MAKNA PERTOBATAN DALAM KESELAMAT
AN
MENURUT PERJANJIAN BARU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penulis
surat Ibrani menyatakan bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang
diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak dapat dilihat (Ibr. 11:1).
Bahkan Paulus juga pernah menulis surat kepada jemaat Efesus bahwa manusia
diselamatkan karena kasih karunia melalui iman (Efs. 2:8). Dengan demikian iman
memiliki peran penting bagi konsep keselamatan yang Allah berikan kepada
manusia. Menurut Hermen Ridderbos iman adalah sarana, cara, sebagai penengah
yang menjadi dasar pembenaran. Namun bukan iman itu yang membenarkan, melainkan
apa yang menjadi objek dari iman yakni Yesus Kristus.[1]
Hal senada juga dinyatakan oleh Louis Berkhof bahwa kedudukan iman merupakan
satu-satunya sarana untuk keselamatan.[2]
Dalam
kekeristenan terdapat dua doktrin keselamatan yang terkenal seperti Calvinisme
dan Armenianisme yang bertolak belakang meskipun keduanya mendasarkan pada
firman Tuhan. Aliran Calvinisme mengajarkan bahwa orang percaya tidak akan
pernah kehilangan keselamatan. Sedangkan Armenianisme mengajarkan keselamatan yang
diperoleh bisa hilang, hal ini disebabkan karena adanya kehendak bebas manusia.
Oleh karena kehendak bebas yang dimiliki manusia tidak terbatas maka orang
percaya dapat menyimpang dari jalan keselamatannya.[3]
Menurut Bravo Santoso, hanya Yesus saja Pengantara
antara Allah dan manusia, yang mendamaikan Allah dan manusia. Keselamatan
dikerjakan hanya oleh Kristus saja. Tidak ada dari manusia yang bisa
menghasilkan keselamatan bagi dirinya sendiri ataupun ikut bersumbangsih atau
berbagian kecil di dalam keselamatan manusia. Tidak ada dari manusia yang
berjasa sedemkian sehingga manusia berhak memperoleh keselamatan. Keselamatan
adalah hanya karena anugerah. Inilah Sola
Gratia (Grace alone). Keselamatan diperoleh seorang manusia
melalui iman. Iman di sini adalah iman yang sejati yang dimaksudkan, bukan iman
secara umum per definisi kata dari sebuah kamus bahasa tertentu. Iman yang
sejati yang dimaksudkan disini adalah iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dan iman
yang sejati itu datangnya hanya karena anugerah.[4]
Dengan demikian
jika disimpulkan menurut Bravo iman adalah tanggungjawab (respon) manusia
terhadap keselamatan yang Allah telah berikan, namun hanya efektif bagi mereka
yang mau menerima keselamatan yang Allah berikan tersebut.
Sedangkan pertobatan dalam konteks
Perjanjian Baru menggunakan kata Yunani ‘metanoeo
dan epistrepho. Istilah metanoeo memiliki kata dasar metanoia, yang berarti perubahan pikiran
atau hati. Metanoia tidak sedang
menjelaskan berbalik dari perbuatan yang jahat, tetapi berbalik kepada arah
yang baru (Matius 3:8; Kis. 11:18; 2 Timotius 2:25). Kata lain daripada metanoia adalah epistrephp yang secara
literal berarti berputar kembali atau berbalik arah. Dalam buku William Barclay
menjelaskan pertobatan adalah kembalinya seseorang dari kejahataan kepada
Allah.[5]
Dengan demikian, bahwa setiap orang yang mengaku dirinya sudah bertobat
seharusnya meninggalkan kehidupan yang lama menuju kehidupan yang baru. Sebab
dalam pertobatan manusia meninggalkan apa yang Tuhan larang dan kembali
melakukan apa yang Tuhan inginkan.
