KEDAULATAN ALLAH DALAM PENDERITAAN AYUB DAN RELEVANSINYA
BAGI MANUSIA MASA KINI
Latar
Belakang
Kitab
Ayub selain merupakan contoh sastra hikmat, juga merupakan contoh dramatis
jenis sastra “ratapan pribadi” dalam bentuk drama.[1]
Gaya pertanyaan yang digunakan cukup mencolok dalam dialog tersebut. Tuhan
tidak memberi jawaban langsung kepada Ayub di dalam kisahnya. Hassell Bullock
mengatakan bahwa persoalan yang paling nyata dalam kitab Ayub ialah penderitaan
orang benar.[2]
Hal ini ditunjukan kepada diri Ayub yang mengalami penderitaan padahal hidupnya
takut akan Tuhan. Hal ini telah menjadi
banyak pertanyaan bagi setiap orang yang mengetahui kisah Ayub tersebut bahwa
mengapa orang benar bisa menderita?[3]
Ayub adalah orang yang beriman kepada Allah maka karena itu ia tidak mau
mengutuki Allahnya walaupun banyak tekanan yang ia sedang alami pada saat itu. Sahabat-sahabat
Ayub berusaha memecahkan persoalan penderitaan yang ia alami.
Sahabat-sahabatnya berpendapat bahwa penderitaan Ayub adalah bukti bahwa ia
pernah melakukan pelanggaran sehingga Allah membuat ia menderita. Sahabat-sahabatnya
mengatakan bahwa nasib baik selalu merupakan ganjaran Tuhan atas perbuatan yang
baik, dan bahwa bila Ayub mau mengakui dosa-dosanya dengan segera, ia akan
kembali bernasib baik.[4]
Pergumulan utama kitab Ayub
sebenarnya mulai tersingkap ketika iman Ayub tidak meringankan penderitaannya,
justru membuat penderitaannya menjadi lebih parah lagi. Penderitaan yang ia
alami sulit dipikirkan karena begitu mengerikan bagi setiap manusia.[5] Penderitaan
yang ia alami itu bukanlah suatu hukuman yang disebabkan oleh dosa. Tetapi
karena manusia tidak dapat memahami segala rencana Allah dan tidak perlu
meragukan kebaikan dan kebijaksanaan penciptanya. Akhirnya Allah memulihkan
keadaan Ayub.[6]
Dalam kisah Ayub, setelah bergulat dengan penderitaan, Ayub diundang oleh Allah
untuk masuk dalam pertemuan yang hangat
dan personal dengan diri-Nya, dan Ayub pun menerimanya. Dalam Perjumpaan dengan
Allah itu, Ayub memperoleh kesadaran baru tentang Allah. Dia mengakui
kekeliruannya, selama ini ia memandang Allah secara manusiawi.
Penderitaan orang benar terkadang sulit ditemukan alasannya. Hanya saja, yang jelas adalah bahwa penderitaan akan memperdalam hubungan antara manusia dengan Allah, dengan penderitaan akhirnya manusia sadar bahwa yang terpenting dalam hidup adalah kehadiran Allah, bukan yang lain. Degan demikian manusia sekaligus diingatkan untuk berhati-hati dalam menciptakan presepsi bahwa penderitaan seseorang disebabkan oleh dosa-dosanya. Situasi atau kondisi yang oleh manusia dianggap sebagai keputusan dan penderitaan bukan untuk di hindari dan ditarapi, melainkan untuk di hadap. Bahkan sesuatu yang secara umum dipandang sebagai penderitaan mungkin saja merupakan anugrah Allah yang terselubung, yang masih sukar dipahami oleh logika manusia. Manusia tidak dapat menemukan alasan dari penderitaannya, tetapi dibalik penderitaan tersebut, ada maksud dari tindakan Allah.[7] Yaitu, Allah mau menunjukan kepada iblis bahwa masih ada orang yang dapat bertahan untuk tetap percaya kepada-Nya. Karena Allah mengetahui, iblis jatuh akibat ketidakpuasan terhadap apa yang ia miliki sehingga ia mau menyamai Allah. Dari sini terbukti bahwa Ayub percaya bukan karena apa yang ia punya karena ketika pencobaan datang ia tetap bertahan dalam pencobaannya.
