MAKALAH
FENOMENA
LARANGAN PENYEBUTAN NAMA ALLAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Teologi Sistematika I
PROGRAM SARJANA
TEOLOGI (S.Th.)
Dosen Pengampu:
Yakup Hariyanto, M.Th
Oleh :
Rizky Arya Susanto
214.ST.12.18
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TABERNAKEL
INDONESIA
(STTIA)
Surabaya, 2020
BAB
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, telah
terjadi gejolak yang bersifat fenomenal
dikalangan gereja. Munculnya ajaran-ajaran atau pemahaman-pemahaman Alkitab
yang membuat umat Kristiani menjadi bingung bahkan membuat resah sebagian umat
Kristiani.[1] Hal
ini terjadi karena ajaran tersebut tidak menerima adanya nama Allah di dalam
Alkitab.
Nama-nama Allah membawa
kesulitan bagi pemikiran manusia. Allah adalah Ia yang tak dapat sepenuhnya
dipahami, yang ditinggikan secara tidak terbatas di atas segala sesuatu yang
terbatas. Tetapi melalui nama-namaNya, Ia turun kepada semua yang terbatas, dan
menjadi seolah-olah setara dengan manusia.
Oleh karena Dia yang tidak dapat dipahami sepenuhnya telah menyatakan
diri kepada makhlukNya untuk membuat diriNya dikenal manusia, Allah harus
merendahkan diri sampai setara dengan manusia, agar ia dapat dipahami oleh
kesadaran manusia yang terbatas, dan diucapkan dalam bahasa manusia.[2]
Dalam Perjanjian Lama,
nama Allah sering di sebut El dan
variasinya (El/Elohim/Eloah, Adonai dan Yahweh) yang digunakan sejak
permulaan Kitab Kejadian. Ketiga nama tersebut mempunyai pengertian yang mirip
satu sama lain tetapi juga mempunyai pengertian yang berbeda.[3] Di
dalam Alkitab Lembaga Indonesia (LAI), penggunan kata El/Elohim/Eloah dalam Perjanjian Lama diterjemahkan dengan sebutan
kata Allah. Nama Allah di dalam Perjanjian Lama merujuk kepada gelar atau
sebutan ketika Dia mau menunjukan sifat-sifat-Nya. Namun, masih adapun yang
menolak nama Allah tersebut karena dianggap sebagai dewa sesembahan umat Islam.
Sebutan Elohim juga tidak boleh
diganti menjadi Allah, karena paham ini berpandangan bahwa Elohim bukan nama dari Allah melainkan nama diri dari dewa bangsa
Arab.
Juga sama halnya dengan
nama YHWH di dalam Perjanjian Lama
merupakan nama yang sangat sakral, menurut tradisi Yahudi, mereka dilarang
menyebutkan nama YHWH tersebut.
Namun, nama yang sangat sakral itu boleh disebut setahun sekali oleh Imam
Agung, yang dilakukan di Bait Allah pada pesta Yom Kippur atau hari penebusan
(pendamaian) yang dianggap hari paling suci dalam agama Yahudi. Karena
kesakralan kata YHWH ini, maka tidak
sembarangan orang menyebutkannya bahkan pada saat pembacaan Kitab Suci pun
mereka mengganti kata YHWH tersebut
dengan Adonai atau dalam bahasa
terjemahan Ibrani ke Yunani disebut Kurios/Dominus. Istilah Adonai ini menggambarkan hubungan antara tuan dan hamba dalam
Perjanjian Lama (Kel. 21:4-6).
Dewasa ini, sudah
terdapat aliran yang menerbitkan Kitab
Suci Torat dan Injil. Secara khusus, di Indonesia sudah menekankan
pemulihan akan nama TUHAN dan Allah, karena nama tersebut dianggap sebagai nama
berhala bagi aliran yang menganut paham ini. Dengan bersemangat, gerakan inipun
menyiarkan keyakinan mereka dengan usaha seorang penganutnya yang memejahijaukan LAI atau Lembaga Alkitab
Indonesia untuk mengganti semua terjemahan kata TUHAN dan Allah menjadi YHWH dan Elohim. Aliran ini disebut Gerakan nama suci karena para
pengikutnya menekankan pemulihan nama YHWH
(bahasa Ibrani). Gerakan ini ingin agar orang Kristen masa kini hidup kembali
ke akar Yahudi,[4]
dengan cara YHWH tidak boleh diganti dengan
nama TUHAN, karena YHWH merupakan
sesembahan umat Israel dan tidak boleh diganti dengan sebutan apapun, apa lagi
dengan kata TUHAN.[5]
Jadi pandangan yang menganut paham ini menyimpulkan bahwa ketika ada yang
mengganti atau menterjemahkan YHWH
dan Elohim dengan kata TUHAN dan
Allah maka orang tersebut tidak sedang menyembah atau meninggikan Sang Pencipta
langit dan bumi serta isinya.
