Header

MAKNA PERTOBATAN DALAM KESELAMATAN MENURUT PERJANJIAN BARU || By Rizky Arya Susanto

 


MAKNA PERTOBATAN DALAM KESELAMAT
AN MENURUT PERJANJIAN BARU


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penulis surat Ibrani menyatakan bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak dapat dilihat (Ibr. 11:1). Bahkan Paulus juga pernah menulis surat kepada jemaat Efesus bahwa manusia diselamatkan karena kasih karunia melalui iman (Efs. 2:8). Dengan demikian iman memiliki peran penting bagi konsep keselamatan yang Allah berikan kepada manusia. Menurut Hermen Ridderbos iman adalah sarana, cara, sebagai penengah yang menjadi dasar pembenaran. Namun bukan iman itu yang membenarkan, melainkan apa yang menjadi objek dari iman yakni Yesus Kristus.[1] Hal senada juga dinyatakan oleh Louis Berkhof bahwa kedudukan iman merupakan satu-satunya sarana untuk keselamatan.[2]

Dalam kekeristenan terdapat dua doktrin keselamatan yang terkenal seperti Calvinisme dan Armenianisme yang bertolak belakang meskipun keduanya mendasarkan pada firman Tuhan. Aliran Calvinisme mengajarkan bahwa orang percaya tidak akan pernah kehilangan keselamatan. Sedangkan Armenianisme mengajarkan keselamatan yang diperoleh bisa hilang, hal ini disebabkan karena adanya kehendak bebas manusia. Oleh karena kehendak bebas yang dimiliki manusia tidak terbatas maka orang percaya dapat menyimpang dari jalan keselamatannya.[3]

Menurut Bravo Santoso, hanya Yesus saja Pengantara antara Allah dan manusia, yang mendamaikan Allah dan manusia. Keselamatan dikerjakan hanya oleh Kristus saja. Tidak ada dari manusia yang bisa menghasilkan keselamatan bagi dirinya sendiri ataupun ikut bersumbangsih atau berbagian kecil di dalam keselamatan manusia. Tidak ada dari manusia yang berjasa sedemkian sehingga manusia berhak memperoleh keselamatan. Keselamatan adalah hanya karena anugerah. Inilah Sola Gratia (Grace alone). Keselamatan diperoleh seorang manusia melalui iman. Iman di sini adalah iman yang sejati yang dimaksudkan, bukan iman secara umum per definisi kata dari sebuah kamus bahasa tertentu. Iman yang sejati yang dimaksudkan disini adalah iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dan iman yang sejati itu datangnya hanya karena anugerah.[4]

Dengan demikian jika disimpulkan menurut Bravo iman adalah tanggungjawab (respon) manusia terhadap keselamatan yang Allah telah berikan, namun hanya efektif bagi mereka yang mau menerima keselamatan yang Allah berikan tersebut.

       Sedangkan pertobatan dalam konteks Perjanjian Baru menggunakan kata Yunani ‘metanoeo dan epistrepho. Istilah metanoeo memiliki kata dasar metanoia, yang berarti perubahan pikiran atau hati. Metanoia tidak sedang menjelaskan berbalik dari perbuatan yang jahat, tetapi berbalik kepada arah yang baru (Matius 3:8; Kis. 11:18; 2 Timotius 2:25). Kata lain daripada metanoia adalah epistrephp  yang secara literal berarti berputar kembali atau berbalik arah. Dalam buku William Barclay menjelaskan pertobatan adalah kembalinya seseorang dari kejahataan kepada Allah.[5] Dengan demikian, bahwa setiap orang yang mengaku dirinya sudah bertobat seharusnya meninggalkan kehidupan yang lama menuju kehidupan yang baru. Sebab dalam pertobatan manusia meninggalkan apa yang Tuhan larang dan kembali melakukan apa yang Tuhan inginkan.

