Header

Kedaulatan Allah Dalam Penderitaan Ayub dan Relevansinya Bagi Manusia Masa Kini || Rizky Arya Susanto


 


KEDAULATAN ALLAH DALAM PENDERITAAN AYUB DAN RELEVANSINYA BAGI MANUSIA MASA KINI

        Latar Belakang

        Kitab Ayub selain merupakan contoh sastra hikmat, juga merupakan contoh dramatis jenis sastra “ratapan pribadi” dalam bentuk drama.[1] Gaya pertanyaan yang digunakan cukup mencolok dalam dialog tersebut. Tuhan tidak memberi jawaban langsung kepada Ayub di dalam kisahnya. Hassell Bullock mengatakan bahwa persoalan yang paling nyata dalam kitab Ayub ialah penderitaan orang benar.[2] Hal ini ditunjukan kepada diri Ayub yang mengalami penderitaan padahal hidupnya takut akan Tuhan.  Hal ini telah menjadi banyak pertanyaan bagi setiap orang yang mengetahui kisah Ayub tersebut bahwa mengapa orang benar bisa menderita?[3] Ayub adalah orang yang beriman kepada Allah maka karena itu ia tidak mau mengutuki Allahnya walaupun banyak tekanan yang ia sedang alami pada saat itu. Sahabat-sahabat Ayub berusaha memecahkan persoalan penderitaan yang ia alami. Sahabat-sahabatnya berpendapat bahwa penderitaan Ayub adalah bukti bahwa ia pernah melakukan pelanggaran sehingga Allah membuat ia menderita. Sahabat-sahabatnya mengatakan bahwa nasib baik selalu merupakan ganjaran Tuhan atas perbuatan yang baik, dan bahwa bila Ayub mau mengakui dosa-dosanya dengan segera, ia akan kembali bernasib baik.[4]

    Pergumulan utama kitab Ayub sebenarnya mulai tersingkap ketika iman Ayub tidak meringankan penderitaannya, justru membuat penderitaannya menjadi lebih parah lagi. Penderitaan yang ia alami sulit dipikirkan karena begitu mengerikan bagi setiap manusia.[5] Penderitaan yang ia alami itu bukanlah suatu hukuman yang disebabkan oleh dosa. Tetapi karena manusia tidak dapat memahami segala rencana Allah dan tidak perlu meragukan kebaikan dan kebijaksanaan penciptanya. Akhirnya Allah memulihkan keadaan Ayub.[6] Dalam kisah Ayub, setelah bergulat dengan penderitaan, Ayub diundang oleh Allah untuk masuk  dalam pertemuan yang hangat dan personal dengan diri-Nya, dan Ayub pun menerimanya. Dalam Perjumpaan dengan Allah itu, Ayub memperoleh kesadaran baru tentang Allah. Dia mengakui kekeliruannya, selama ini ia memandang Allah secara manusiawi.

         Penderitaan orang benar terkadang sulit ditemukan alasannya. Hanya saja, yang jelas adalah bahwa penderitaan akan memperdalam hubungan antara manusia dengan Allah, dengan penderitaan akhirnya manusia sadar bahwa yang terpenting dalam hidup adalah kehadiran Allah, bukan yang lain. Degan demikian manusia sekaligus diingatkan untuk berhati-hati dalam menciptakan presepsi bahwa penderitaan seseorang disebabkan oleh dosa-dosanya. Situasi atau kondisi yang oleh manusia dianggap sebagai keputusan dan penderitaan bukan untuk di hindari dan ditarapi, melainkan untuk di hadap. Bahkan sesuatu yang secara umum dipandang sebagai penderitaan mungkin saja merupakan anugrah Allah yang terselubung, yang masih sukar dipahami oleh logika manusia. Manusia tidak dapat menemukan alasan dari penderitaannya, tetapi dibalik penderitaan tersebut, ada maksud dari tindakan Allah.[7] Yaitu, Allah mau menunjukan kepada iblis bahwa masih ada orang yang dapat bertahan untuk tetap percaya kepada-Nya. Karena Allah mengetahui, iblis jatuh akibat ketidakpuasan terhadap apa yang ia miliki sehingga ia mau menyamai Allah. Dari sini terbukti bahwa Ayub percaya bukan karena apa yang ia punya karena ketika pencobaan datang ia tetap bertahan dalam pencobaannya.  

