlebih
dahulu firman Tuhan tersebut (Ezra 7:10).
Meneliti firman Allah bukan hanya
tugas para pendeta, gembala, teolog. Tetapi semua orang yang percaya bahwa
Alkitab adalah Firman Allah memiliki tanggungjawab untuk memahami firman Allah
dengan baik.
Semakin berkembangannya pemahaman,
masalah pun semakin berkembang. Secara khusus dalam Perjanjian Lama. Sehingga
terjadi pengelompokan-pengelompokan teologis yang terjadi saat ini seperti isu
mengenai “persembahan persepuluhan”. Tentu masalah ini bukanlah masalah yang
baru muncul bagi umat Kristen. Sebab sudah ada di dalam Perjanjian Lama ribuan tahun
yang lalu. Artinya masalah persembahan persepuluhan sudah berlangsung
bertahun-tahun yang lalu, Tatapi dewasa ini, persembahan persepuluhan
seakan-akan menjadi masalah baru atau pokok teologi baru. Sehinggal muncul
pengelompokan dalam membahas topik persembahan persepuluhan tersebut.
Kelompok pertama tidak setuju bahwa
persembahan persepuluhan adalah sebuah kewajiban dalam gereja. Hal ini dipahami
oleh para teolog seperti: Stephen Tong, Erastus Sabdono, Andrey Thunggal.
Sekitar Sembilan bulan yang lalu Andrey Thunggal dalam konten Youtubenya
membahas dan membedah ayat-ayat Alkitab tentang persepuluhan. Andrey Thunggal
membantah tegas para pendeta yang mewajibkan persepuluhan bagi jemaatnya.
Persepuluhan adalah pemberian kepada para imam Lewi karena tidak ada
penghasilan yang lain selain melayani Tuhan, mereka juga tidak memiliki lahan
warisan turun-temurun karena itulah suku-suku lain memberikan sepersepuluh dari
hasilnya untuk suku Lewi sebagai support kepada suku Lewi. Andrey juga
berpandangan bahawa tidak tepat jika Maleakhi 3:10 dijadikan sebagai acuan
untuk memberikan persepuluhan. Sebab pada saat itu, bangsa Israel hanya
memikirkan kepentingannya dan kemakmurannya sendiri sehingga memberikan korban
yang cacat bahkan tidak memberikan persepuluhan. Andrey lebih menekankan kepada
esensi dari persepuluhan itu seperti belas kasihan kepada sesamanya.[1]
Kelompok kedua setuju bahwa
persembahan persepuluhan adalah sebuah kewajiban dalam gereja. Hal ini dipahami
oleh Yoanes Kristianus, Philip Mantofa dan Gilbert Lumoindong. 24 Februari 2020
Pdt Gilbert Lumoindong dalam program yang dilaksanakan setiap hari senin (PHM)
membahas tentang persepuluhan adalah sebuah kewajiban. Pendeta tersebut juga
mengutip Maleakhi 3:10 sebagai dasar pemberiannya. Tidak hanya dalam Perjanjian
Lama saja umat diwajibkan memberikan persembahan persepuluhan tetapi juga dalam
Perjanjian Baru. Sebab jika melakukan hukum yang satu, yang lain juga tidak
boleh diabaikan (kasih, keadilan, kebenaran). Maksud lainnya yaitu hukum harus
tetap dijalankan, tetapi kasih, keadilan, kebenaran juga harus tetap
dijalankan. Kutipan ayat yang diambil yaitu ketika orang Farisi memberikan
persembahan persepuluhan, mereka memberikannya karena takut (dikutuk, dihukum,
dsb), Pdt Gilbert menjelaskan dasar memberikan persembahan persepuluhan yaitu
karena Tuhan terlalu baik, Dia telah memberkati setiap orang percaya.[2]
Dengan
demikian, persembahan persepuluhan merupakan topik yang penting untuk dibahas.
Maka penulis akan menjelaskannya melalui sudut pandang teologi Perjanjian Lama.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas,
maka penulis akan menjelaskan mengenai persembahan persepuluhan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Persembahan Persepuluhan
Persembahan adalah salah satu unsur di dalam
rangkaian peribadatan umat Kristen. Unsur memberikan persembahan merupakan
bagian yang penting sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan.[3]
Persembahan yang dilakukan oleh orang percaya tidak dapat dipisahkan dari
ibadah karena persembahan bukan sekedar simbol untuk memberi dengan apa yang
dimiliki baik itu berupa uang, barang atau persembahan lainnya melainkan bukti
nyata dari ucapan syukur manusia kepada Tuhan. Konsep inilah yang mendasari
tindakan manusia untuk memberikan persembahan disetiap ibadah.[4] Persembahan dapat
bermakana sebagai ungkapan mendalam ketika manusia menyadari bahwa dirinya
sedang membangun hubungan kepada Tuhan. Makna tersebut berdasarkan pengertian
yang benar dari ibadah itu sendiri.