Yohanes Pembaptis memulai Perjanjian Baru dengan memberitakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”(Matius 3:2). Bahkan tidak hanya Yohanes Pembaptis, Yesus dan murid-murid-Nya pun mengajarkan untuk setiap manusia bertobat. Artinya apa “pertobatan adalah sesuatu hal yang penting yang harus dialami oleh setiap manusia, tanpa terkecuali.” Tuhan telah memberikan kasih karunia kepada setiap manusia, sehingga manusia dapat mengalami pertobatan, namun masih banyak juga yang memilih untuk mengeraskan hatinya dan menolak kasih karunia Allah. Dengan demikian bahwa pertobatan merupakan karya Allah dalam kasih karunia-Nya yang memampukan manusia menyadari dan berbalik dari dosa kepada Allah.  Namun Yesus mengajarkan dalam pemberitaan-Nya bahwa pertobatan bukan syarat untuk memperoleh keselamatan, melainkan keselamatan yang diberikan mengakibatkan pertobatan. Sebab keselamatan manusia datangnya hanya dari Allah bukan dengan tindakan manusia.[6] Jadi, pertobatan merupakan perubahan pikiran secara tulus yang meliputi rasa bersalah yang mendalam sebagai orang berdosa yang disertai dengan tindakan meninggalkan dosa dan berbalik kepada Allah yang penuh kemurahan dan dengan iman menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selama satu-satunya.

1.2. Rumusan Masalah

·         Apa yang dimaksud dengan pertobatan?

·         Apa yang dimaksud dengan keselamatan?

·         Apa makna pertobatan dalam keselamatan menurut Perjanjian Baru?

1.3. Tujuan Penelitian

·       Menjelaskan apa yang dimaksud dengan pertobatan.

·       Menjelaskan apa yang dimaksud dengan keselamatan.

·      Menjelaskan apa makna pertobatan dalam keselamatan menurut Perjanjian Baru.

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Istilah Pertobatan

        Dalam Perjanjian Lama kata bahasa Ibrani yang dipakai untuk pertobatan yaitu “teshuba” yang adalah kata benda dari kata kerja “shub”. Kata kerja shub bearti kembali. Pertobatan adalah kembalinya seseorang dari kejahatan kepada Allah. Setiap orang yang melakukan kejahatan harus meninggalkan perbuatan tersebut lalu kembali hanya kepada Allah saja. Makna pertobatan selalu mengandung adanya perubahan sikap manusia kepada Allah yang dapat dilihat  dilihat dari cara hidup, pembaharuan moral dan agamaniah, baik secara pribadi atau secara kelompok.[7]

Dalam Perjanjian Baru terdapat dua kata untuk mengetahui pengertian pertobatan di mana kedua arti ini saling melengkapi. Pertama, kata “metanoia” yang menunjuk kepada suatu perubahan dalam hati, perasaan, pengalaman, daya-upaya dan rencana. Kedua,ialah epistrophe yang menunjuk kepada suatu perubahan dalam tingkah laku yang kelihatan. Jadi dari kedua pengertian tersebut sangat jelas bahwa pertobatan seseorang ialah pembaharuan hati dan hidup seseorang karena  kasih karunia yang diberikan.[8] Menurut Verkuyl ada hubungan erat antara iman dan pertobatan, sebab sering kali disebutkan dalam satu kalimat seperti “bertobatlah dan percayalah kepada Injil” Kedua hal itu adalah bagaikan kedua buah sisi dari suatu pokok yang sama. Dari segi pengetahuan dan pengharapan, pekerjaan rahmat Allah itu menjadi nyata dalam iman. Dari segi kehendak, pekerjaan rahmat Allah itu menjadi nyata dalam pertobatan.[9]

Dalam bahasa Yunani “Metanoeo” artinya berpikir lain, mempertimbangkan lagi, menyesal, bertobat (Luk. 15:7,10). “Metamelomai” artinya memperhatikan sesuadahnya, menyesal, bertobat (Mat. 21:29). “Metanoia” artinya mengubah keputusan, pertobatan (Mat. 3:8; Mrk. 2:17; Kis. 5:31; Ibr. 12:17). Adapun penggunaan Metanoia dalam Perjanjian Baru yaitu: pertama, suatu sinonim bagi keselamatan kekal (2 Ptr. 3:9, Luk. 5:32). Kedua, suatu perubahan pikiran mengenai perilaku berdosa (Lukas 17:3-4). Ketiga, suatu perubahan pikiran mengenai diri sendiri dan mengenai Kristus (Kis. :36-38). Keempat,suatu perubahan pikiran mengenai berhala dan Tuhan (Kis. 17:29-31).

