Header

Kitab Yehezkiel - Observasi Latar Belakang Sejarah || Penulis - Konteks Politik - Konteks Historis - Budaya - Agama

 Observasi latar belakang sejarah: tentukan siapa penulis kitab, kapan dan dimana ditulis, konteks historis; konteks politik; agama/kepercayaan; budaya dll.

Penulis Kitab

            Kitab Yehezkiel berasal dari zaman pembuangan. Menurut kitab tersebut, Allah memberikan pesan khusus kepada Yehezkiel, pada masa awal pembuangan antara tahun 593 dan tahun 571 sM untuk melayani-Nya sebagai nabi. Yehezkiel merupakan anak seorang imam yang dibawa ke Babel pada tahun 597 sM (Yehezkiel 33:21; 2 Raja-raja 24:11-16).[1] Sebagai seorang yang lahir dari keluarga imam, ia memahami hal-hal yang berkaitan dengan hukum Taurat, bait Allah dan kurban-kurban. Sebagai seorang nabi, Yehezkiel berfungsi sebagai juru bicara Allah di pembuangan. Dia juga melayani sebagai penjaga Israel (3:17-21), seperti tugas nabi pada umumnya yaitu memperingatkan umat tentang apa yang telah dilakukan Allah dalam penghakiman-Nya, dan memanggil mereka untuk bertobat. Penghakiman yang Allah berikan bagi mereka merupakan akibat dari pelanggaran yang telah diperbuatnya. Sehingga Yehezkiel menegaskan kepada bangsa Israel bahwa mereka harus bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang mereka lakukan.[2]

            Kitab Yehezkiel merupakan salah satu kitab yang banyak diperdebatkan keutuhannya sebagai kitab satu kesatuan, baik dari sisi penulis maupun isi dalam kitab tersebut. Menurut buku yang ditulis oleh Dr Evendy Tobing, mencatat pandangan-pandangan dari para teolog modern yang beranggapan bahwa kitab Yehezkiel sebenarnya hanya terdiri dari 39 pasal, yang kemudian ditambahkan dengan pasal 40-48. Pasal tambahan tersebut kemungkinan ditulis oleh para murid Yehezkiel, sesuai dengan maksud dan tujuan Yehezkiel (tentang restorasi Yerusalem) sendiri.  Kemungkinan ditulis pada tahun 440-400 sM. Yang lebih ekstrim dari pandangan mengenai penulisan kitab Yehezkiel yaitu pandangan yang mengakui bahwa Yehezkiel hanya menulis sepertujuh bagian saja. Pandangan-pandangan tersebut diatas jelas menolak keutuhan kitab Yehezkiel. Disisi lain, para teolog yang meyakini kitab Yehezkiel merupakan hasil karya dari satu orang penulis, dalam hal ini Yehezkiel sendiri. Mereka membuktikan kebenaran dengan beberapa alasan yaitu keutuhan kitab ini terlihat dari struktur yang seimbang susunannya mulai dari pasal 1-48. Kisah yang dilihat memiliki berita yang konsisten. Tanda-tanda kesatuan baik gaya maupun bahasa. Kronologis yang jelas dengan data-data yang valid pada 1:1-2; 8:1; 20:1; 24:1; 26:1; 29:1; 30:20; 31:1; 32:1, 17; 32:21; 40:1. Dan terakhir dapat dilihat dari karakter dan pribadi Yehezkiel yang terlihat secara konsisten melalui keseluruhan kitab.[3]

            Selain dari pada mengetahui penulis kitab Yehezkiel, perlu diketahui juga bahwa tempat pelayanan Yehezkiel berada di Babel. Meskipun masih banyak para pakar yang memperdebatkan topik ini. Hal ini dikarenakan adanya keseksamaan mengenai penglihatan tentang Bait Suci dalam pasal 8-11. Berbagai teori yang panjang lebar tentang adanya beberapa tempat tinggal sudah disusun dalam usaha untuk menerangkan kisah yang terperinci sebagai saksi mata dari peristiwa-peristiwa di Yerusalem dan penawanannya di Babilonia. Dari bukti yang ada, Babilonia merupakan tempat pelayanan Yehezkiel.[4]