A. Landasan Teori
Landasan teori adalah seperangkat definisi, konsep serta proposisi yang telah disusun rapi serta sistematis tentang variabel-variabel dalam sebuah penelitian. Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan.
Kedaulatan
Allah
Kedaulatan
Allah berarti Allah memiliki sesuatu hak eksklusif untuk menguasai semua
ciptaan-Nya, Ia memiliki kendali penuh atas ciptaan-Nya.Alkitab mendefinisikan
kedaulatan Allah melalui hidup dan memerintah segala sesuatu yang dilakukan
secara sempurna (Kej.2:3, Yes. 64:8). Allah mahakuasa, karya-Nya tidak pernah
terbatas bagi kehidupan manusia. Mungkin bagi manusia itu sulit diterima tetapi
jika Allah sudah berkehendak semuanya akan jadi. Manusia ingin memikirkan Allah
yang tidak terbatas dengan pemikirannya yang terbatas, sebab hanya dapat
mengenal Allah sejauh Allah memperkenalkan diri melalui firman-Nya (Ul.29:29).
Penderitaan Ayub
Kata penderitaan menurut KBBI yaitu keadaan yang menyedihkan yang harus
ditanggung[8]
dan Ayub adalah orang yang takut akan Tuhan, yang merupakan salah satu tokoh
dalam Perjanjian Lama (Alkitab). Jadi penderitaan Ayub adalah keadaan orang
yang takut akan Tuhan yang mengalami
keadaan menyedihkan.
Relevansi
masa kini
Pengertian
relevansi adalah keterkaitan, hubungan atau kecocokan yang terjadi hingga
sekarang.
B.
Garis
Besar
Siapa Ayub
Ayub adalah orang yang berbudi baik dan mempunyai kekayaan yang luar biasa, yang kemudian mengalami musibah hebat. Ia kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, lalu dihinggapi penyakit kulit yang menjijikan. Dalam tiga rangkaian percakapan yang bersajak, si penulis menggambarkan bagaimana teman-teman Ayub, dan Ayub sendiri menanggapi malapetaka itu. Pokok yang penting dalam percakapan-percakapan itu ialah yang menyinggung caranya Allah memperlakukan manusia. Pada bagian terakhir, Allah sendiri menyatakan diriNya kepada Ayub
Penderitaan Menurut Kitab Ayub
Pencobaan yang di alami
Ayub sangat membuat ia menderita. Ayub ditimpa dengan barah yang busuk dari
telapak kakinya sampai ke bara kepalanya. Panas kering, panas dingin dirasakan
melalui kulit. Kulit melindungi otot-otot dari rasa dingin, kotoran dan
sebagainya. Kulit merupakan batas antara saya dan yang lain. Penyakit kulit
yang dialami Ayub sangat mengganggu, menimbulkan rasa gatal, sakit, terlihat
jelek dan menghindarkan ketenangan siang dan malam. Ayub merasa tersiksa. Lalu
Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya sambil duduk di
tempat abu-abu. Sesuai adat pada saat itu, ia dibawa keluar rumah agar tidak
menyakiti yang lain. Ia diantar ke tempat di mana masyarakat membawa abu. Di
situ ia diberikan pelayanan seperlunya. Ayub tidak mengatakan apa pun juga. Ia
bungkam dalam penderitaannya.
Ketika Ayub sedang mengalami penderitaan yang begitu berat dalam kehidupan manusia, orang terdekat dengan dia sekalipun (istrinya) menjatuhkan dia, malah menyuruh untuk mengutuki Allah yang Ayub sembah. Betapa sakit hatinya Ayub ketika mendengar perkataan yang istrinya berikan. Secara kemanusiawian Ayub merasakan tekanan dari dalam dan dari luar yang begitu parah. Saat istrinya mengatakan hal yang membuat Ayub jatuh, Ayub tetap percaya kepada Allah dan tidak meninggalkan Allah karena perkataan istrinya itu. Bahkan Ayub menanggapi perkataan isterinya dengan mengatakan bahwa perkataan isterinya seperti perempuan gila, maksudnya ialah seperti orang yang tidak mengenal Allah. Memang mereka sama-sama mengalami penderitaan karena telah kehilangan anak-anaknya dan harta bendanya tetapi Ayub tetap bertahan dalam pencobaan yang ia alami tidak seperti isterinya yang meninggalkan Allah.