Menurut Jhon Wesley, orang yang tidak mengetahui tentang pertobatan adalah orang yang masih belum mengerti tentang agama. Scara khusus pertobatan yang ditekankan olehnya bukanlah pertobatan yang pertama ketika mulai percaya, melainkan pertobatan bagi orang yang sedang percaya. Kehidupan orang percaya yang seperti orang tidak percaya ditunjuk sebagai dosa yang berat. Menurut Jhon Wesley iman dan pertobatan tidak dapat dipisahkan, ibaratnya harus mengikatnya dengan satu tali sehingga menjadi kesatuan. Setelah bertobat, tentu harus memiliki iman yang benar, dan iman yang benar seharusnya diekspresikan melalui kehidupannya.[10]

Pertobatan dapat dibedakan menjadi beberapa aspek, namun pertobatan tetap merupakan pengalaman yang bersifat satu kesatuan, sehingga aspek-aspek tersebut tidak boleh dipisahkan. Berikut ini 3 aspek mengenai pertobatan

2.1.1. Aspek Intelektual

Pertobatan sejati selalu melibatkan pengenalan akan kekudusan dan keagungan Allah (Yesaya 6:5). Di sini pertobatan mencakup kesadaran dan pengakuan akan dosa sekaligus pemahaman akan kasih setia Allah yang siap sedia mengampuni.

Sebelum kejatuhan, pikiran dan hati manusia condong kepada Allah, dimana manusia memiliki relasi yang tertuju hanya kepada Allah. Tetapi kejatuhan membawa kepada pikiran pemberontakan kepada Allah, pikiran sesuai keinginannya. Pertobatan yang dibawa  oleh Roh Kudus adalah perubahan pikiran yaitu berbalik dan tertuju kepada Allah, melalui pengenalan akan kebenaran Injil (Rm. 10:17; Ibr. 11:1)

2.1.2. Aspek Emosioal

Pertobatan menyangkut aspek emosional, dimana perasaan menyesal atas dosa yang dialami oleh seseorang secara pribadi. Perasaan menyesal harus didasarkan pada kasih kepada Allah dan penyesalan karena melakukan apa yang tidak memperkenan hati-Nya. Tentu membuat dukacita yang dalam bagi kehidupan manusia karena telah berdosa. Tetapi disisi lain, ketika manusia menyadari bahwa Allah memberikan pengampunan, haruslah terdapat sukacita yang diekspresikan melalui melakukan kehendak Allah dan sukacita dalam persekutuan dengan sesama.

2.1.3. Aspek Volisional

Pertobatan sejati harus menyangkut perubahan dalam tujuan dan motivasi. Perubahan batin harus nyata dalam tindakan kembali kepada Allah dengan sikap ketaatan yang penuh ucapan syukur. Pendeknya bertobat berarti menghasilkan buah pertobatan. Pertobatan selalu menghasilkan hidup yang berbuah bagi Allah.

2.2. Pertobatan Awal dan Progresif

Alkitab mengajarkan 2 kategori mengenai pertobatan seperti pertobatan awal dan pertobatan progresif. Hal ini dibuktikan dari ayat-ayat yang mendukung bahwa pertobatan adalah suatu aktivitas seumur hidup.

2.2.1. Pertobatan Awal

Pertobatan awal terjadi ketika seseorang menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Ketika seseorang menyadari dosanya, menyadari bahwa dirinya membutuhkan keselamatan, mengakui dan berbalik kepada Allah yang benar di dalam Tuhan Yesus Kristus. Tanpa pertobatan awal, maka dosa akan berkembang terus sampai mendatangkan hukuman karena relasi yang terputus dengan Allah. Sebab Allah membenci dosa dan kejahatan-kejahatan yang timbul dari dosa. Sekalipun Allah benci terhadap dosa, Allah mengasihi manusia berdosa yang mau bertobat atau meresponi apa yang Allah telah berikan. Yaitu penebusan di kayu salib yang membayar semua dosa-dosa manusia.