Dalam Alkitab, kata persembahan muncul pertama kali
ketika Kain dan Habel memberi persembahannya kepada Tuhan (Kejadian 4:1-16).
Persembahan yang diberikan Kain tidak diindahkan oleh Tuhan, sehingga Kain
sakit hati dan membunuh Habel adiknya itu.[5]
Artinya bahwa persembahan Kain diacuhkan atau tidak diperhitungan oleh Tuhan.
Dengan demikian, setiap orang yang memberikan persembahan harus berupaya agar
Tuhan mengindahkan persembahan yang diberikan tersebut. Semakin berkembangnya
zaman, persembahan pun terbagi beberapa jenis. Salah satunya yaitu mengenai
persembahan persepuluhan yang dibahas dalam penulisan ini.
2.2. Persepuluhan Dalam PL
Dalam Perjanjian Lama sejak berabad-abad orang yang
percaya kepada Allah wajib mempersembahkan sepuluh persen dari penghasilan yang
diperoleh. Pemberian tersebut di dalam Alkitab disebut sebagai “persepuluhan”.[6]
Menurut Wayne Watts Pemberian ini muncul dalam Alkitab sejak zaman Abram
memberikan kepada Melkisedek sejak lebih dari empat ratus tahun sebelum Tuhan
memberikan Sepuluh Hukum Musa. Pada Kejadian 14 setelah berperang melawan
beberapa raja-raja, Abram memberi sepersepuluh dari hasil kemenangannya kepada
Imam Allah yang disebut Melkisedek. Abram mempersembahkan persepuluhan tersebut
sebagai sebuah tindakan ibadah dengan segala peraturan dan janji Allah kepada
Abram. Persepuluhan yang diberikan merupakan pengakuannya bahwa Allah sebagai
pemilik segala sesuatu.[7]
Persembahan persepuluhan bukanlah ide murni dari
bangsa Israel atau Yahudi, melainkan sebuah tradisi yang sudah lama berkembang
di bangsa-bangsa lain pada zaman Abram. Yammawo’a Bate’e, Wayne Watts, Samuel
Hutabarat memberi pandangan bahwa Persembahn persepuluhan adalah suatu tradisi
dan budaya yang sudah sangat lama ada sebelum sepuluh Hukum diberikan kepada
Musa. Bahkan Abram memberi persepuluhan bukan karena diperintah oleh Tuhan,
melainkan sudah menjadi kebiasaan yang umum.[8]
Kemudian persembahan persepuluhan menjadi suatu
kewajiban yang harus dilakukan di zaman bangsa Israel. Persembahan persepuluhan
diberikan kepada bani Lewi sebagai milik pusaka suku tersebut. Bani Lewi
dikhususkan untuk melayani Tuhan di Kemah Suci. Sebagai upah dari pelayanan
tersebut, kesebelas suku Israel yang mendapat bagian tanah memberikan
persembahan persepuluhan kepada Bani Lewi. Setelah bani Lewi mendapatkan
persembahan persepuluhan dari kesebelas suku Israel lainnya, bani Lewi juga
harus mempersembahkan persepuluhan tersebut kepada Tuhan sebagai persembahan
unjukan dari persepuluhan yang diterima dari suku Israel.
2.3.
Persepuluhan Dalam PB
Dari penjelasan tersebut diatas, maka penulis
merelevansikan bahwa persembahan persepuluhan masih sangat relevan untuk saat
ini. Alkitab tidak pernah melarang umat/orang
percaya untuk memberikan persembahan persepuluhan. Tetapi Allah mau menegaskan
bahwa setiap memberikan persembahan persepuluhan, berilah bukan karena takut
kena kutuk dan takut menjadi miskin, melainkan karena Allah mengasihi dan
memberkati umat-Nya terlebih dahulu maka sebagai ucapan syukur umat seharusnya
memberikan yang terbaik kepada Allah.
Perjanjian Baru menegaskan bahwa
memberi persepuluhan bukanlah sebuah jaminan bahwa mereka mengasihi Allah, ahli
taurat dan para Farisi juga memberikan persepuluhan, tetapi dasar mereka dalam
pemberian adalah takut terkena kutuk dan takut kena hukum, maka persembahan
seperti itu bukanlah hal yang berkenan bagi Tuhan. Namun yang efektif ialah
bahwa ketika memberikan persepuluhan, berilah dengan hati yang tulus dan
mengakui bahwa ini adalah berkat yang datangnya dari Tuhan sehingga orang
percaya tidak sulit untuk memberikan persembahan persepuluhan jika dasarnya
adalah karena kasih. Baik kepada Allah maupun kepada gereja Tuhan saat ini.