Dengan demikian makalah
ini dibuat oleh penulis agar kita dapat memahami nama Allah dengan benar,
sehingga tidak terjadi masalah di dalam penyebutan nama Allah di dalam Alkitab
bahkan di dalam kehidupan kita sehari-hari.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
1. Definisi Fenomena
Fenomena
adalah sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa
Inggris yaitu “phenomenon” yang
berarti penampakan tentang apa yang menampakan. Fenomena menjelaskan sesuatu
yang nampak terjadi tidak perlu harus diamati dengan indera, sebab fenomena
dapat juga dilihat atau ditilik secara rohani, tanpa melawan indera, juga
fenomena tidak perlu suatu peristiwa.[6]
2.
Definisi Larangan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indnesia, Larangan yaitu sesuatu yang terlarang karena
dipandang keramat atau suci.
3.
Definisi Penyebutan
Perihal,
cara, perbuatan menyebut atau menyebutkan
4.
Definisi Nama
Kata
untuk menyebut atau memanggil orang (tempat, barang, binatang, dan sebagainya).[7]
5.
Definisi Allah
Menurut
para teolog dan tokoh mistik besar, Allah adalah di luar batas pemahaman dan
presepsi manusia jadi sulit untuk didefinisikan. Jika Allah dapat
didefinisikan, Allah bukanlah Allah. Hal ini dikemukakan oleh Santo Gregorius
dari Nyssa di abad ke-4 dan Santo Gregorius Palamas pada abad ke-14 yang
keduanya menggarisbawahi transendensi radikal dan imanensirelatif Allah.[8]
Dengan demikian dapat saya simpulkan
bahwa terdapat prihal yang terlarang untuk menyebutkan nama Allah. Hal inilah
yang membuat penganut Yahweh tidak
mau menggunakan nama Allah karena dianggap nama Allah nama yang sakral.
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Nama-Nama
Allah
Nama-nama Sang
Pencipta telah disebutkan bersamaan dengan proses penyataan diri-Nya. Allah
menyatakan diri-Nya melalui ciptaan-Nya, maka manusia dapat berilmu
pengetahuan, dan Allah menyatakan diri-Nya melalui Firman-Nya, maka manusia
berteologi.[9]
Hal ini yang membuat Sang Pencipta itu dikenal. Ada dua cara Allah menyatakan
diri-Nya kepada manusia, yaitu melalui
penyataan khusus dan penyataan umum.[10]
Menurut sejarahnya, kedua cara inilah Allah mengambil prakarsa untuk menyatakan
diri-Nya kepada manusia. Adapun penjelasan dibawah ini mengenai hal tersbut:[11]
a. Penyataan Umum
Penyataan umum ialah penyataan Allah kepada manusia
sehingga manusia menyadari adanya oknum yang ilahi. Penyataan umum ini
disampaikan lewat fenomena alami yang terjadi dalam atau dalam alur sejarah.
Penyataan Allah secara umum berarti ditunjukan kepada semua manusia yang ada di
dunia ini. Penyataan ini bertujuan memenuhi kebutuhan alami manusia serta
meyakinkan jiwa agar mencari Allah yang benar.[12]
Dengan demikian, penyataan umum dapat disampaikan
melalui sarana umum seperti alam semesta dan sejarah. Penyataan umum ditujukan
kepada umat manusia. Penyataan umum menyadarkan manusia adanya pihak yang ilahi
dan penyataan umum tidak menyelamatkan manusia.[13]
Manusia dapat mengenal Allah melalui penyataan umum,
karena Allah yang memberikan aspek pengetahuan kepada manusia, secara khusus
akan eksitensi Allah. Penyataan umum memiliki keterbatasan karena tidak
menyatakan segala sesuatu tentang pengertian akan diri Allah dan hal-hal rohani
sepenuhnya, yang menjadi suatu dasar untuk membangun masa depan yang kekal.