            2.2.2. Pertobatan Progresif

Pertobatan progresif adalah pertobatan yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup orang percaya. Hal ini merupakan tindakan berbalik yang menjadi karakter dari keseluruhan perjalanan hidup orang percaya. Menurut Hendi dalam karya tulis yang dibuat pertobatan terus-menerus maksudnya pertobatan tidak berhenti setelah manusia percaya kepada Kristus. tetapi setelah mengalami kelahiran baru pertobatan merupakan bentuk ucapan syukur       . Sebab sekalipun manusia telah menjadi percaya kepada Kristus, bukan berarti hidupnya tidak bisa berbuat dosa. Mereka semua yang sudah hidup di dalam Kristus masih bisa berbuat dosa, tetapi seharusnya tidak biasa berbuat dosa. Hal ini akan terbukti melalui pertobatan progresif, dimana diri seseorang yang sudah meresponi keselamatan yang diberikan kepada Allah akan mudah menyadari dan berbalik dari dosa yang diperbuatnya[11]

2.3. Istilah Keselamatan

Istilah keselamatan atau Soteriologi berasal dari kata Yunani soterion yang berbentuk netral dari nomina feminism soteria yang berarti keselamatan. Soteria berasal dari nomina soter berarti penyelamat, jika dalam bentu kata kerja berarti menyelamatkan, melepaskan dari bahaya kehancuran.[12] Ajaran mengenai keselamatan dasarnya ada dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Menurut ajaran Kristen keselamatan yaitu dilepaskan dari perbudakan dosa dan kematian. Paulus menegaskan bahwa Allah menjadikan Kristus sebagai korban penebusan, sehingga melalui darah-Nya yang mahal manusia yang percaya akan memperoleh keselamatan itu.[13]

            Mengenai keselamatan, Tom Jacobs, SJ memperjelas pemahaman mengenai keselamatan. Istilah keselamatan berasal dari kata Ibrani Syalom yang merupakan tradisi Yahudi. Salam bahasa Arab, dari tradisi Islam. Selamat, bahasa Indonesia. Dalam bahasa Yunaninya soteriology yang merupakan bagian khusus teologi Kristiani yang membahasa mengenai tema keselamatan. Pembicaraan mengenai keselamatan juga dibahas oleh agama-agama lain, seperti Hinduisme dan Buddhisme sehingga juga kata-kata seperti moksha dan niruana akan muncul. Selain itu pemakaian kata “keselamatan” dalam bahasa profane. Bahan refleksi adalah pembicaraan orang mengenai keselamatan, terutama dalam konteks religious bahkan lebih khususnya dalam konteks iman Kristiani.[14]

            Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa keselamtan bersumber dari Allah. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menegaskan hal tersebut kepada jemaat di Efesus bahwa “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: Jangan ada orang yang memegahkan diri (Efesus 2:8-9). Dari ayat ini semua orang pasti mengerti jika membacanya, bahwa keselamatan manusia hanya datang dari Allah, tidak ada sedikit campur tangan manusia pun untuk menerima keselamatan. Manusia telah berdosa, manusia berdosa tersebut tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Keberdosaannya itu dialami sejak dalam kandungan ibunya. Daud mengungkapkan hal ini dalam mazmur yang ditulisnya “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mazmur 51:7). Dosa yang masuk ke dalam manusia disebabkan oleh Adam.[15] Kemudian dosa Adam diimputasikan kepada keturunannya. Kata imputasi berasal dari kata Latin “imputare” yang berarti memperhitungkan, mendakwakan pada seseorang dan berhubungan dengan masalah bagaimana dosa didakwakan pada seseorang. Teori yang setuju dengan paham bagaimana dosa diimputasikan kepada segenap manusia antara lain: teori Pelaginisme, teori Armenianisme, teori perhitungan tidak langsung, teori Realistis, teori Federal[16].

2.4. Perjanjian Baru

Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab, ini merupakan bagian kedua kanon Alkitab Kristen Protestan, di mana bagian pertamanya adalah Perjanjian Lama yang didasarkan pada bahasa Ibrani dan sedikit menggunakan bahasa Aram sedangkan teks Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani, topik yang banyak dibahas yaitu mengenai ajaran-ajaran dan pribadi Yesus, serta berbagai peristiwa kekristenan pada abad pertama. Perjanjian Baru sering digunakan sebagai pegangan untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Selain itu Perjanjian Baru dianggap mencerminkan dan berfungsi sebagai suatu sumber bagi moralitas dan teologi Kristen.[17] Alkitab adalah firman Allah, para Penulis Alkitab menulis apa yang telah diinspirasikan Allah bagi dirinya dengan menggunakan bahasa penulis masing-masing. Roh Kudus bekerja di dalam orang-orang yang dipilih, untuk menyatakan kepada mereka pikiran Allah dan memampukan mereka untuk menggunakan kata-kata yang tepat untuk mengkomunikasikan kebenaran yang Allah ingin nyatakan kepada manusia. Adapun bukti-bukti dari Internal dan eksternal bahwa Alkitab (PB) benar-benar Firman Tuhan.