Selain tekanan dari isteri, Ayub pun mengalami tekanan dari teman-temannya juga. Ketika teman-teman terdekatnya mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing. Elifas datang dari Teman di Moab, di sebelah timur Laut Mati (Kej.39:39; Yes.48:20). Bildad datang dari kota Suah, yang terletak di tepi Sungai Eufrat, dan Zofar datang dari kota Naamah yang terletak di Lereng Gunung Lebanon di jalan di antara Beirut dan Damsyik. Di hadapan kesusahan yang menimpa dia, Ayub tidak melihat jalan keluar selain maut, teman-teman atau sahabat Ayub justru malah memojokan dia untuk semakin membuat Ayub tertekan. Ayub menyebut kenyataan penderitaan secara yang mengerikan dengan rasa sakit dan dengan kiasan yang kuat ia melukiskan apa yang dialami.
Ketiga sahabat membicarakan arti kesusahan yang diderita Ayub. Pengertian para sahabat dan Ayub terlalu besar bedanya dan berlangsung ditingkat berpikir yang lain. Para sahabat meneruskan ajaran hikmat dan Ayub bergumul dengan penderitaan yang menimpa dia dari pihak Allah dan menimbulkan persoalan baru. Pembicaraan yang mulai dengan sopan santun menjadi makin tajam dan agresif, dan akhirnya ternyata gagal. Para sahabat mirip satu dengan yang lain, namun masing-masing mempunyai tekanan sendiri dan mewakili suatu aliran pemikiran. Demikian Elifas yakin bahwa tiap tindakan berakibat sehingga perlu ditanyakan apa sebabnya timbul situasi kekinian. Khususnya tiap penderitaan membuktikan bahwa telah terjadi kesalahan, tetapi Allah mengenal kelamahan manusia dan rela mengampuni orang yang bertobat, mengaku salah dan rela mencari yang baik.[9]
Orang benar bisa menderita
Iblis berpikir bahwa Ayub takut akan
Allah karena harta yang dia miliki, tetapi tuduhan ini salah. Walaupun hartanya
banyak, hidupnya tidak ditentukan oleh kekayaannya itu. Allah mempercayai Ayub
yang benar-benar tidak mengecewakan.[10]
Penderitaan yan dialami oleh Ayub begitu
berat. Dijelaskan dalam pasal 1:20 Ayub tunduk dan sujud menyembah. Dalam
percakapan yang dilakukan oleh Ayub dan teman-temannya, tidak ada satupun
teman-teman Ayub yang dapat menjawab keluhan Ayub. Teman-teman Ayub memiliki
pandangan bahwa barangsiapa yang saleh hidupnya, tentu enak juga hidupnya
(tidak akan menderita) tetapi berbeda dengan kehidupan Ayub yang hidupnya penuh
dengan sengsara. Sehingga Ayub mempertanyakan penderitaan yang dialaminya
kepada Allah. Ayub merasa Allah diam atas penderitaannya. Seperti yang
diungkapkan oleh Ayub dalam Pasal 19:6, “ Ayub mengatakan bahwa Allah telah
berlaku tidak adil terhadap aku, dan menebarkan jala-Nya atasku.” Ayub mulai
mempertanyakan keadilan Allah atas dirinya.[11]
Ayub mendapatkan penghiburan dari
teman-temannya ketika ia sedang mengalami penderitaan (Zofar, Elifas dan
Bildad). Mereka memberikan argument kepada Ayub tentang penderitaannya itu.
Inti dari argument mereka hanyalah untuk mempersalahkan hidup Ayub, ketiganya
beranggapan bahwa sengsara yang ia alami karena dosanya, dan murka atau
perkenanan Allah dinyatakan dengan sengsara atau sejahtera dalam hidup manusia.