A.       Landasan Teori

                Landasan teori adalah seperangkat definisi, konsep serta proposisi yang telah disusun rapi serta sistematis tentang variabel-variabel dalam sebuah penelitian. Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan.

Kedaulatan Allah

        Kedaulatan Allah berarti Allah memiliki sesuatu hak eksklusif untuk menguasai semua ciptaan-Nya, Ia memiliki kendali penuh atas ciptaan-Nya.Alkitab mendefinisikan kedaulatan Allah melalui hidup dan memerintah segala sesuatu yang dilakukan secara sempurna (Kej.2:3, Yes. 64:8). Allah mahakuasa, karya-Nya tidak pernah terbatas bagi kehidupan manusia. Mungkin bagi manusia itu sulit diterima tetapi jika Allah sudah berkehendak semuanya akan jadi. Manusia ingin memikirkan Allah yang tidak terbatas dengan pemikirannya yang terbatas, sebab hanya dapat mengenal Allah sejauh Allah memperkenalkan diri melalui firman-Nya (Ul.29:29).

Penderitaan Ayub

        Kata penderitaan menurut KBBI yaitu keadaan yang menyedihkan yang harus ditanggung[8] dan Ayub adalah orang yang takut akan Tuhan, yang merupakan salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama (Alkitab). Jadi penderitaan Ayub adalah keadaan orang yang takut akan Tuhan yang mengalami  keadaan menyedihkan.

Relevansi masa kini

    Pengertian relevansi adalah keterkaitan, hubungan atau kecocokan yang terjadi hingga sekarang.       

B.     Garis Besar

Siapa Ayub

            Ayub adalah orang yang berbudi baik dan mempunyai kekayaan yang luar biasa, yang kemudian mengalami musibah hebat. Ia kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, lalu dihinggapi penyakit kulit yang menjijikan. Dalam tiga rangkaian percakapan yang bersajak, si penulis menggambarkan bagaimana teman-teman Ayub, dan Ayub sendiri menanggapi malapetaka itu. Pokok yang penting dalam percakapan-percakapan itu ialah yang menyinggung caranya Allah memperlakukan manusia. Pada bagian terakhir, Allah sendiri menyatakan diriNya kepada Ayub

Penderitaan Menurut Kitab Ayub

 Pencobaan yang di alami Ayub sangat membuat ia menderita. Ayub ditimpa dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke bara kepalanya. Panas kering, panas dingin dirasakan melalui kulit. Kulit melindungi otot-otot dari rasa dingin, kotoran dan sebagainya. Kulit merupakan batas antara saya dan yang lain. Penyakit kulit yang dialami Ayub sangat mengganggu, menimbulkan rasa gatal, sakit, terlihat jelek dan menghindarkan ketenangan siang dan malam. Ayub merasa tersiksa. Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya sambil duduk di tempat abu-abu. Sesuai adat pada saat itu, ia dibawa keluar rumah agar tidak menyakiti yang lain. Ia diantar ke tempat di mana masyarakat membawa abu. Di situ ia diberikan pelayanan seperlunya. Ayub tidak mengatakan apa pun juga. Ia bungkam dalam penderitaannya.

  Ketika Ayub sedang mengalami penderitaan yang begitu berat dalam kehidupan manusia, orang terdekat dengan dia sekalipun (istrinya) menjatuhkan dia, malah menyuruh untuk mengutuki Allah yang Ayub sembah. Betapa sakit hatinya Ayub ketika mendengar perkataan yang istrinya berikan. Secara kemanusiawian Ayub merasakan tekanan dari dalam dan dari luar yang begitu parah. Saat istrinya mengatakan hal yang membuat Ayub jatuh, Ayub tetap percaya kepada Allah dan tidak meninggalkan Allah karena perkataan istrinya itu. Bahkan Ayub menanggapi perkataan isterinya dengan mengatakan bahwa perkataan isterinya seperti perempuan gila, maksudnya ialah seperti orang yang tidak mengenal Allah. Memang mereka sama-sama mengalami penderitaan karena telah kehilangan anak-anaknya dan harta bendanya tetapi Ayub tetap bertahan dalam pencobaan yang ia alami tidak seperti isterinya yang meninggalkan Allah.