Yohanes
Pembaptis memulai Perjanjian Baru dengan memberitakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”(Matius 3:2). Bahkan
tidak hanya Yohanes Pembaptis, Yesus dan murid-murid-Nya pun mengajarkan untuk
setiap manusia bertobat. Artinya apa “pertobatan adalah sesuatu hal yang
penting yang harus dialami oleh setiap manusia, tanpa terkecuali.” Tuhan telah
memberikan kasih karunia kepada setiap manusia, sehingga manusia dapat
mengalami pertobatan, namun masih banyak juga yang memilih untuk mengeraskan
hatinya dan menolak kasih karunia Allah. Dengan demikian bahwa pertobatan
merupakan karya Allah dalam kasih karunia-Nya yang memampukan manusia menyadari
dan berbalik dari dosa kepada Allah. Namun Yesus mengajarkan dalam pemberitaan-Nya
bahwa pertobatan bukan syarat untuk memperoleh keselamatan, melainkan
keselamatan yang diberikan mengakibatkan pertobatan. Sebab keselamatan manusia
datangnya hanya dari Allah bukan dengan tindakan manusia.[6]
Jadi, pertobatan merupakan perubahan pikiran secara tulus yang meliputi rasa
bersalah yang mendalam sebagai orang berdosa yang disertai dengan tindakan
meninggalkan dosa dan berbalik kepada Allah yang penuh kemurahan dan dengan
iman menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selama satu-satunya.
1.2. Rumusan Masalah
·
Apa yang
dimaksud dengan pertobatan?
·
Apa yang
dimaksud dengan keselamatan?
·
Apa makna
pertobatan dalam keselamatan menurut Perjanjian Baru?
1.3. Tujuan Penelitian
· Menjelaskan apa
yang dimaksud dengan pertobatan.
· Menjelaskan apa
yang dimaksud dengan keselamatan.
· Menjelaskan apa
makna pertobatan dalam keselamatan menurut Perjanjian Baru.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Istilah
Pertobatan
Dalam Perjanjian Lama kata bahasa Ibrani yang
dipakai untuk pertobatan yaitu “teshuba”
yang adalah kata benda dari kata kerja “shub”.
Kata kerja shub bearti kembali. Pertobatan adalah kembalinya seseorang dari
kejahatan kepada Allah. Setiap orang yang melakukan kejahatan harus
meninggalkan perbuatan tersebut lalu kembali hanya kepada Allah saja. Makna
pertobatan selalu mengandung adanya perubahan sikap manusia kepada Allah yang
dapat dilihat dilihat dari cara hidup,
pembaharuan moral dan agamaniah, baik secara pribadi atau secara kelompok.[7]
Dalam
Perjanjian Baru terdapat dua kata untuk mengetahui pengertian pertobatan di
mana kedua arti ini saling melengkapi. Pertama,
kata “metanoia” yang menunjuk
kepada suatu perubahan dalam hati, perasaan, pengalaman, daya-upaya dan
rencana. Kedua,ialah epistrophe yang menunjuk kepada suatu
perubahan dalam tingkah laku yang kelihatan. Jadi dari kedua pengertian
tersebut sangat jelas bahwa pertobatan seseorang ialah pembaharuan hati dan
hidup seseorang karena kasih karunia
yang diberikan.[8] Menurut Verkuyl ada
hubungan erat antara iman dan pertobatan, sebab sering kali disebutkan dalam
satu kalimat seperti “bertobatlah dan
percayalah kepada Injil” Kedua hal itu adalah bagaikan kedua buah sisi dari
suatu pokok yang sama. Dari segi pengetahuan dan pengharapan, pekerjaan rahmat
Allah itu menjadi nyata dalam iman. Dari segi kehendak, pekerjaan rahmat Allah
itu menjadi nyata dalam pertobatan.[9]
Dalam
bahasa Yunani “Metanoeo” artinya
berpikir lain, mempertimbangkan lagi, menyesal, bertobat (Luk. 15:7,10). “Metamelomai” artinya memperhatikan
sesuadahnya, menyesal, bertobat (Mat. 21:29). “Metanoia” artinya mengubah keputusan, pertobatan (Mat. 3:8; Mrk.
2:17; Kis. 5:31; Ibr. 12:17). Adapun penggunaan Metanoia dalam Perjanjian Baru yaitu: pertama, suatu sinonim bagi keselamatan kekal (2 Ptr. 3:9, Luk.
5:32). Kedua, suatu perubahan pikiran
mengenai perilaku berdosa (Lukas 17:3-4). Ketiga,
suatu perubahan pikiran mengenai diri sendiri dan mengenai Kristus (Kis.
:36-38). Keempat,suatu perubahan
pikiran mengenai berhala dan Tuhan (Kis. 17:29-31).