2.4.1. Bukti Internal

Bukti internal atau bukti dari dalam yaitu Alkitab sendiri yang membuktikan bahwa Alkitab bersumber dari Allah. Salah satu bukti dari dalam bahwa Alkitab adalah firman Tuhan adalah kesatuannya. Sekalipun alkitab pada dasarnya terdiri dari enam puluh enam kitab yang berbeda, ditulis di tiga benua, dalam tiga bahasa, dalam kurun wkaktu sekitar 1500 tahun, Alkitab tetap merupakan satu kesatuan, dari depan sampai akhir, tanpa ada kontradiksi. Bukti kedua yang mengindikasikan bahwa Alkitab bener-benar Firman Tuhan dapat dilihat dalam nubuat-nubuat mendetail yang dicatat dalam-dalam Alkitab. Bukti ketiga yaitu Alkitab memiliki otoritas dan kuasa yang dapat dilihat dengan jelas dalam banyaknya hidup yang diubahkan melalui membaca Alkitab.

2.4.2. Bukti Eksternal

Bukti eksternal atau bukti dari luar yang menunjukan bahwa Alkitab bener-benar adalah Firman Tuhan yaitu dilihat dari sejarah. Alkitab memberikan detail peristiwa-peristiwa sejarah, kebenaran keakuratannya dapat dibuktikan sebagaimana dokumentasi historis lainnya. Melalui bukti-bukti arkeologi dan tulisan-tulisan lainnya, Alkitab memiliki sejarah yang dapat dibuktikan kebenaran dan ketepatannya. Bukti lainnya yaitu Alkitab tidak dapat dimusnahkan. Ketika Alkitab diklaim sebagai Firman Tuhan, banyak yang menyerang dan berusaha untuk memusnahkan dibandingkan buku-buku lain. Tetapi karena Alkitab Firman Allah, eksitensinya masih tetap ada dan Alkitab bertahan dari segala serangan sampai saat ini.

2.5. Pertobatan Hasil Pembenaran

Doktrin pembenaran merupakan salah satu pembahasan yang dianggap penting dalam sejarah kekeristenan. Doktrin ini merujuk cara Allah menyelamatkan umat-Nya dengan kasih dan keadilan, agar umatnya dapat dinyatakan benar dihadapan-Nya. Martin Luther adalah salah satu topik utama yang diperjuangkan dalam reformasi. Reformasi memiliki perjalanan yang begitu panjang dan kompleks, di mana para reformator berjuang untuk mempertahankan ajaran yang konsisten dengan ajaran Alkitab.[18] Reformasi bukan hanya terjadi dan berkembang di negara Jerman saja melainkan di seluruh daratan Eropa, di antaranya adalah Swis, Belanda, Prancis, Inggris, Spanyol, Polandia. Kelompok-kelompok reformasi ini memiliki pandangan yang berbeda dengan Katolik Roma dan menyusun pandangan teologis mereka dalam pengakuan iman yang menjadi dasar pengajaran komunitas tersebut sekaligus melawan ajaran-ajaran sesat.[19] Selain perbedaan, komunitas reformed ini juga membutuhkan pengakuan iman yang dapat mempersatukan ajaran mereka sebagai pedoman untuk diajarkan kepada seluruh anggota jemaat, dari anak-anak mau pun orang dewasa.[20]