Dengan demikian, Dalam Perjanjian Lama Allah yang
jauh dari manusia yang sulit untuk dipahami menyatakan diri melalui alam
semesta, sejarah, dan hati nurani. Seperti yang dialami bangsa Israel secara
(Yahudi) yang menganggap Tuhan (Yahweh)
jauh dengan manusia.
b. Penyataan Khusus
Penyataan
khusus yaitu penyataan Allah melalui karya penebusan Yesus Kristus yang juga
dituliskan dalam Alkitab. Jadi sarana penyataan khusus yaitu melalui Alkitab
dan Yesus Kristus. Penyataan khusus hanya diterima oleh manusia yang telah
menerima kasih karunia Allah. Dalam PL Allah berkomunikasi kepada manusia
melalui nabi, mimpi, penglihatan, malaikat bahkan wujud Kristus dalam PL
(Theophani). Tetapi dalam PB beda halnya, Allah menyatakan diri melalui
Anak-Nya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Dengan demikian, penyataan umum dan penyataan khusus seharunya lebih mempermudah untuk setiap orang percaya mengerti tentang nama Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Karena Allah telah menyatakan diri-Nya kepada manusia dengan jelas sehingga manusia dapat mengenal Allah melalui penyataan umum dan penyataan khusus yang terdapat di dalam Alkitab (PL dan PB). Adapun penjelasan mengenai nama-nama Allah di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai berikut:
1. Elohim [14]
Istilah Elohim dalam pengertian umum Keallahan terdapat sekitar 2.570 kali dalam Perjanjian Lama. Elohim adalah bentuk jamak. Sedangkan bentuk tunggalnya ialah eloah. Arti kata Elohim tergantung dari asal katanya. Beberapa orang mengerti bahwa kata ini datang dari sebuah akar kata yang mempunyai arti takut, dan menunjukan bahwa keallahan harus ditakuti dan dihormati, atau disembah.
2.
YHWH
YHWH
adalah nama pribadi Allah. Ini adalah nama yang sering dipakai, karena tercatat
kira-kira 5.424 kali dalam Perjanjian Lama. YHWH
adalah nama pribadi Allah yang dikenal oleh bangsa Israel. Setelah
pembuangan nama ini dipandanga nama yang sakral sehingga tidak diucapkan
lafalnya.
3.
Adonai
Adonai berarti
“Tuan” dalam bentuk tunggal; seperti yang dipakai sebagai tuan yang berhak
terhadap budak-budak zaman dahulu. Dan dalam bentuk jamak Adonai sama dengan Elohim.
Kata ini menunjukan suatu otoritas mutlak bahwa Allah-lah yang memiliki Israel.[15]
4.
Theos
Theos adalah
penunjukan yang paling sering tentang Allah di dalam Perjanjian Baru dan
terjemahan paling umum di dalam Septuaginta bagi Elohim. Kata ini hampir selalu menunjuk kepada satu Allah yang
benar walaupun dipakai juga untuk ilah-ilah kafir di dalam laporan tentang
kekafiran atau oleh orang Kristen yang menolak allah-allah palsu tersebut (Kis.
12:22).
5.
Kurios
Nama
kurios banyak digunakan dalam Injil
Lukas dan surat Paulus. Karena mereka menulis untuk orang-orang dengan
kebudayaan dan bahasa Yunani. Kata kuiros
menekankan otoritas, karena memiliki arti bapak atau tuan, pemilik, penguasa
atau majikan. Jika ada kata kurios,
berarti penulis sedang menyatakan kuasa-Nya yang dinyatakan dalam sejarah dan
kuasanya atas alam semesta.
6.
Despotes
Kata
ini mengandung arti kepemilikan sedangkan kurios
menekankan otoritas dan supremasi. Dalam Lukas 2:29 Allah disebut dalam doa sebagai Despotes oleh Simeon dan
dua kali Kristus disebut Despotes (2
Ptr. 2:1; Yud. 4).[16]
2.
Asal
Usul dan Makna Teologis Nama YHWH
Nama YHWH pertama kali muncul yaitu kepada
Musa (Keluaran 6:1). Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa dalam nyala api yang
keluar dari semak duri, dan ketika Allah mengutusnya menghadap kepada Firaun
untuk membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir (Keluaran 3:13). Menurut
naskah tertua, nama Yahweh tidak
eksklusif seakan-akan hanya milik orang Israel (keturunan Yakub), nama Yahweh dalam salinan-salinan naskah yang
kemudian, oleh mereka yang sangat memuliakan nama itu, digunakan mundur untuk
menyebut nama Allah (Elohim) Abraham,
Ishak dan Yakub, nenek moyang Musa. Versi naskah yang sudah disesuaikan itulah
yang sekarang dijumpai dalam salinan-salinan teks Masoret. Namun agar nama itu
tidak hanya digunakan oleh katurunan Abraham, Ishak dan Yakub, nama diri Yahweh digunakan sebagai nama Tuhan juga
pada zaman Enos yang berarti nama Tuhan itu untuk semua umat manusia.
