pexels.com
Harga Diri: Sebuah
Kemewahan
Kita melihat
sebuah perjalanan kebudayaan. Manusia mulai dengan telanjang. Lalu ia
berpakaian untuk menutupi ketelanjangannya. Kini, ia perlu menghiasi dirinya
dengan ornament-ornamen untuk makin menutupi ketelanjangannya, yaitu harga
diri. Harga diri itu mahal, karena didapatkan dengan harga darah Habel.
Bukankah
sesuatu yang indah ketika Hawa melahirkan anak-anaknya? Pertama lahirlah Kain,
kemudian Habel menyusul. Mereka berdua mempersembahkan kurban. Habel membawa
kurban terbaik, hasil pertama dari apa yang dikerjakannya. Tidak demikian
dengan Kain. Tidak diindikasikan bahwa Kain membawa hasil sulung dari apa yang
dberikan Habel dan menolak Kain. Penolakan itu sakit. Kain tak mampu menahan
emosi dan kebenciannya. Harga dirinya terlalu tinggi untuk membiarkan seorang
Habel hidup. Pembunuhan pertama terjadi dalam sejarah manusia. Ketika Tuhan
bertanya pun, ia menjawab Tuhan seenaknya. Tidak ada kasih lagi. Kehidupan di
luar Eden memang sudah berbeda.
Kain tak bisa
lari dari kenyataan. Disertai jaminan pemeliharaan dari Tuhan, Kain pergi.
Kini, pakaian Kain dilumuri dengan harga diri yang membuatnya miskin. Apakah
kematian Habel menjadi sia-sia? Mungkin iya, jika kita melihat “Habel” dalam
bahasa Ibrani yang berarti “sia-sia” atau “sementara”. Tetapi, sebenarnya
tidak, karena Allah mendengar teriakan darah dari tanah itu. Kebenaran dan
keadilan akan ditegakan. Kalau darah Habel berteriak dengan keras dari tanah,
terlebih lagi darah Yesus Kristus. Ia adalah korban tak berdosa, namun harus
menanggung manusia berdosa. Darah-Nya akan berteriak bagi mereka yang dikasihi-Nya.
Renungkan: Hati-hati
dengan harga diri Anda. Ia bisa merampas kasih dan kebahagiaan hidup Anda yang
sejati.
0 Comments