    Selain tekanan dari isteri, Ayub pun mengalami tekanan dari teman-temannya juga. Ketika teman-teman terdekatnya mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing. Elifas datang dari Teman di Moab, di sebelah timur Laut Mati (Kej.39:39; Yes.48:20). Bildad datang dari kota Suah, yang terletak di tepi Sungai Eufrat, dan Zofar datang dari kota Naamah yang terletak di Lereng Gunung Lebanon di jalan di antara Beirut dan Damsyik. Di hadapan kesusahan yang menimpa dia, Ayub tidak melihat jalan keluar selain maut, teman-teman atau sahabat Ayub justru malah memojokan dia untuk semakin membuat Ayub tertekan. Ayub menyebut kenyataan penderitaan secara yang mengerikan dengan rasa sakit dan dengan kiasan yang kuat ia melukiskan apa yang dialami.

     Ketiga sahabat membicarakan arti kesusahan yang diderita Ayub. Pengertian para sahabat dan Ayub terlalu besar bedanya dan berlangsung ditingkat berpikir yang lain. Para sahabat meneruskan ajaran hikmat dan Ayub bergumul dengan penderitaan yang menimpa dia dari pihak Allah dan menimbulkan persoalan baru. Pembicaraan yang mulai dengan sopan santun menjadi makin tajam dan agresif, dan akhirnya ternyata gagal. Para sahabat mirip satu dengan yang lain, namun masing-masing mempunyai tekanan sendiri dan mewakili suatu aliran pemikiran. Demikian Elifas yakin bahwa tiap tindakan berakibat sehingga perlu ditanyakan apa sebabnya timbul situasi kekinian. Khususnya tiap penderitaan membuktikan bahwa telah terjadi kesalahan, tetapi Allah mengenal kelamahan manusia dan rela mengampuni orang yang bertobat, mengaku salah dan rela mencari yang baik.[9]

Orang benar bisa menderita

Iblis berpikir bahwa Ayub takut akan Allah karena harta yang dia miliki, tetapi tuduhan ini salah. Walaupun hartanya banyak, hidupnya tidak ditentukan oleh kekayaannya itu. Allah mempercayai Ayub yang benar-benar tidak mengecewakan.[10]

Penderitaan yan dialami oleh Ayub begitu berat. Dijelaskan dalam pasal 1:20 Ayub tunduk dan sujud menyembah. Dalam percakapan yang dilakukan oleh Ayub dan teman-temannya, tidak ada satupun teman-teman Ayub yang dapat menjawab keluhan Ayub. Teman-teman Ayub memiliki pandangan bahwa barangsiapa yang saleh hidupnya, tentu enak juga hidupnya (tidak akan menderita) tetapi berbeda dengan kehidupan Ayub yang hidupnya penuh dengan sengsara. Sehingga Ayub mempertanyakan penderitaan yang dialaminya kepada Allah. Ayub merasa Allah diam atas penderitaannya. Seperti yang diungkapkan oleh Ayub dalam Pasal 19:6, “ Ayub mengatakan bahwa Allah telah berlaku tidak adil terhadap aku, dan menebarkan jala-Nya atasku.” Ayub mulai mempertanyakan keadilan Allah atas dirinya.[11]