Menurut
Jhon Wesley, orang yang tidak mengetahui tentang pertobatan adalah orang yang
masih belum mengerti tentang agama. Scara khusus pertobatan yang ditekankan
olehnya bukanlah pertobatan yang pertama ketika mulai percaya, melainkan
pertobatan bagi orang yang sedang percaya. Kehidupan orang percaya yang seperti
orang tidak percaya ditunjuk sebagai dosa yang berat. Menurut Jhon Wesley iman
dan pertobatan tidak dapat dipisahkan, ibaratnya harus mengikatnya dengan satu
tali sehingga menjadi kesatuan. Setelah bertobat, tentu harus memiliki iman
yang benar, dan iman yang benar seharusnya diekspresikan melalui kehidupannya.[10]
Pertobatan
dapat dibedakan menjadi beberapa aspek, namun pertobatan tetap merupakan
pengalaman yang bersifat satu kesatuan, sehingga aspek-aspek tersebut tidak
boleh dipisahkan. Berikut ini 3 aspek mengenai pertobatan
2.1.1. Aspek Intelektual
Pertobatan sejati
selalu melibatkan pengenalan akan kekudusan dan keagungan Allah (Yesaya 6:5).
Di sini pertobatan mencakup kesadaran dan pengakuan akan dosa sekaligus
pemahaman akan kasih setia Allah yang siap sedia mengampuni.
Sebelum kejatuhan,
pikiran dan hati manusia condong kepada Allah, dimana manusia memiliki relasi
yang tertuju hanya kepada Allah. Tetapi kejatuhan membawa kepada pikiran
pemberontakan kepada Allah, pikiran sesuai keinginannya. Pertobatan yang dibawa oleh Roh Kudus adalah perubahan pikiran yaitu
berbalik dan tertuju kepada Allah, melalui pengenalan akan kebenaran Injil (Rm.
10:17; Ibr. 11:1)
2.1.2. Aspek Emosioal
Pertobatan menyangkut
aspek emosional, dimana perasaan menyesal atas dosa yang dialami oleh seseorang
secara pribadi. Perasaan menyesal harus didasarkan pada kasih kepada Allah dan
penyesalan karena melakukan apa yang tidak memperkenan hati-Nya. Tentu membuat
dukacita yang dalam bagi kehidupan manusia karena telah berdosa. Tetapi disisi
lain, ketika manusia menyadari bahwa Allah memberikan pengampunan, haruslah
terdapat sukacita yang diekspresikan melalui melakukan kehendak Allah dan
sukacita dalam persekutuan dengan sesama.
2.1.3. Aspek Volisional
Pertobatan sejati harus
menyangkut perubahan dalam tujuan dan motivasi. Perubahan batin harus nyata
dalam tindakan kembali kepada Allah dengan sikap ketaatan yang penuh ucapan
syukur. Pendeknya bertobat berarti menghasilkan buah pertobatan. Pertobatan
selalu menghasilkan hidup yang berbuah bagi Allah.
2.2. Pertobatan Awal
dan Progresif
Alkitab
mengajarkan 2 kategori mengenai pertobatan seperti pertobatan awal dan
pertobatan progresif. Hal ini dibuktikan dari ayat-ayat yang mendukung bahwa
pertobatan adalah suatu aktivitas seumur hidup.
2.2.1. Pertobatan Awal
Pertobatan awal terjadi
ketika seseorang menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya.
Ketika seseorang menyadari dosanya, menyadari bahwa dirinya membutuhkan
keselamatan, mengakui dan berbalik kepada Allah yang benar di dalam Tuhan Yesus
Kristus. Tanpa pertobatan awal, maka dosa akan berkembang terus sampai
mendatangkan hukuman karena relasi yang terputus dengan Allah. Sebab Allah
membenci dosa dan kejahatan-kejahatan yang timbul dari dosa. Sekalipun Allah
benci terhadap dosa, Allah mengasihi manusia berdosa yang mau bertobat atau
meresponi apa yang Allah telah berikan. Yaitu penebusan di kayu salib yang
membayar semua dosa-dosa manusia.
2.2.2.
Pertobatan Progresif
Pertobatan progresif
adalah pertobatan yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup orang percaya.
Hal ini merupakan tindakan berbalik yang menjadi karakter dari keseluruhan
perjalanan hidup orang percaya. Menurut Hendi dalam karya tulis yang dibuat
pertobatan terus-menerus maksudnya pertobatan tidak berhenti setelah manusia
percaya kepada Kristus. tetapi setelah mengalami kelahiran baru pertobatan
merupakan bentuk ucapan syukur . Sebab sekalipun manusia telah
menjadi percaya kepada Kristus, bukan berarti hidupnya tidak bisa berbuat dosa.