Namun argument mereka tiding mempengaruhi terhadap kehidupan Ayub. Ayub merasa
dirinya benar tidak pantas untuk menderita (hal ini dapat kita lihat bahwa Ayub
yang merupakan orang-orang yang saleh memang tidak pantas untuk menderita).[12]
Kedaulatan Allah dalam Penderitaan
Ayub bersama dengan teman-temannya tidak
pernah menunjukan keraguan tentang kedaulatan mutlak Allah. Mereka menyatakan
anggapan mereka bahwa pasti ada alasan yang sangat baik bagi setiap peristiwa
dan juga situasi yang terjadi yang baik maupun yang buruk. Seperti yang
dinyatakan oleh Ayub pada awal pencobaan dan penderitaan yang ia alami bahwa
“TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN(1:21). Allah
yang berdaulat penuh dan mengasihi dengan sempurna tidak akan keliru dalam
menciptakan. Ayub bersama dengan teman-temannya juga memahami gagasan bahwa
dunia ini, kehidupan ini, bukan tujuan akhir manusia. Ayub dan teman-temannya
berbicara dengan sebuah pengharapan yang pasti akan kehidupan yang baik yang
akan datang, kehidupan sesudah kematian jasmani.
Ayub menggunakan seluruh pembicaraan itu
untuk menggambarkan tentang bagaimana kuasa Allah yang tidak terbatas, bahkan
Ia memiliki suatu kemampuan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan-Nya
kapan saja dan di mana saja (Ayub 9) waktu Tuhan pasti yang terbaik. Dari
pandangan Ayub, tidak ada situasi atau peristiwa di mana pun di dalam ataupun
di luar kosmos yang terjadi di luar kendali Allah. Pembahasan ini sangat jelas
pada pasal 23, Ayub ingin menguraikan secara terperinci tentang suatu pengetahuan
dan kedaulatan Allah.[13]
Relevansi penderitaan orang benar
masa kini.
Kehidupan Kristen tentu tidak hanya
berbicara mengenai berkat saja, tetapi juga ada penderitaan yang akan dialami
orang percaya ketika ia masih hidup di bumi ini. Rasul Paulus mengajarkan
kepada jemaat di Filipi ketika ia sedang berada di dalam penjara ”Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja
untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,”
Jadi menderita adalah bagian dari hidup yang harus dialami oleh orang percaya.
Tuhan mau setiap orang bertahan di dalam penderitaan yang dialaminya. Termasuk di
dalam kisah Ayub yang menderita tanpa sebab dan akibat. Ayub menderita karena
Tuhan ingin membuktikan kepada iblis bahwa masih ada orang-orang yang seperti
itu (bertahan dalam penderitaan). Begitu juga di dalam PB, kita dikaruniakan
bukan hanya percaya saja tetapi juga menderita. Karena tidak ada keselamatan tanpa melalui
penderitaan. Yesus menderita (mati) untuk orang percaya menerima keselamatan.
Maka karena itu tidak asing jika orang benar mengalami penderitaan.
Allah tentu berdaulat penuh atas penderitaan
Ayub. Segala sesuatu yang diizinkan terjadi karena di bawah kendali Allah.
Kemahakuasaa-Nya tidak terukur oleh pemikiran manusia, sehingga terkadang
banyak pertanyaan mengaapa hal ini terjadi. Tentu sebagai orang percaya kita
harus menyadari dan mengerti bahwa semua sudah dikendalikan oleh Allah walaupun
tidak masuk akal. Namun sebagai orang percaya tugasnya ialah terus mengandalkan
Tuhan dan jangan pernah meninggalkannya, karena Allah sudah menyediakan yang
terbaik untuk kehidupan orang percaya. Jadi, kedaulatan Allah dalam penderitaan
orang benar tentu bukan hanya kepada Ayub saja. Ada banyak hal yang telah
dialami orang percaya ketika setia dengan Allah justru malah menderita (bisnis
bangkrut, keluarga meninggal) tetapi jika terus setia kepada Allah, maka Allah
akan memberikan sesuatu yang lebih bernilai dimata Tuhan.
C.