Ayub mendapatkan penghiburan dari teman-temannya ketika ia sedang mengalami penderitaan (Zofar, Elifas dan Bildad). Mereka memberikan argument kepada Ayub tentang penderitaannya itu. Inti dari argument mereka hanyalah untuk mempersalahkan hidup Ayub, ketiganya beranggapan bahwa sengsara yang ia alami karena dosanya, dan murka atau perkenanan Allah dinyatakan dengan sengsara atau sejahtera dalam hidup manusia. Namun argument mereka tiding mempengaruhi terhadap kehidupan Ayub. Ayub merasa dirinya benar tidak pantas untuk menderita (hal ini dapat kita lihat bahwa Ayub yang merupakan orang-orang yang saleh memang tidak pantas untuk menderita).[12]

Kedaulatan Allah dalam Penderitaan

Ayub bersama dengan teman-temannya tidak pernah menunjukan keraguan tentang kedaulatan mutlak Allah. Mereka menyatakan anggapan mereka bahwa pasti ada alasan yang sangat baik bagi setiap peristiwa dan juga situasi yang terjadi yang baik maupun yang buruk. Seperti yang dinyatakan oleh Ayub pada awal pencobaan dan penderitaan yang ia alami bahwa “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN(1:21). Allah yang berdaulat penuh dan mengasihi dengan sempurna tidak akan keliru dalam menciptakan. Ayub bersama dengan teman-temannya juga memahami gagasan bahwa dunia ini, kehidupan ini, bukan tujuan akhir manusia. Ayub dan teman-temannya berbicara dengan sebuah pengharapan yang pasti akan kehidupan yang baik yang akan datang, kehidupan sesudah kematian jasmani.

Ayub menggunakan seluruh pembicaraan itu untuk menggambarkan tentang bagaimana kuasa Allah yang tidak terbatas, bahkan Ia memiliki suatu kemampuan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan-Nya kapan saja dan di mana saja (Ayub 9) waktu Tuhan pasti yang terbaik. Dari pandangan Ayub, tidak ada situasi atau peristiwa di mana pun di dalam ataupun di luar kosmos yang terjadi di luar kendali Allah. Pembahasan ini sangat jelas pada pasal 23, Ayub ingin menguraikan secara terperinci tentang suatu pengetahuan dan kedaulatan Allah.[13]

Relevansi penderitaan orang benar masa kini.

Kehidupan Kristen tentu tidak hanya berbicara mengenai berkat saja, tetapi juga ada penderitaan yang akan dialami orang percaya ketika ia masih hidup di bumi ini. Rasul Paulus mengajarkan kepada jemaat di Filipi ketika ia sedang berada di dalam penjara ”Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” Jadi menderita adalah bagian dari hidup yang harus dialami oleh orang percaya. Tuhan mau setiap orang bertahan di dalam penderitaan yang dialaminya. Termasuk di dalam kisah Ayub yang menderita tanpa sebab dan akibat. Ayub menderita karena Tuhan ingin membuktikan kepada iblis bahwa masih ada orang-orang yang seperti itu (bertahan dalam penderitaan). Begitu juga di dalam PB, kita dikaruniakan bukan hanya percaya saja tetapi juga menderita.  Karena tidak ada keselamatan tanpa melalui penderitaan. Yesus menderita (mati) untuk orang percaya menerima keselamatan. Maka karena itu tidak asing jika orang benar mengalami penderitaan.

Allah tentu berdaulat penuh atas penderitaan Ayub. Segala sesuatu yang diizinkan terjadi karena di bawah kendali Allah. Kemahakuasaa-Nya tidak terukur oleh pemikiran manusia, sehingga terkadang banyak pertanyaan mengaapa hal ini terjadi. Tentu sebagai orang percaya kita harus menyadari dan mengerti bahwa semua sudah dikendalikan oleh Allah walaupun tidak masuk akal. Namun sebagai orang percaya tugasnya ialah terus mengandalkan Tuhan dan jangan pernah meninggalkannya, karena Allah sudah menyediakan yang terbaik untuk kehidupan orang percaya. Jadi, kedaulatan Allah dalam penderitaan orang benar tentu bukan hanya kepada Ayub saja. Ada banyak hal yang telah dialami orang percaya ketika setia dengan Allah justru malah menderita (bisnis bangkrut, keluarga meninggal) tetapi jika terus setia kepada Allah, maka Allah akan memberikan sesuatu yang lebih bernilai dimata Tuhan.