Mereka semua yang sudah hidup di dalam Kristus masih bisa berbuat dosa, tetapi
seharusnya tidak biasa berbuat dosa. Hal ini akan terbukti melalui pertobatan
progresif, dimana diri seseorang yang sudah meresponi keselamatan yang
diberikan kepada Allah akan mudah menyadari dan berbalik dari dosa yang
diperbuatnya[11]
2.3. Istilah
Keselamatan
Istilah
keselamatan atau Soteriologi berasal
dari kata Yunani soterion yang
berbentuk netral dari nomina feminism soteria
yang berarti keselamatan. Soteria
berasal dari nomina soter berarti
penyelamat, jika dalam bentu kata kerja berarti menyelamatkan, melepaskan dari
bahaya kehancuran.[12]
Ajaran mengenai keselamatan dasarnya ada dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Menurut ajaran Kristen keselamatan yaitu dilepaskan dari perbudakan dosa
dan kematian. Paulus menegaskan bahwa Allah menjadikan Kristus sebagai korban
penebusan, sehingga melalui darah-Nya yang mahal manusia yang percaya akan
memperoleh keselamatan itu.[13]
Mengenai keselamatan, Tom Jacobs, SJ
memperjelas pemahaman mengenai keselamatan. Istilah keselamatan berasal dari
kata Ibrani Syalom yang merupakan
tradisi Yahudi. Salam bahasa Arab,
dari tradisi Islam. Selamat, bahasa
Indonesia. Dalam bahasa Yunaninya soteriology
yang merupakan bagian khusus teologi Kristiani yang membahasa mengenai tema
keselamatan. Pembicaraan mengenai keselamatan juga dibahas oleh agama-agama
lain, seperti Hinduisme dan Buddhisme sehingga juga kata-kata seperti moksha dan niruana akan muncul. Selain itu pemakaian kata “keselamatan” dalam
bahasa profane. Bahan refleksi adalah pembicaraan orang mengenai keselamatan,
terutama dalam konteks religious bahkan lebih khususnya dalam konteks iman
Kristiani.[14]
Alkitab dengan tegas menyatakan
bahwa keselamtan bersumber dari Allah. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus
menegaskan hal tersebut kepada jemaat di Efesus bahwa “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: Jangan ada orang
yang memegahkan diri (Efesus 2:8-9). Dari ayat ini semua orang pasti
mengerti jika membacanya, bahwa keselamatan manusia hanya datang dari Allah,
tidak ada sedikit campur tangan manusia pun untuk menerima keselamatan. Manusia
telah berdosa, manusia berdosa tersebut tidak dapat menyelamatkan dirinya
sendiri. Keberdosaannya itu dialami sejak dalam kandungan ibunya. Daud
mengungkapkan hal ini dalam mazmur yang ditulisnya “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakan, dalam dosa aku dikandung
ibuku” (Mazmur 51:7). Dosa yang masuk ke dalam manusia disebabkan oleh
Adam.[15]
Kemudian dosa Adam diimputasikan kepada keturunannya. Kata imputasi berasal
dari kata Latin “imputare” yang
berarti memperhitungkan, mendakwakan pada seseorang dan berhubungan dengan
masalah bagaimana dosa didakwakan pada seseorang. Teori yang setuju dengan
paham bagaimana dosa diimputasikan kepada segenap manusia antara lain: teori
Pelaginisme, teori Armenianisme, teori perhitungan tidak langsung, teori
Realistis, teori Federal[16].
2.4. Perjanjian Baru
Perjanjian
Baru terdiri dari 27 kitab, ini merupakan bagian kedua kanon Alkitab Kristen Protestan,
di mana bagian pertamanya adalah Perjanjian Lama yang didasarkan pada bahasa
Ibrani dan sedikit menggunakan bahasa Aram sedangkan teks Perjanjian Baru
menggunakan bahasa Yunani, topik yang banyak dibahas yaitu mengenai
ajaran-ajaran dan pribadi Yesus, serta berbagai peristiwa kekristenan pada abad
pertama. Perjanjian Baru sering digunakan sebagai pegangan untuk memberitakan
Injil ke seluruh dunia. Selain itu Perjanjian Baru dianggap mencerminkan dan
berfungsi sebagai suatu sumber bagi moralitas dan teologi Kristen.[17]
Alkitab adalah firman Allah, para Penulis Alkitab menulis apa yang telah
diinspirasikan Allah bagi dirinya dengan menggunakan bahasa penulis
masing-masing. Roh Kudus bekerja di dalam orang-orang yang dipilih, untuk
menyatakan kepada mereka pikiran Allah dan memampukan mereka untuk menggunakan
kata-kata yang tepat untuk mengkomunikasikan kebenaran yang Allah ingin
nyatakan kepada manusia. Adapun bukti-bukti dari Internal dan eksternal bahwa
Alkitab (PB) benar-benar Firman Tuhan.