Dalam
kebudayaan Yahudi yang melatarbelakangi Alkitab, “nama” selalu terkait erat
dengan “pribadi”. Dalam Kitab Suci, “nama” dapat dirumuskan dalam 3 dalil:
pertama, nama adalah pribadi itu sendiri; kedua, nama adalah pribadi yang
diungkapkan; dan ketika, nama adalah pribadi yang hadir secara aktif. Dengan
demikian setiap orang akan lebih mengerti tentang nama Allah jika dilihat dari
dalil tersebut. maka karena itu, penulis akan menjelaskan secara terperinci
mengenai 3 dalil tersebut.
a.
Nama menunjukan Kepada Pribadi itu
sendiri
Setiap
nama yang digunakan di dalam Alkitab, itu selalu identik dengan pribadi
seseorang. Alkitab sering menyebut lenyapnya seseorang berati “namanya hilang”.
Seperti, doa Israel ketka mereka dikalahkan dalam sebuah peperangan: “mereka akan melenyapkan nama kami dari bumi
ini, dan apakah yang Kau lakukan untuk memulihkan Nama-Mu yang begitu besar?” (Yosua
7:9).
Dalam
hal Allah digambarkan lebih dramatisir lagi, sebab Tuhan identik dengan “Sang
Nama”. (Imamat 24:11) “Anak perempuan
Israel itu menghujat Nama TUHAN dengan mengutuk.” Dengan demikian dari contoh ini lebih mudah
dimengerti bahwa Nama menunjukan kepada Pribadi yang di-“nama”-kan. Karena itu,
yang dipentingkan bukan penyebutan Nama Ilahi Yahwe dalam bahasa asli Ibrani,
melainkan lebih menunjuk kepada Pribadi Allah itu sendiri. Sifat-Nya yang
Mahakekal, Mahaesa, Mahahidup dan menyatakan diri-Nya kepada manusia. Tidak
salah jika manusia mengagungkan keberadaan seorang Pribadi yang luar biasa di
dalam diri-Nya.
b.
Nama adalah Pribadi yang Diungkapkan
Salomo dalam Amsalnya mengungkapkan bahwa Nama TUHAN
adalah Menara yang kuat, maksud dari Amsal ini berarti penulis ingin
memberitahukan kepada pembaca bahwa Pribadi Allah yang hdup dengan kekuasaan
Ilahi-Nya yang menjaga dan melindungi.
c.
Nama adalah Pribadi yang hadir secara
aktif
Makna
dari Nama Pribadi yang hadir secara aktif adalah merujuk kepada sifat-Nya yang
diungkapkan. Dalam Mazmur 76:1 disebutkan “Nama-Nya masyhur di Israel”,
dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan Allah yang dasyat yang dialami oleh umat
pilihan-Nya. Nama dalam hal ini menunjuk kepada Pribadi yang hadir, yang
dibuktikan dengan menjawab doa orang yang menyeru Nama-Nya.[17]
3.
Asal
Usul Gerakan Nama YHWH
Penggunaan nama Yahweh sudah sejak lama sangat penting
untuk segolongan umat Yahudi. Namun dikalangan mayoritas, yaitu Yahudi ortodoks
menganggap nama Yahweh merupakan nama
yang sakral untuk diucapkan, sehingga menggantinya dengan Adonay atau Ha-Syma.
Di
kalangan Kristen, beberapa aliran telah melakukan sakralisasi nama Yahweh. Seperti saksi-saksi Yehuwa dengan gigih mempertahankan
kesucian nama Yahweh (YHWH) dan menterjemahkannya nama YHWH menjad nama Jehovah/Yehuwa yang kemudian pada tahun 1931 dijadikan nama aliran
itu. Saksi Yehuwa telah mengubah
sekitar 237 nama Tuhan dalam terjemahan Perjanjian Baru menjadi Yehuwa dalam kitab yang
diterjemahan ke bahasa Indonesia menjadi
Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru (1999).