C.    Kesimpulan

            Ayub adalah seorang tokoh yang takut akan Tuhan, ia mengalami penderitaan karena kepercayaannya dengan Tuhan bukan karena kutuk dosa yang ia lakukan. Tuhan mau membuktikan kepada iblis bahwa masih ada orang yang kuat dan tetap percaya kepadanya walaupun ia mengalami penderitaan yang begitu berat. Anak-anak Ayub mati, isterinya pun mencoba mempengaruhi dia untuk mengutuki Allah yang ia percayai tetapi ia tidak mau menuruti apa yang isterinya katakan.  

          Penderitaan Ayub semata-mata karena dosa tetapi yang sesungguhnya ialah karena kesungguhan hatinya yang membuat Allah yakin bahwa ia tetap bertahan di tengah-tengah penderitaan sehingga Allah mempromosikan Ayub kepada iblis karena Allah mau membuktikan masih ada manusia yang merasa cukup dengan keadaan yang sungguh menderita. Hal ini di tujukan karena kejatuhan iblis yang tidak merasa puas dengan posisi yang ia miliki sehingga Allah menjatuhkan dia. Jadi, Allah yang Mahakuasa tidak diam ketika orang percaya mengalami penderitaan. Allah selalu punya rencana yang terkadang manusia sulit unutk memahaminya dan waktu-Nya pasti yang terbaik.

 

Daftar Pustaka

Kepustakaan

Atkinson David, 2002. Ayub. Jakarta. YKBK hlm 29

Atknison David, 2002. Seri Pemahaman Dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini (Lembaga Alkitab Indonesia) 30.

Balchin John, 2008. Intisari Alkitab Perjanjian Lama (Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab), 19, 119.

Barth M. C, 2016. Ayub (Bergumul Dengan Penderitaan Bergumul dengan Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia,)

Hassell Bullock, 2003. C, Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjain Lama (Malang: Gandum Mas), 89.

L. Baker David, 2009. Mari Mengenai Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia) 94.

Sidlow Baxter J, 1996. Menggali Isi  Alkitab, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih), 42-63

W.S. Lasor, 2015. dkk, Pengantar Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 125.

Internet

Jurnal Resky Rannu, Jawaban Tentang Masalah Penderitaan Menurut Kitab Ayub. Hlm 2

Jurnal Yohanes Krismantyo Susanta, Harapan di Tengah Penderitaan. Hlm 94-95

KBBI online

Paris Tandiring, and SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY. "Tinjauan Teologis terhadap Keadilan Allah Berdasarkan Ayub 39: 34-40: 9 dan Implementasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini." (2018),  350

 

 



[1]W.S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 125.

[2]C. Hassell Bullock, Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjain Lama (Malang: Gandum Mas, 2003), 89.

[3]John Balchin, Intisari Alkitab Perjanjian Lama (Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab, 2008), 119.

[4]John Balchin, Intisari Alkitab Perjanjian Lama (Jakarta: Persekutuan Pembacaan Alkitab, 2008) 19.

[5]David Atknison, Seri Pemahaman Dan Penerapan Amanat Alkitab Masa Kini (Lembaga Alkitab Indonesia 2002,) 30.

[6]David L. Baker, Mari Mengenai Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) 94.

[7]Jurnal Yohanes Krismantyo Susanta, Harapan di Tengah Penderitaan. Hlm 94-95

[8]KBBI

[9]M. C. Barth, Ayub (Bergumul Dengan Penderitaan Bergumul dengan Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016)

[10]David Atkinson. 2002. Ayub. Jakarta. YKBK hlm 29

[11]Paris Tandiring, and SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY. "Tinjauan Teologis terhadap Keadilan Allah Berdasarkan Ayub 39: 34-40: 9 dan Implementasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini." (2018),  350

[12]J. Sidlow Baxter, Menggali Isi  Alkitab, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996), 42-63

[13]Jurnal Resky Rannu, Jawaban Tentang Masalah Penderitaan Menurut Kitab Ayub. Hlm 2

Post a Comment

0 Comments