2.4.1. Bukti Internal
Bukti internal atau
bukti dari dalam yaitu Alkitab sendiri yang membuktikan bahwa Alkitab bersumber
dari Allah. Salah satu bukti dari dalam bahwa Alkitab adalah firman Tuhan
adalah kesatuannya. Sekalipun alkitab pada dasarnya terdiri dari enam puluh
enam kitab yang berbeda, ditulis di tiga benua, dalam tiga bahasa, dalam kurun
wkaktu sekitar 1500 tahun, Alkitab tetap merupakan satu kesatuan, dari depan
sampai akhir, tanpa ada kontradiksi. Bukti kedua yang mengindikasikan bahwa
Alkitab bener-benar Firman Tuhan dapat dilihat dalam nubuat-nubuat mendetail
yang dicatat dalam-dalam Alkitab. Bukti ketiga yaitu Alkitab memiliki otoritas
dan kuasa yang dapat dilihat dengan jelas dalam banyaknya hidup yang diubahkan
melalui membaca Alkitab.
2.4.2. Bukti Eksternal
Bukti eksternal atau
bukti dari luar yang menunjukan bahwa Alkitab bener-benar adalah Firman Tuhan
yaitu dilihat dari sejarah. Alkitab memberikan detail peristiwa-peristiwa
sejarah, kebenaran keakuratannya dapat dibuktikan sebagaimana dokumentasi
historis lainnya. Melalui bukti-bukti arkeologi dan tulisan-tulisan lainnya,
Alkitab memiliki sejarah yang dapat dibuktikan kebenaran dan ketepatannya.
Bukti lainnya yaitu Alkitab tidak dapat dimusnahkan. Ketika Alkitab diklaim
sebagai Firman Tuhan, banyak yang menyerang dan berusaha untuk memusnahkan
dibandingkan buku-buku lain. Tetapi karena Alkitab Firman Allah, eksitensinya
masih tetap ada dan Alkitab bertahan dari segala serangan sampai saat ini.
2.5. Pertobatan
Hasil Pembenaran
Doktrin pembenaran merupakan salah satu pembahasan
yang dianggap penting dalam sejarah kekeristenan. Doktrin ini merujuk cara
Allah menyelamatkan umat-Nya dengan kasih dan keadilan, agar umatnya dapat
dinyatakan benar dihadapan-Nya. Martin Luther adalah salah satu topik utama
yang diperjuangkan dalam reformasi. Reformasi memiliki perjalanan yang begitu
panjang dan kompleks, di mana para reformator berjuang untuk mempertahankan
ajaran yang konsisten dengan ajaran Alkitab.[18]
Reformasi bukan hanya terjadi dan berkembang di negara Jerman saja melainkan di
seluruh daratan Eropa, di antaranya adalah Swis, Belanda, Prancis, Inggris,
Spanyol, Polandia. Kelompok-kelompok reformasi ini memiliki pandangan yang
berbeda dengan Katolik Roma dan menyusun pandangan teologis mereka dalam
pengakuan iman yang menjadi dasar pengajaran komunitas tersebut sekaligus
melawan ajaran-ajaran sesat.[19]
Selain perbedaan, komunitas reformed ini juga membutuhkan pengakuan iman yang
dapat mempersatukan ajaran mereka sebagai pedoman untuk diajarkan kepada
seluruh anggota jemaat, dari anak-anak mau pun orang dewasa.[20]
Doktrin
pembenaran merupakan pengajaran yang sangat penting dalam iman Kristen,
utamanya sejak reformasi Martin Luther dan pasca reformasi yang bertujuan untuk
membawa gereja kepada ajaran yang benar.[21] Namun ada juga pandangan-pandangan yang
berbeda dengan doktrin pembenaran, sehingga menimbulkan diskusi bagi para
teolog dan beberapa kelompok Kristen sampai saat ini. Seperti pandangan
Pelagius, beliau berpandangan bahwa manusia
tidak mendapatkan dosa turunan (original
sin) dari Adam tetapi manusia berdosa karena mengimitasi (imitation)contoh yang tidak baik dari
orang tua dan lingkungan mereka. Manusia memiliki kehendak bebas, jadi dosa
yang dilakukanpun atas dasar kehendak bebas yang manusia lakukan itu sendiri. Pembenaran
dalam bahasa Ibrani dan bahasa Yunani memiliki akar kata yang sama yang
diterjemahkan ke dalam Alkitab bahasa Inggris sebagai “righteousness’ dan “justification”atau
“pembenaran.” Dalam Roma 1:17 menyatakan bahwa orang benar ataua dikaios akan hidup oleh iman. Bentuk
verbal dari kata dikaios adalah dikaioo yang berarti “menyatakan kita
benar”. Dalam Roma 8:30 menyatakan “dan
mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya (edikaisomen) dan
mereka yang dibenarkan (edikaisomen) mereka itu juga dimuliakan-Nya.”