         Doktrin pembenaran merupakan pengajaran yang sangat penting dalam iman Kristen, utamanya sejak reformasi Martin Luther dan pasca reformasi yang bertujuan untuk membawa gereja kepada ajaran yang benar.[21]  Namun ada juga pandangan-pandangan yang berbeda dengan doktrin pembenaran, sehingga menimbulkan diskusi bagi para teolog dan beberapa kelompok Kristen sampai saat ini. Seperti pandangan Pelagius, beliau berpandangan bahwa manusia  tidak mendapatkan dosa turunan (original sin) dari Adam tetapi manusia berdosa karena mengimitasi (imitation)contoh yang tidak baik dari orang tua dan lingkungan mereka. Manusia memiliki kehendak bebas, jadi dosa yang dilakukanpun atas dasar kehendak bebas yang manusia lakukan itu sendiri. Pembenaran dalam bahasa Ibrani dan bahasa Yunani memiliki akar kata yang sama yang diterjemahkan ke dalam Alkitab bahasa Inggris sebagai “righteousness’ dan “justification”atau “pembenaran.” Dalam Roma 1:17 menyatakan bahwa orang benar ataua dikaios akan hidup oleh iman. Bentuk verbal dari kata dikaios adalah dikaioo yang berarti “menyatakan kita benar”. Dalam Roma 8:30 menyatakan “dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya (edikaisomen) dan mereka yang dibenarkan (edikaisomen) mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Fakata yang lain dari kaat kerja Yunani adalah dikaiosis yang berarti “pembebasan atau pembenaran.” Dalam Roma 4:25, menyatakan bahwa “Yesus yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran (dikaiosis) kita.” Kata yang sama juga dipakai dalam Roma 5:18. Dengan demikian kata justifikasi atau pembenaran berarti “dinyatakan benar atau dijadikan benar.

Maksud Paulus dalam Roma 3 yaitu tentang pembenaran, yang menjelaskan bahwa Allah menyatakan orang percaya sebagai orang benar berdasarkan penebusan oleh karena kematian Kristus yaitu bagi yang percaya melalui iman dan pertobatan (respon) di dalam Dia. Allah menyatakan bahwa kita telah ditebus dari Hukum Taurat atau dibebaskan karena penghukuman oleh dosa-dosanya, karena kematian. Kristus mati untuk menebusnya dari dosa.  Maka karena itu, setiap orang percaya diampuni dan dibenarkan atau dinyatakan benar oleh karena percayanya kepada Kristus.

Jika pembenaran hasil dari perbuatan, Paulus akan menjadi pemenangnya. Sebab dia adalah orang yang hampir sempurna. Dalam suratnya yang ditulis kepada jemaat Filipi mengatakan “tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat” (Filipi 3:6b). Paulus menjelaskan bahwa pengenalannya akan Kristus sehingga ketaatannya yang lama tidak berguna. Sebab bukanlah karena perbuatan Paulus dibenarkan, melainkan karena imannya kepada Kristus.

Dalam Roma 3:21-31 Menjelaskan bagaiamana Allah telah menyatakan (melalui Kristus), dan dalam pasal 4 ia menjlaskan bagaiaman kebenaran Allah disaksikan dalam kitab Taurat dan kitab-kitab para nabi. Bagian ini Paulus menegaskan kepada umat Kristen, bangsa Yahudi dan orang-orang kafir bahwa manusia tidak akan pernah bisa lolos dari ancaman maut, meloloskan diri dengan jalan membenarkan diri (gagal). Maka Paulus menjelaskan keselamatan dengan cara yang lain yaitu dengan percaya kepada Yesus yang telah menjadi korban untuk menyelamatkan manusia berdosa. Jadi jika manusia mau menyerahkan diri kepada kasih dan karya Allah dengan menerima persediaan anugerah-Nya, ia akan diselamatkan. Jika manusia menolak dan mengabaikan tawaran anugerah yang Allah telah berikan maka mereka binasa.[22]

Pembenaran merupakan bagian dari karya penebusan Allah kepada umat-Nya yang telah dipilih di dalam Yesus Kristus. Setiap orang yang sudah dipilih oleh Allah pasti akan dibenarkan karena pembenaran adalah satu mata rantai dari rancangan penebusan-Nya.[23] Inilah yang disebut teologi Paulus yang bersifat doktrinal, di mana dapat dilihat pada bagian pertama dipaparkan bahwa pembenaran dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah dipanggil secara efektif oleh-Nya. Jadi kebenaran yang ada dalam diri orang percaya bukanlah karena melakukan perbuatan benar tetapi karena Kristuslah yang diperhitungkan melalui ketaatannya sampai mati dan menanggung dosa manusia diatas kayu salib.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat mengalami pertobatan jika Allah sendiri tidak membenarkan manusia terlebih dahulu. Pembenaran merupakan karya Allah bagi kehidupan setiap manusia. Bukanlah pertobatan yang menjadikan manusia selamat tetapi pembenaran melalui kematiannyalah yang menyelamatkan setiap manusia. Pertobatan hanyalah sebuah respon manusia terhadap pembenaran yang Allah telah berikan.