Kesimpulan
Ayub adalah seorang tokoh yang takut akan Tuhan, ia
mengalami penderitaan karena kepercayaannya dengan Tuhan bukan karena kutuk
dosa yang ia lakukan. Tuhan mau membuktikan kepada iblis bahwa masih ada orang
yang kuat dan tetap percaya kepadanya walaupun ia mengalami penderitaan yang
begitu berat. Anak-anak Ayub mati, isterinya pun mencoba mempengaruhi dia untuk
mengutuki Allah yang ia percayai tetapi ia tidak mau menuruti apa yang
isterinya katakan.
Penderitaan Ayub semata-mata
karena dosa tetapi yang sesungguhnya ialah karena kesungguhan hatinya yang
membuat Allah yakin bahwa ia tetap bertahan di tengah-tengah penderitaan
sehingga Allah mempromosikan Ayub kepada iblis karena Allah mau membuktikan
masih ada manusia yang merasa cukup dengan keadaan yang sungguh menderita. Hal
ini di tujukan karena kejatuhan iblis yang tidak merasa puas dengan posisi yang
ia miliki sehingga Allah menjatuhkan dia. Jadi, Allah yang Mahakuasa tidak diam
ketika orang percaya mengalami penderitaan. Allah selalu punya rencana yang
terkadang manusia sulit unutk memahaminya dan waktu-Nya pasti yang terbaik.
Daftar Pustaka
Kepustakaan
Atkinson David, 2002. Ayub. Jakarta. YKBK hlm 29
Atknison David, 2002.
Seri Pemahaman Dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini (Lembaga Alkitab
Indonesia) 30.
Balchin John, 2008. Intisari Alkitab Perjanjian Lama (Jakarta:
Persekutuan Pembaca Alkitab), 19, 119.
Barth M. C, 2016. Ayub (Bergumul Dengan Penderitaan Bergumul
dengan Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia,)
Hassell Bullock, 2003. C,
Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjain Lama (Malang:
Gandum Mas), 89.
L. Baker David, 2009. Mari Mengenai Perjanjian Lama (Jakarta:
BPK Gunung Mulia) 94.
Sidlow Baxter J, 1996. Menggali Isi
Alkitab, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih), 42-63
W.S. Lasor, 2015. dkk, Pengantar Perjanjian Lama (Jakarta: BPK
Gunung Mulia), 125.
Internet
Jurnal
Resky Rannu, Jawaban Tentang Masalah
Penderitaan Menurut Kitab Ayub. Hlm 2
Jurnal Yohanes
Krismantyo Susanta, Harapan di Tengah
Penderitaan. Hlm 94-95
KBBI
online
Paris Tandiring, and SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY.
"Tinjauan Teologis terhadap Keadilan
Allah Berdasarkan Ayub 39: 34-40: 9 dan Implementasinya Bagi Orang Percaya Masa
Kini." (2018), 350
[1]W.S.
Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 125.
[2]C.
Hassell Bullock, Kitab-Kitab Puisi Dalam
Perjanjain Lama (Malang: Gandum Mas, 2003), 89.
[3]John
Balchin, Intisari Alkitab Perjanjian Lama
(Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab, 2008), 119.
[4]John
Balchin, Intisari Alkitab Perjanjian Lama
(Jakarta: Persekutuan Pembacaan Alkitab, 2008) 19.
[5]David
Atknison, Seri Pemahaman Dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini (Lembaga
Alkitab Indonesia 2002,) 30.
[6]David
L. Baker, Mari Mengenai Perjanjian Lama (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009) 94.
[7]Jurnal
Yohanes Krismantyo Susanta, Harapan di
Tengah Penderitaan. Hlm 94-95
[8]KBBI
[9]M.
C. Barth, Ayub (Bergumul Dengan
Penderitaan Bergumul dengan Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016)
[10]David
Atkinson. 2002. Ayub. Jakarta. YKBK
hlm 29
[11]Paris Tandiring, and SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA
JAFFRAY. "Tinjauan Teologis terhadap Keadilan Allah Berdasarkan Ayub 39:
34-40: 9 dan Implementasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini." (2018), 350
[12]J.
Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 1996), 42-63
[13]Jurnal
Resky Rannu, Jawaban Tentang Masalah
Penderitaan Menurut Kitab Ayub. Hlm 2
0 Comments