Fakata yang lain dari kaat kerja Yunani adalah dikaiosis yang berarti “pembebasan atau pembenaran.” Dalam Roma
4:25, menyatakan bahwa “Yesus yang telah
diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran
(dikaiosis) kita.” Kata yang sama juga dipakai dalam Roma 5:18. Dengan
demikian kata justifikasi atau pembenaran berarti “dinyatakan benar
atau dijadikan benar.
Maksud Paulus dalam Roma 3 yaitu tentang pembenaran,
yang menjelaskan bahwa Allah menyatakan orang percaya sebagai orang benar
berdasarkan penebusan oleh karena kematian Kristus yaitu bagi yang percaya
melalui iman dan pertobatan (respon) di dalam Dia. Allah menyatakan bahwa kita
telah ditebus dari Hukum Taurat atau dibebaskan karena penghukuman oleh
dosa-dosanya, karena kematian. Kristus mati untuk menebusnya dari dosa. Maka karena itu, setiap orang percaya
diampuni dan dibenarkan atau dinyatakan benar oleh karena percayanya kepada
Kristus.
Jika pembenaran hasil dari perbuatan, Paulus akan
menjadi pemenangnya. Sebab dia adalah orang yang hampir sempurna. Dalam
suratnya yang ditulis kepada jemaat Filipi mengatakan “tentang kebenaran dalam
mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”
(Filipi 3:6b). Paulus menjelaskan bahwa pengenalannya akan Kristus sehingga
ketaatannya yang lama tidak berguna. Sebab bukanlah karena perbuatan Paulus
dibenarkan, melainkan karena imannya kepada Kristus.
Dalam Roma 3:21-31 Menjelaskan bagaiamana Allah
telah menyatakan (melalui Kristus), dan dalam pasal 4 ia menjlaskan bagaiaman
kebenaran Allah disaksikan dalam kitab Taurat dan kitab-kitab para nabi. Bagian
ini Paulus menegaskan kepada umat Kristen, bangsa Yahudi dan orang-orang kafir
bahwa manusia tidak akan pernah bisa lolos dari ancaman maut, meloloskan diri dengan
jalan membenarkan diri (gagal). Maka Paulus menjelaskan keselamatan dengan cara
yang lain yaitu dengan percaya kepada Yesus yang telah menjadi korban untuk
menyelamatkan manusia berdosa. Jadi jika manusia mau menyerahkan diri kepada
kasih dan karya Allah dengan menerima persediaan anugerah-Nya, ia akan
diselamatkan. Jika manusia menolak dan mengabaikan tawaran anugerah yang Allah
telah berikan maka mereka binasa.[22]
Pembenaran merupakan bagian dari karya penebusan
Allah kepada umat-Nya yang telah dipilih di dalam Yesus Kristus. Setiap orang
yang sudah dipilih oleh Allah pasti akan dibenarkan karena pembenaran adalah
satu mata rantai dari rancangan penebusan-Nya.[23]
Inilah yang disebut teologi Paulus yang bersifat doktrinal, di mana dapat
dilihat pada bagian pertama dipaparkan bahwa pembenaran dianugerahkan Allah
kepada orang-orang yang telah dipanggil secara efektif oleh-Nya. Jadi kebenaran
yang ada dalam diri orang percaya bukanlah karena melakukan perbuatan benar
tetapi karena Kristuslah yang diperhitungkan melalui ketaatannya sampai mati
dan menanggung dosa manusia diatas kayu salib.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manusia
tidak dapat mengalami pertobatan jika Allah sendiri tidak membenarkan manusia
terlebih dahulu. Pembenaran merupakan karya Allah bagi kehidupan setiap
manusia. Bukanlah pertobatan yang menjadikan manusia selamat tetapi pembenaran
melalui kematiannyalah yang menyelamatkan setiap manusia. Pertobatan hanyalah
sebuah respon manusia terhadap pembenaran yang Allah telah berikan.