Pada tahun 1930-an, di
Amerika Serikat Berkembang Sacred. Name Movement lainnya yang ingin
mengembalikan nama Yahweh (YHWH) ke bahasa asli Ibraninya. Gerakan
ini melakukan ibadat yang menunjukan ciri-ciri kembali ke akar yudiak (Hebraic Roots Movement) dan menjalankan
ritual agama seperti yang dilakukan dalam agama Yahudi sehingga melahirkan
jemaat yang dinamakan Iassembly of Yahweh.
Jemaat ini kemudian berkembang sehinggga banyak yang menyiarkan agamanya
kebeberapa pihak di Indonesaia.[18]
Gerakan
kebangkitan Yahudi (Zionism) sebagai embrio munculnya Adventis, Saksi- saksi Yehuwah dan Church Of God dan dari
sinilah muncul Pemujaan Nama Yahweh.
Gerakan tersebut ingin mengajak umat
Yahudi sedunia untuk menggali lagi agama Yahudi dengan Torat mereka dan
menghidupkan kembali bahasa Ibrani.
Aliran
Pemujaan nama Yahweh menolak Trinitas
dan menganut paham Unitarian modalis
yang memiliki pengertian bahwa Yahweh itu
Esa. Dari perkembangan pemuja nama Yahweh
yang sudah meluas ini, ternyata itu juga dapat berdampak negatif bagi para
pengikutnya. Hal ini dikarenakan aliran tersbut banyak yang terpecah-pecah
menjadi berbagai fraksi dan memberi nama baru yang sesuai dengan penekanan
penganutnya. Namun sekalipun seperti itu, ada beberapa dalil yang masih
sejalan, berikut penjelasan dibawah ini:
a.
Adanya pengaruh Adventisme soal
memelihara Sabat dan Kesucian Makanan dan Saksi-Saksi Yehuwa dan sekte Yahudi yang menekankan perlunya dikembalikannya
nama YHWH sekalipun banyak yang
menafsirkan berbeda-beda dan pemuja nama YHWH
ingin agar pengikutnya kembali ke bahasa Ibrani.
b.
Penolakan terhadap Kitab Suci yang menggunakan
nama-nama Lord, God dan Jesus, lalu mengganti dengan nama Ibrani.
c.
Menjalankan hukum Taurat dengan taat
sepenuhnya seperti merayakan Sabat, kesucian makanan, dan merayakan bulan baru
dan hari-hari orang Yahudi dengan ibadat seperti agama Yahudi.
d.
Menolak Trinitas dan menganggap bahwa
Allah itu Esa sehingga tidak mempercayai pre-eksitensinya Yahshua.
e.
Meski berbeda organisasi, ritual ibadah
tetap seperti agama Yahudi.
Kemudian pada Tahun
1990-an, di Indonesia telah muncul kelompok yang memuja nama Yahweh yang dipelopori oleh dr. Suradi
dari Yayasan Nehemia yang kemudian berlindung dibelakang nama Shiraathal Mustaqien dan lalu diganti
dengan nama Bet Jeshua Hamasiah. Pada prinsipnya kelompok yang berpandangan
menyebut nama Allah adalah nama dewa berhala Arab, karena itu haram jika orang
Kristen masa kini menyebut nama yang haram itu. Aliran yang menganut pandangan ini meminta agar LAI
atau Lembaga Alkitab Indonesia menghapus
nama Allah dalam Alkitab. Konsekuensi dari keyakinan ini adalah bahwa
kelompok ini kemudian menerbitkan Kitab Suci
Tarat dan Injil (Kitab Suci 2000) yang mengganti semua nama Tuhan dan
Allah menjadi Elohim dan Yahweh.[19]
Menurut mereka, YAHWEH adalah nama asli yang turun
dari sorga untuk pribadi TUHAN dan belum pernah digunakan untuk menyebut
dewa-dewi. Kalaupun pernah maka hal itu karena terjadi sinkretisme (inskripsi
Kuntilet Ajrud abad 8 SM, dan inskripsi Khirbeth el-Qom).[20]
4. Perkembangan Nama Allah di
Indonesia
Penggunaan Terjemahan LAI dianggap telah menyimpang,
bahkan menyesatkan umat Kristiani di tanah air. Hal ini yang menjadi persoalan
dan perlu dikaji ulang menurut penganut penggunaan nama Elohim. Dari segi bahasa, kata Elohim,
Eloah dan El berkaitan dengan
akar kata El, Ilu atau Ilah adalah
bentuk-bentuk serumpun yang sering digunak untuk menyebut dewa tertinggi. Umat
Israel kuno ternyata memakai istilah yang digunakan oleh bangsa-bangsa
sekitarnya. Meski demikian, umat Kristiani tetap menggunakan kata (Nama) Allah
di dalam Alkitab tersebut. Jadi, kata Allah dianggap sebagai Nama yang umum dan
dapat digunakan oleh agama apa pun yang ada di dunia ini.