2.6. Makna Pertobatan Dalam Keselamatan

            Semua manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Pada awalnya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Tetapi akibat perbuatan manusia pertama di Taman Eden mengakibatkan rusaknya gambar Allah dalam diri manusia, sebab Allah Kudus dan manusia berdosa. Akibat dari dosa membuat manusia jauh dari Allah, bahkan berdamapk pada relasai antar sesama. Berikut bukti ayat bagaimana respon manusia ketika Tuhan

Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12

Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." Kejadian 3:13

Manusia tidak mau menyadari akan kesalahan yang dilakukannya, sehingga manusia menyalahkan Allah karena telah menempatkan perempuan disisinya. Artinya manusia tersebut tidak mau mengalami pertobatan. Tetapi Allah berinisiatif untuk menyelamatkan manusia melalui karya-Nya.

Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya." Kejadian 3:15

Ayat diatas membuktikan bahwa Allah sendiri yang berinsiatif untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa, sehingga manusia diselamatkan dari ancaman maut. Ini merupakan protoevangelim atau janji keselamatan. Berita tersebut diresponi dengan baik oleh manusia sebagai bukti pertobatannya. Sehingga melalui hal tersebut, manusia memberitakan janji keselamatan yang telah Allah berikan kepada keturunannya. Sampai pada akhirnya digenapi dalam Perjanjian Baru melalui inkarnasi Kristus, Allah yang menjadi manusia. Kristus membangun relasi kembali hubungan Allah dengan manusia yang terputus, sehingga melalui pengorbanan-Nya yang sempurna manusia dapat diselamatkan.

            Dengan demikian, ketika manusia mau bertobat dan menyadari akan Karya Allah yang digenapi di dalam Kristus sebagai Juruselamat, maka manusia akan diselamatkan. Pertobatan bukanlah sekedar penyesalan, tetapi keubahan hidup yang mau meresponi karya keselamtan yang telah Allah berikan melalui iman kepada Kristus.

 

BAB III

KESIMPULAN

            Alkitab adalah firman Allah tanpa salah. Alkitab dibagi menjadi dua bagian seperti Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan, sebab Perjanjian Lama terdapat di dalam Perjanjian Baru yang dinyatakan dan Perjanjian Baru terdapat di dalam Perjanjian Lama yang disembunyikan. Berbicara mengenai pertobatan dan keselamaatan, Alkitab sudah menjelaskan sejak awal ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Berarti topik tersebut bukanlah sesuatu hal yang baru diperdengarkan. Manusia telah jatuh ke dalam dosa, sehingga membutuhkan keselamatan daripada Allah, sebab manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.

Keselamatan merupakan karya Allah yang diberikan untuk manusia, tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Keselamatan tersebut hanya dapat diperoleh bagi mereka yang mau meresponi karya Allah (Ef. 2:8-9). Kristuslah yang menggenapi janji keselamatan tersebut dalam Perjanjian Baru. Kristus adalah Pribadi Allah yang menjadi manusia, datang ke dunia untuk memperbaiki relasi yang rusak antara Allah dengan manusia. Sehingga ketika berita pertobatan itu diberitakan kepada manusia dan manusia mau mersponi akan keselamatan tersebut, maka manusia akan diselamatkan.

Pertobatan bukanlah sebuah penyesalan saja, hal tersebut dapat dibuktikan melalui kisah Yudas. Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, (Mat 27:3 ITB) Yudas juga mengalami penyesalan atas apa yang diperbuatnya, tetapi dia tidak mau berbalik kepada Allah. Dari kisah tersebut dapat terlihat bahwa pertobatan adalah sebuah keubahan hidup seseorang yang telah menyadari akan karya Allah. Sehingga hasil dari pertobatan tersebut dapat dibuktikan melalui buah yang dapat dirasakan oleh banyak orang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kepustakaan

Barclay, Williaw. 2008. PASH - Injil Matius Pasal 1-10. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 86.