Politik                                                   

            Keguncangan bagi kerajaan Yehuda karena kematian raja Yosia dan pemecatan raja Yoahas oleh Mesir. Raja Yoyakim yang mendukung Mesir tidak disukai oleh rakyat, terlebih pemerintahannya dinilai tirani. Pertentangan antara Babel dan Mesir memperebutkan Siria dan Filistin berakhir dengan kemenangan Babel pada tahun 605 sM. Kemenangan tersebut menentukan Babel atas kedua daerah tersebut. Tentu dampak ini diterima oleh Yehuda yang ditaklukan pada tiga tahun kemudian. Namun sekitar tahun 600 sM Yoyakim memberontak terhadap  Babel. Hal ini disebabkan karena kegagalan untuk memasuki daerah Mesir. Yoyakim berpandangan bahwa kegagalan tersebutmemberikan harapan untuk mendapat bantuan dari Mesir. Untuk mengahadapai pemberontakan Yoyakim tersebut, Nebudkanezar mengirimkan tentara yang terdiri dari orang Kasdim, Moab, Amon dan Edom ke medan pertempuran (2 Raja-raja 24:2).  Pada tahun 598 SM tentara tersebut mengepung Yehuda. Kemungkinan pada pengepungan  Yoyakim, disitulah ia Mati terbunuh. Dan setelah kematiannya, ia  digantikan oleh Yoyakhin anaknya pada tahun 597 sM dan Yoyakhin kemudian takluk kepada Nebukadnezar (2 Raja-raja 24:12; 2 Tawarikh 36:10). Pada tahun itu juga Yoyakhin dan kalangan atas Yehuda dibuang ke Babel, juga tua-tua keluarga kerajaan, para imam, termasuk Yehezkiel.[5]

Sosial  & Ekonomi

            Dalam pembuangan bangsa Israel ke Babel dituliskan dari catatan para nabi bahwa pemimpin umat dalam pembuangan adalah orang yang dari garis keturunan Daud yang dibantu oleh tua-tua. Mereka juga bebas untuk memilik harta (Yer.29:5). Menurut catatan kitab Ez. 1:6; 2:68, mereka sempat mengirimkan sumbangan-sumbangan yang besar ke Yerusalem. Di antara mereka ada juga yang bergabung ke dalam unit-unit militer sesuai dengan kebiasaan Asyur dan Babel.[6]

Keagamaan

            Dalam Pembuangan bangsa Israel ke Babel, identitas keagamaan mereka tetap dipertahankan. Karena itu mereka masih melaksanakan upacara-upacara hari Sabat dan sunat  masih dilakukan (Yehekiel 44:6). Bagi para nabi, kemenangan Yehuda tidak mewakili  mereka menang terhadap dewa Babel, bahkan Allah yang berkuasa atas bangsa-bangsa. Keyakinan para nabi bertentangan dengan sebagian umat Yehuda yang beranggapan dengan jatuhnya Yerusalem dan hancurnya bait Allah maka Allah telah dikalahkan. Hal ini yang mendasari para buangan untuk menyembah kepada dewa-dewa Babel dengan beribadah kepada allah lain juga pada saat itu. Karena Yehezkiel tidak berkompromi terhadap dosa yang mereka lakukan, ia mengecam bangsa Israel dengan berpendapat bahwa mereka harus kembali kejalan Allah, sebab masih ada pengharapan dan penebusan bagi mereka yang mau berbalik. Tetapi jika mereka tidak kembali, maka hukuman Allah terjadi atas bangsa Israel. Selain itu juga pengaruh keagamaan Babel dapat dilihat dalam berkembangnya pemahaman tentang setan dan juga perkembangan astrologi yang turut memengaruhi agama Israel.[7]

Kebudayaan   

            Perjuangan untuk melestarikan kebudayaan bukanlah sesuatu hal yang mudah bagi orang asing. Dalam hal ini bagi orang-orang Yahudi yang berada di Babel, sebuah jati diri baru bagi mereka, dalam budaya yang dominan, budaya asli harus dipalsukan. Mereka harus mengadaptasi ulang jati diri mereka di negeri asing untuk bertahan hidup. Setelah mereka mampu beradaptasi di negeri asing, banyak diantara mereka yang memanfaatkan kesempatan tersebut dengan baik, sehingga mereka bisa hidup mapan, kaya dan mempunyai pekerjaan yang baik. Mereka begitu berhasil dalam menyesuaikan diri dan berbaur dengan masyarakat dan cara hidup di Babel, sehingga banyak diantara mereka yang masih ingin menetap di Babel.[8]

Selanjutnya

[1]W.s. Lasor, D.a. Hubard. Pengantar Perjanjian Lama 2. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 383.

[2]Evendy Tobing, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama, (Malang: Steviera Literatur, 2019),80.

[3]Ibid, 82

[4]Andrew E Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama. (Malang: Gandum Mas, 2013), 554.

[5]Barnabas Ludji, Perkembangan Sosial Ekonomi Israel Kuno dan Zaman Leluhur Israel. (Jakarta: STT Jakarta), 44-45.

[6]Ibid, 49

[7]https://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Yehezkiel Di unduh pada senin 14 Juni 2021,  11:10 WIB

[8]Herowati Sitorus, Teologi Pembuangan: SUatu Kajian Teologis KOnsep Teologi Pembuangan menurut Yeremia. Jurnal Teologi, Vol 4, No. 1 Juli 2020, 66.

Post a Comment

0 Comments