Kebijakan LAI dalam
menterjemahkan Elohim, Eloah dan El bukanlah hal baru, tetapi dari
Terjemahan Alkitab yang pertama ke dalam bahasa Yunani sekitar abad ketiga SM, merupakan
contoh penggunaan tertua yang telah dimiliki. Terjemahan yang dikenal dengan
nama Septuaginta dikerjakan di Aleksandria, Mesir, dan ditujukan bagi umat
Yahudi berbahasa Yunani. Dalam Kejadian 1:1, misalnya, Septuaginta menggunakan
istilah Theos yang biasa dipakai
untuk dewa-dewa Yunani. Nyatanya, Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani juga
menggunakan kata yang sama seperti Theos.
Kata Theos dalam Perjanjian Baru tidak dipahami sebagai
sembahan polities. Singkatnya, ketika meneruskan penggunaan kata sejarah maupun
proses penerjemahan lintas budaya yang sudah terlihat dalam Alkitab sendiri.
Memang setiap orang
percaya harus mengakui bahwa, asal usul nama YHWH tidak mudah ditelusuri. Dari segi bahasa, YHWH sering dikaitkan dengan kata HAYAH yang berarti: ada, menjadi seperti yang terungkap dalam Kel.
3:14; Firman Allah (Elohim) kepada
Musa: AKULAH ADALAH AKU. (EHYEH ASHER EHYEH) telah mengutus aku kepadamu.
Kata Allah sudah
termasuk kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Oleh karena
itu, kata Allah digunakan untuk menerjemahkan El/Elohim/Eloah dalam PL dan Theos
dalam PB, ke dalam Alkitab berbahasa Indonesia (TB LAI) sejak awalnya, sama
dengan penggunaan nama Allah sejak ditulisnya Alkitab berbahasa di Timur
Tengah. Empat Abad sejak agama Islam dan bahasa Arab masuk ke Indonesia pada
abad ke-13, dimana perlahan-lahan nama Allah menjadi bagian bahasa Melayu, dan
bercermin dari Alkitab bahasa Arab yang menggunakan nama Allah sebagai terjemahan
El/Eloah/Eloah Ibrani selama lebih
dari sepuluh abad.
Berdasarkan kenyataan
sejarah yang jelas, penggunaan nama Allah dalam Alkitab TB LAI dapat diterima
dengan syukur. Oleh karena itu, agar lebih mengerti berikut beberapa kesimpulan
yang bisa dikemukakan.
a. Nama
Allah adalah perkembangan dialek Arab dari kata El/Elohim/Eloah Ibrani dan Elah/Alaha Aram Siria. Semuanya
menunjukan Tuhan El/Il semitik yang sama. Orang Arab menterjemahkan nama El/Elohim/Eloah dengan nama Allah, dan
orang Ibrani menterjemahkan Allah dengan Elohim, jadi Allah adalah sinonim
Elohim (dan juga El/Eloah).
b. Nama
Allah sudah digunakan sejak lama oleh orang Arab keturunan Abraham dan
Hagar/Ketura dan bisa dilihat dalam inskripsi yang dituliskan sekitar Ezra
dikalangan suku-suku nenek moyang Arab Lihyan dan Thamud.
c. Nama
Allah sudah digunakan sejak lama oleh orang Arab yang menganut agama Yahudi dan
Kristen jauh sebelum kehadiran Islam.
d. Di
Palestina, di kalangan masyarakat yang berbahasa Arab, baik yang menganut agama
Yahudi, Kristen, maupun Islam, telah menyebut nama Tuhan Abraham dengan nama
Allah. Sekarang ada sekitar 29 juta orang Kristen berbahasa Arab di seluruh
dunia dan semua menyebut nama “Allah”
e. Nama
Allah sudah digunakan selama satu setengah millennium dalam Alkitab bahasa Arab
sejak mulai diterjemahkan. Saat ini ada empat versi resmi dan semuanya memuat
nama Allah.