2.6. Makna
Pertobatan Dalam Keselamatan
Semua manusia telah berdosa dan
telah kehilangan kemuliaan Allah. Pada awalnya manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah. Tetapi akibat perbuatan manusia pertama di Taman Eden
mengakibatkan rusaknya gambar Allah dalam diri manusia, sebab Allah Kudus dan
manusia berdosa. Akibat dari dosa membuat manusia jauh dari Allah, bahkan
berdamapk pada relasai antar sesama. Berikut bukti ayat bagaimana respon
manusia ketika Tuhan
Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah
yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12
Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang
telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan
aku, maka kumakan." Kejadian 3:13
Manusia tidak
mau menyadari akan kesalahan yang dilakukannya, sehingga manusia menyalahkan
Allah karena telah menempatkan perempuan disisinya. Artinya manusia tersebut
tidak mau mengalami pertobatan. Tetapi Allah berinisiatif untuk menyelamatkan
manusia melalui karya-Nya.
Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara
keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau
akan meremukkan tumitnya." Kejadian 3:15
Ayat diatas membuktikan bahwa Allah sendiri yang berinsiatif untuk
membebaskan manusia dari belenggu dosa, sehingga manusia diselamatkan dari
ancaman maut. Ini merupakan protoevangelim
atau janji keselamatan. Berita tersebut diresponi dengan baik oleh manusia
sebagai bukti pertobatannya. Sehingga melalui hal tersebut, manusia
memberitakan janji keselamatan yang telah Allah berikan kepada keturunannya.
Sampai pada akhirnya digenapi dalam Perjanjian Baru melalui inkarnasi Kristus,
Allah yang menjadi manusia. Kristus membangun relasi kembali hubungan Allah
dengan manusia yang terputus, sehingga melalui pengorbanan-Nya yang sempurna
manusia dapat diselamatkan.
Dengan demikian, ketika
manusia mau bertobat dan menyadari akan Karya Allah yang digenapi di dalam
Kristus sebagai Juruselamat, maka manusia akan diselamatkan. Pertobatan
bukanlah sekedar penyesalan, tetapi keubahan hidup yang mau meresponi karya
keselamtan yang telah Allah berikan melalui iman kepada Kristus.
BAB III
KESIMPULAN
Alkitab adalah firman
Allah tanpa salah. Alkitab dibagi menjadi dua bagian seperti Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan, sebab Perjanjian
Lama terdapat di dalam Perjanjian Baru yang dinyatakan dan Perjanjian Baru
terdapat di dalam Perjanjian Lama yang disembunyikan. Berbicara mengenai
pertobatan dan keselamaatan, Alkitab sudah menjelaskan sejak awal ketika manusia
jatuh ke dalam dosa. Berarti topik tersebut bukanlah sesuatu hal yang baru
diperdengarkan. Manusia telah jatuh ke dalam dosa, sehingga membutuhkan
keselamatan daripada Allah, sebab manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya
sendiri.
Keselamatan merupakan karya Allah yang diberikan untuk
manusia, tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Keselamatan tersebut hanya
dapat diperoleh bagi mereka yang mau meresponi karya Allah (Ef. 2:8-9).
Kristuslah yang menggenapi janji keselamatan tersebut dalam Perjanjian Baru.
Kristus adalah Pribadi Allah yang menjadi manusia, datang ke dunia untuk
memperbaiki relasi yang rusak antara Allah dengan manusia. Sehingga ketika
berita pertobatan itu diberitakan kepada manusia dan manusia mau mersponi akan
keselamatan tersebut, maka manusia akan diselamatkan.
Pertobatan bukanlah sebuah penyesalan saja, hal tersebut
dapat dibuktikan melalui kisah Yudas. Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa
Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah
ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam
kepala dan tua-tua, (Mat 27:3 ITB) Yudas juga mengalami penyesalan atas apa yang diperbuatnya, tetapi dia
tidak mau berbalik kepada Allah. Dari kisah tersebut dapat terlihat bahwa
pertobatan adalah sebuah keubahan hidup seseorang yang telah menyadari akan
karya Allah. Sehingga hasil dari pertobatan tersebut dapat dibuktikan melalui
buah yang dapat dirasakan oleh banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA
Kepustakaan
Barclay, Williaw. 2008. PASH - Injil Matius Pasal 1-10. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 86.