Bahkan di dalam Perjanjian Baru
menjelaskan bahwa pemberian itu tidak hanya 10% saja, melainkan seluruh
hidupnya kepada Tuhan. Kolerasi antara Perjanjian Lama dan Perjanjian baru
sangat jelas, bahwa orang yang mengasihi Allah pasti memberikan yang terbaik
bagi Allah. Secara prinsip, bagaimana mungkin bisa memberikan seluruh hidupnya
jika hanya 10% saja tidak bisa diberikan kepada Tuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Signifikansinya TPL dalam
studi teologi
Teologi Perjanjian Lama adalah study
representasi dari apa yang dinyatakan Allah. Sedangkan studi teologi berarti ilmu
yang mempelajari segala sesuatu tentang Allah. Dengan demikian, apa yang Allah
nyatakan dilihat dari apa yang dipelajari dalam teologi yang ada. Dalam konteks
ini, Teologi Perjanjian Lama merupakan cabang dari teologi biblika.
Teologi biblika merupakan ilmu yang
mempelajari perkembangan penyataan Allah dalam sejarah yang dinyatakan. Dengan
demikian pembahasan mengenai persembahan persepuluhan perlu dilihat dari
sejarah apa yang Allah nyatakan di dalam Perjanjian Lama. Seperti isu yang
bermunculan tersebut menggunakan teks Perjanjian Lama dalam Malekahi 3: 10.
Maka sangatlah penting untuk menyelidiki lebih lagi mengenai teks tersebut
melalui teologi Perjanjian Lama.
Kitab
Maleakhi merupakan kitab yang menceritakan tentang kemarahan Tuhan terhadap
bangsa Israel yang tidak melakukan perintah Tuhan dengan benar. Bangsa Israel
telah menahan sebagian dari yang harus mereka berikan kepada Tuhan.
Pesan Maleakhi dalam kitabnya
menceritakan berbagai keadaan yang berhubungan dengan kemerosotan pada zaman
Ezra (sekitar 515-458 SM, atau dari penyelesaian Bait Suci kedua sampai pada
pelayanan Ezra di Yerusalem, yang mengasumsikan penanggalan tradisional untuk
perjalanan Ezra itu adalah benar).[9]
Konteks
Maleakhi 3:10 sering digunakan sebagai dasar dari persembahan persepuluhan
“Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam
rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku,
firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit
dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan”
Pada
ayat 10, kata awal yang digunakan dalam ayat tersebut adalah הָבִיאוּ dalam bentuk hipil imperatif orang kedua maskulin jamak, yang berasal dari
kata kerja dasarבּוא yang berarti “masuk”, “datang”. Bentuk hipil
imperatif memiliki makna suatu perintah yang menyatakan suatu proses sebab
akibat. Dengan demikian perintah
tersebut merupakan suatu intruksi yang harus mendorong mereka untuk memberi.
Allah menyuruh
bangsa Israel agar mereka kembali melakukan persepuluhan yang sudah lama mereka
tidak lakukan. Kata כָּל dalam nominatif maskulin singular memiliki pengertian
dasar yaitu “menjadi lengkap”. Kata כָּל־הַמַּעֲשֵׂר dapat diterjemahkan dengan “seluruh persepuluhan”. Persepuluhan yang dibawa
tidak boleh hanya sebagian (tidak utuh), karena dengan demikian menipu Allah,
sebab persepuluhan adalah persembahan kepada Allah untuk hamba-Nya kaum Lewi.
Menurut Hassell Buckner mengenai Kitab
Maleakhi ditafsirkan sesuai namanya sebagai pengarang kitab terakhir dalam
Perjanjian Lama. Istilah Maleakhi merupakan nama pribadi seorang tertentu yang
diilhamkan Allah untuk mengarang kitab tersebut. Hal ini dilakukan sebab Allah
memakai Maleakhi untuk melawan yang jahat sambil membela yang benar dan yang
tepat menurut kebenaran-kebenaran Ilahi yang sudah diwahyukan Allah kepada
umat-Nya.[10]
Sedangkan menurut Browning menjelaskan bahwa penulis kitab Maleakhi dihubungkan
erat dengan Bait Allah dan upacara keagamaannya dan ia menyesalkan kurang
hormatnya umat Tuhan dalam beribadah, seperti ketika membawa korban dan hal
menyerahkan persembahan persepuluhan. Mereka tidak setia kepada Allah, sehingga
memberikan korban yang lemah dan cacat.[11]
Jadi, dasar Maleakhi menyampaikan pesan mengenai persepuluhan yaitu: Pertama, karena perintah Tuhan. Kedua, karena Tuhan mau melihat respon
yang dilakukan bangsa Israel terhadap perintah yang Tuhan berikan.