Berkhof, Louis. 1997. Teologi Sistematika. Surabaya: Momentum, 194.

Browning, W.R.F. 2013. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 419.

Christiaan de Jongge, 2007. Apa itu Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 74.

C. Ryrie, Charles. 1991. Teologi Dasar 2: Panduan Populer untuk Memahami Kebenaran Alkitab. Yogyakarta: Andi Offset, 15.

C. Thissen, Henry. 1993 Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas, 284-291.

E. McGrath, Alister. 2016. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 4.

Enns, Paul. 2004. The Moody Handbook of Theology, Vol 1. Malang: Literatur SAAT, 385.

H and Enklaar. Berkhof.  H. I, 2009. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 57.

I Williamson, G. 2017. Pengakuan Iman Westminster:Untuk Kelas Penelaahan, Surabaya: Momentum, 156.

Jacobs, SJ. Tom. 2007. Syalom, Salam, Selamat, Beberapa refleksi Kritis mengenai Soteriologi. Yogyakarta: Kanisius, 3.

J. Verkuyl, 1995.  Aku Percaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 179.

Napel, Henk ten. 2006. Jalan yang Lebih Utama Lagi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 21.

Raymon Carlson, G. 2019. Surat Roma. Malang: Gandum Mas, 1.

Ridderbos, Herman. 2008. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. Surabaya: Momentum, 174.

Rifai, 2019. Superioritas Kristus dalam Kitab Ibrani: mengungkapkan Kitab Ibrani. Surakarta: Yoyo Topten Exacta, 156.

Santoso, Bravo. 2018. Merenungkan Katekismus Heidelberg. Tangerang: Bhuana Ilmu Populer, 390 .

Young Kim, Woo. 2005. Yesuslah Jawaban. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 56-57.

 

Internet

Hendi, 2005. Pertobatan di Dalam Philokalia. Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani. Vol. 3 Nomor 1, Oktober 2018, 63.

https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Baru

 



[1]Herman Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologinya (Surabaya: Momentum, 2008), 174.

[2]Louis Berkhof, Teologi Sistematika (Surabaya: Momentum, 1997), 194.

[3]Rifai, Superioritas Kristus dalam Kitab Ibrani: mengungkapkan Kitab Ibrani (Surakarta: Yoyo Topten Exacta, 2019), 156.

[4]Bravo Santoso, Merenungkan Katekismus Heidelberg (Tangerang: Bhuana Ilmu Populer, 2018), 390 .

[5]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari ‘Injil Matius Pasal 1-10’ (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 86.

[6]Henk ten Napel, Jalan yang Lebih Utama Lagi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 21.

[7]Williaw Barclay, PASH - Injil Matius Pasal 1-10 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 86.

[8]Verkuyl J. Dr. Aku Percaya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995),179.

[9]Ibid, 179

[10]Woo Young Kim, Yesuslah Jawaban (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005),56-57.

[11]Hendi, Pertobatan di Dalam Philokalia. (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani) Vol. 3 Nomor 1, Oktober 2018, 63.

[12]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2: Panduan Populer untuk Memahami Kebenaran Alkitab (Yogyakarta: Andi Offset, 1991), 15.

[13]W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 20130, 419.

[14]Tom Jacobs, SJ.Syalom, Salam, Selamat, Beberapa refleksi Kritis mengenai Soteriologi (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 3.

[15]Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, Vol 1. (Malang: Literatur SAAT, 2004), 385.

[16]Henry C. Thissen, Teologi Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1993), 284-291.

[17]https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Baru

[18]Berkhof. H and Enklaar. H. I, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 57.

[19]Ibid,58.

[20]Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 4.

[21]Christiaan de Jongge, Apa itu Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 74.

[22]G. Raymon Carlson, Surat Roma. (Malang: Gandum Mas, 2019), 1.

[23]G. I Williamson, Pengakuan Iman Westminster:Untuk Kelas Penelaahan (Surabaya: Momentum, 2017), 156).

Post a Comment

0 Comments