f. Nama
Allah sudah digunakan dalam Alkitab bahasa Melayu pertama yang ditulis pada tahun
1629.
g. Nama
Allah sudah masuk kosakata bahasa Indonesia yang paling dekat dengan kebutuhan
Alkitab dalam bahasa Indonesia. Jadi, sekarang bukan lagi dianggap sebagai
bahasa Arab melainkan bahasa Indonesia.[21]
Pemujaan nama Yahweh kini mempengaruhi beberapa
kalangan umat Kristen di Indonesia sejak 20 tahun yang lalu. Hal ini ditunjukan
untuk penolakan akan nama Allah dalam agama Islam (anti Arab/Islam) karena
dianggap nama berhala. Di dukung juga dengan tokoh-tokoh penganut nama Yahweh berasal dari agama Islam.
Kemudian
pada tahun 2020, kelompok sejenis bernama Pengagung
Nama Yahweh menerbitkan Kitab Suci
Umat Tuhan, yang sama dengan KS-2000 melakukan plagiat terjemahan LAI dan
hanya mengganti nama ‘TUHAN’ dengan Yahweh.
Bahkan gerakan Pemuja Nama Yahweh tidak menghargai LAI sedikit pun.
Gerakan ini menggunakan segala cara untuk membenarkan diri dan memaksakan
pendapat dan kehendak mereka, ini telihat jelas ketika pada awal tahun 2008,
ada Pemuja Nama Yahweh yang
memejahijaukan Lembaga Alkitab Indonesia ke pengadilan dengan tuduhan bahwa LAI
telah menguubah nama YHWH menjadi
Allah dan menuntut agar “Bimas Kristen
dan LAI segera menarik semua Alkitab dan buku rohani yang memakai nama Allah.
Kedua lembaga ini juga diminta untuk memberikan peringatak keras kepada pendeta
untuk tidak lagi menggunakan nama Allah dalam kotbahnya.” (Reformata, edisi
80, 1-15 Maret 2008).[22]
Dengan
demikian, tugas sebagai orang percaya. Perlu untuk mendoakan gerakan ini, agar
setiap mereka tidak terseret dalam ajaran Yahudaisme, sehingga percaya kepada
Yesus sepenuhnya dan tidak salah menggunakan Hukum Taurat, karena Yesus datang
untuk menggenapi Hukum Taurat.
BAB
IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dengan demikian dari penulisan makalah ini saya
dapat menyimpulkan bahwa penggunan nama YHWH
berasal dari gereakan Zionism, Adventism, saksi-saksi Yehovah, Church Of God di
Amerika Serikat yang memiliki pengajaran menyimpang. Mereka ingin mengembalikan
nama Allah dalam bahasa Ibrani Elohim dan
Yahweh, terbukti dari produk Alkitab
yang telah mereka pegang sekarang ini.
Penggunaan
nama YHWH berubah ketika zaman
Perjanjian Baru menjadi Kuiros. hal
ini dikarenakan terjemahan Alkitab disesuaikan dengan konteks budaya dan
lingkungan setempat. Dengan demikian LAI tidak salah jika menggunakan nama
Allah dalam Alkitab karena sesuai dengan konteks budaya dan lingkungan
setempat. Hal ini juga telah diselidiki daru analisis bahasa Semit dan
perekembangan juga penggunaannya. Jika mereka tidak dapat menerima penggunaan
nama Allah dan Tuhan dalam Alkitab, berarti mereka telah menolak pengilhaman
dan pimpinan Roh Kudus kepada para penulis Alkitab, khususnya dalam Perjanjian
Baru.
Jadi, Gereja-gereja sekarang ini tidak boleh
terpengaruh dengan ajaran ini. LAI sudah sejak lama menggunakan nama ini dan
hasilnya gereja mengalami pertumbuhan dan perkembangan bahkan setiap jemaat
dapat mengenal Allah melalui nama-Nya.
2.
Saran
Saran penulis, mari para hamba-hamba Tuhan berkumpul
untuk memberi pemahaman yang benar kepada ajaran ini, agar tidak semakin meluas
dikalangan Indonesia dan tidak banyak yang tersesat karena ajaran ini.
DAFTAR PUSTAKA
Kepustakaan
Armada
Riyanto. E., FENOMENOLOGI dalam
Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Prenad
Berkhof Louis, Teologi Sistematika 1, (Surabaya :
Momentum, 2016). Hlm 68-70
C.Ryrie
Charles, Teologi Dasar 1, (Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta), hlm 38,
70-73.