Di
sisi lain, Maleakhi juga menyampaikan pesannya kepada umat pilihan agar mereka
bertobat dan membaharui perjanjian. Gereja Advent Hari Ketujuh mengatakan bahwa
persembahan persepuluhn adalah milik Tuhan dan seharusnya dikembalikan dimana
perbendaharaan-Nya atau gereja, dimana keanggotaan seseorang itu berada, dan
menjadi suatu tindakan perbaktian.[12]
Jika dilihat secara luas dari
konteks kitab tersebut dalam hal ini Allah sedang mengingatkan Israel agar
kembali kepada iman yang benar sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat
kepada Allah. Maleakhi menjelaskan bahwa Allah sungguh-sungguh mengasihi Israel
(1:2-5). Akan tetapi walaupun Allah mengasihi mereka, Israel tetap melakukan
hal yang jahat di mata Tuhan. Dengan demikian, pesembahan persepuluhan adalah
hal yang wajib pada saat itu untuk dilakukan. Allah memerintahkan untuk memberi
persepuluhan agar meyakinkan kembali Israel
akan janji Tuhan dan kasih-Nya. Jadi memberi persembahan persepuluhan
bukan karena ingin dikasihi Allah tetapi justru karena Allah telah mengasihi
umat-Nya terlebih dahulu.
3.2. Kesimpulan
Persembahan persepuluhan adalah sebuah
pemberian yang dilakukan oleh umat Tuhan karena dorongan hati mereka setelah
mendengarkan perintah dari Tuhan. Jadi, ketika ingin memberikan persembahan
persepuluhan. Berilah dengan rasa hormat kepada Tuhan dan melalui dorongan hati
orang percaya, bukan dengan rasa takut karena akan mendapatkan kutuk dan
hukuman daripada Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
A.
Titaley, John. 2016. Persepuluhan dalam
Alkitab Ibrani Israel Alkitab. Salatiga: Satya Wacana University Press.
Andrew
E. Hill & John H. Walton. 2013. Survei
Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas.
Bate’e,
Yamowa’a. 2009. Mengungkap Misteri
Persepuluhan. Yogyakarta: ANDI.
D.
Douglas. J. 1992. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid I. Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih/OMF.
Departemen Penatalayan.
1984. Azas-Azas dan Garis-Garis Penuntun
Mengembalikan Persepuluhan. Jakarta: UNI Indonesia Bagian Barat.
F. Hasel, Gerhard. 2001.
Teologi Perjanjian Lama. Malang:
Gandum Mas.
Gara,
Nico. 2002. Menafsirkan Alkitab Secara
Praktis. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hassell
Buckner, C.. 1999. Kitab Maleakhi. Bandung:
Yayasan Baptisan Indonesia.
R.
F. Browning, W. 2008. Kamus Alkitab. Jakarta: Bpk. Gunung
Mulia.
Sitompul,
Einar. 2004. Gereja Menyikapi Perubahan.
Jakarta: BPK Gunung Mulia
Watts,
Wayne. 1985. Karunia Mempersembahkan. Jepara:
Silas Press.
Youtube
Andrey
Thunggal, https://youtu.be/wkZaoGXB88U
Gilbert
Lumoindong, https://youtu.be/nTdXTvgIQso
[1]
Andrey Thunggal, https://youtu.be/wkZaoGXB88U
15 Maret 2021 Jam 16.00
[2]
Gilbert Lumoindong, https://youtu.be/nTdXTvgIQso
19 Maret 2021, 11:30 WIB
[3]Einar
Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 159.
[4]J.
D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa
Kini Jilid I (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1992), 409.
[5]Nico
Gara, Menafsirkan Alkitab Secara Praktis
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 24.
[6]John
A. Titaley, Persepuluhan dalam Alkitab
Ibrani Israel Alkitab (Salatiga: Satya Wacana University Press,2016), 43.
[7]Wayne
Watts, Karunia Mempersembahkan
(Jepara: Silas Press, 1985), 38.
[8]Yamowa’a
Bate’e, Mengungkap Misteri Persepuluhan (Yogyakarta:
ANDI, 2009), 29.
[9]Andrew
E. Hill & John H. Walton, Survei
Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2013), 704.
[10]C.
Hassell Buckner, Kitab Maleakhi
(Bandung: Yayasan Baptisan Indonesia, 1999), 5-7.
[11]W.
R. F. Browning, Kamus Alkitab
(Jakarta: Bpk. Gunung Mulia, 2008), 251.
[12]Departemen
Penatalayan, Azas-Azas dan Garis-Garis
Penuntun Mengembalikan Persepuluhan (Jakarta: UNI Indonesia Bagian Barat,
1984), 16.
0 Comments