Berkhof, Louis. 1997. Teologi Sistematika. Surabaya: Momentum,
194.
Browning, W.R.F. 2013. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 419.
Christiaan de Jongge, 2007. Apa itu Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 74.
C. Ryrie, Charles. 1991. Teologi Dasar 2: Panduan Populer untuk
Memahami Kebenaran Alkitab. Yogyakarta: Andi Offset, 15.
C. Thissen, Henry. 1993 Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas,
284-291.
E. McGrath, Alister. 2016. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 4.
Enns, Paul. 2004. The Moody Handbook of Theology, Vol 1. Malang: Literatur SAAT,
385.
H and Enklaar. Berkhof. H. I, 2009. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 57.
I Williamson, G. 2017. Pengakuan Iman Westminster:Untuk Kelas
Penelaahan, Surabaya: Momentum, 156.
Jacobs, SJ. Tom. 2007. Syalom, Salam, Selamat, Beberapa refleksi
Kritis mengenai Soteriologi. Yogyakarta: Kanisius, 3.
J. Verkuyl, 1995. Aku Percaya. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 179.
Napel, Henk ten. 2006. Jalan yang Lebih Utama Lagi. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 21.
Raymon Carlson, G. 2019. Surat Roma. Malang: Gandum Mas, 1.
Ridderbos, Herman. 2008. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. Surabaya:
Momentum, 174.
Rifai, 2019. Superioritas Kristus dalam Kitab Ibrani: mengungkapkan Kitab Ibrani.
Surakarta: Yoyo Topten Exacta, 156.
Santoso, Bravo. 2018. Merenungkan Katekismus Heidelberg. Tangerang:
Bhuana Ilmu Populer, 390 .
Young Kim, Woo. 2005. Yesuslah Jawaban. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 56-57.
Internet
Hendi, 2005. Pertobatan di Dalam Philokalia. Jurnal Teologi dan Pendidikan
Kristiani. Vol. 3 Nomor 1, Oktober 2018, 63.
https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Baru
[1]Herman
Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama
Theologinya (Surabaya: Momentum, 2008), 174.
[2]Louis
Berkhof, Teologi Sistematika (Surabaya:
Momentum, 1997), 194.
[3]Rifai,
Superioritas Kristus dalam Kitab Ibrani:
mengungkapkan Kitab Ibrani (Surakarta: Yoyo Topten Exacta, 2019), 156.
[4]Bravo
Santoso, Merenungkan Katekismus
Heidelberg (Tangerang: Bhuana Ilmu Populer, 2018), 390 .
[5]William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari ‘Injil
Matius Pasal 1-10’ (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 86.
[6]Henk
ten Napel, Jalan yang Lebih Utama Lagi (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006), 21.
[7]Williaw
Barclay, PASH - Injil Matius Pasal 1-10 (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008), 86.
[8]Verkuyl
J. Dr. Aku Percaya (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1995),179.
[9]Ibid,
179
[10]Woo
Young Kim, Yesuslah Jawaban (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2005),56-57.
[11]Hendi,
Pertobatan di Dalam Philokalia.
(Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani) Vol. 3 Nomor 1, Oktober 2018, 63.
[12]Charles
C. Ryrie, Teologi Dasar 2: Panduan
Populer untuk Memahami Kebenaran Alkitab (Yogyakarta: Andi Offset, 1991),
15.
[13]W.R.F.
Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 20130, 419.
[14]Tom
Jacobs, SJ.Syalom, Salam, Selamat,
Beberapa refleksi Kritis mengenai Soteriologi (Yogyakarta: Kanisius, 2007),
3.
[15]Paul
Enns, The Moody Handbook of Theology, Vol
1. (Malang: Literatur SAAT, 2004), 385.
[16]Henry
C. Thissen, Teologi Sistematika, (Malang:
Gandum Mas, 1993), 284-291.
[17]https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Baru
[18]Berkhof.
H and Enklaar. H. I, Sejarah Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), 57.
[19]Ibid,58.
[20]Alister
E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2016), 4.
[21]Christiaan de Jongge, Apa itu Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), 74.
[22]G.
Raymon Carlson, Surat Roma. (Malang:
Gandum Mas, 2019), 1.
[23]G.
I Williamson, Pengakuan Iman
Westminster:Untuk Kelas Penelaahan (Surabaya: Momentum, 2017), 156).
0 Comments