C.
Sproul R., Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman
Kristen (Malang: Literatur SAAT, 2007), hlm 4.
D.
Doerksen Vernon, Teologi Sistematika
(Malang: Gandum Mas, 2010), hlm 12.
El-Ansary
Waleed, dkk. Kata Bersama: Antara Muslim
dan Kristen, ( Yogyakarta: UGM PRESS, 2019) hlm 218.
H.
Sitohang Samin, Siapakah Nama Sang
Pencipta? (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 2003), hlm 10.
Hariyanto
Yakup, Diktat Teologi Sistematika 1,
(Surabaya : Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia, 2020), hlm 58, 60.
Herlianto,
Gerakan nama Suci, Nama Allah yang
Dipermasalahkan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm 1, 163-166.
Herlianto,
Siapakah yang Bernama Allah Itu?
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2005), hlm 14-15, cetakan ke-3.
Indra
Lumintang Stevri, Introduksi Theologia,
Sistematika. (Jakarta : Geneva Insani Indonesia, 2018), hlm 197
Lumempow
Jan, dkk, Pemahaman Yahwe dan Elohim.
Buku pengajaran GPdI tentang Allah (Jakarta : Medio, 2009), hlm 3, 43.
MacGregor
Jerry & Marie Prys, 1001 Fakta
Mengejutkan Tentang Allah, (Yogyakarta:
Andi, 1996), hlm 26.
Noorsena
Bambang, The History of Allah,
(Yogyakarta : Andi, 2006), hlm 16-20.
Internet
Herlianto,
Pemuja Nama Yahweh, (Sarapan Pagi
Biblika, 29 April 2008).
KBBI
Online, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Oktober 2019).
[1]Jan
Lumempow, dkk, Pemahaman Yahwe dan Elohim.
Buku pengajaran GPdI tentang Allah (Jakarta : Medio, 2009) , hlm 3.
[2]
Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1, (Surabaya : Momentum, 2016). Hlm
68-70
[3]Herlianto,
Siapakah yang Bernama Allah Itu? (Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2005), hlm 14-15, cetakan ke-3.
[4]Herlianto,
Gerakan nama Suci, Nama Allah yang
Dipermasalahkan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm 1, cetakan ke-1.
[5]Samin
H. Sitohang, Siapakah Nama Sang Pencipta?
(Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 2003), hlm 10
[6]E.
Armada Riyanto, FENOMENOLOGI dalam
Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm 23-24.
[7]KBBI
Online, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Oktober 2019)
[8]Waleed
El-Ansary, dkk. Kata Bersama: Antara
Muslim dan Kristen, ( Yogyakarta: UGM PRESS, 2019) hlm 218.
[9]Stevri
Indra Lumintang, Introduksi Theologia,
Sistematika. (Jakarta : Geneva Insani Indonesia, 2018), hlm 197
[10]Samin
H. Sitohang, Siapakah Nama Sang Pencipta?,
hlm 35
[11]Charles
C.Ryrie, Teologi Dasar 1,
(Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta), hlm 38
[12]Vernon
D. Doerksen (Ed.), Teologi Sistematika
(Malang: Gandum Mas, 2010), hlm 12.
[13]R.C.
Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman
Kristen (Malang: Literatur SAAT, 2007), hlm 4.
[14]Jerry
MacGregor & Marie Prys, 1001 Fakta
Mengejutkan Tentang Allah, (Yogyakarta:
Andi, 1996), hlm 26.
[15]Yakup
Hariyanto, Diktat Teologi Sistematika 1,
hlm 58.
[16]Charles
C.Ryrie, Teologi Dasar 1, hlm 70-73.
[17]Bambang
Noorsena, The History of Allah,
(Yogyakarta : Andi, 2006), hlm 16-20
[18]Herlianto,
Gerakan nama Suci, Nama Allah yang
Dipermasalahkan, (terdapat dalam kata pengantar buku ini).
[19]Yakup
Hariyanto, Diktat Teologi Sistematika 1,
(Surabaya : Sekolah Tinggi Teologi Tabernakel Indonesia, 2020), hlm 60.
[20]Jan
Lumempow, dkk, Pemahaman Yahwe dan Elohim,
hlm 43.
[21]Herlianto,
Gerakan Nama Suci, Nama Allah yang
dipermasalahkan, hlm 163-166
[22]Herlianto,
Pemuja Nama Yahweh, (Sarapan Pagi
Biblika, 29 April 2008).
0 Comments