BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seorang gembala, memiliki tanggungjawab yang sangat
besar dalam memimpin sebuah gereja. Seorang gembala pada dasarnya adalah pendeta
dan kata pendeta juga biasanya disebut sebagai gembala. Istilah gembala ada
karena kata ini menolong semua orang untuk memahami pekerjaan yang terkandung
di dalamnya.[1] Sebagai pemimpin di dalam
gereja, gembala berperan aktif dalam proses pertumbuhan gereja baik secara
kualitas dan kuantitas. Setiap Gereja tentu mudah mengalami kemerosotan atau
penurunan kerohaniannya jika gembala tidak aktif dalam memimpin
jemaat-jemaatnya. Seperti halnya dengan domba yang tidak diperhatikan oleh
gembalanya, tidak diberi makan dan minum, maka domba akan mengalami kelaparan,
kesakitan bahkan bisa juga mati. Begitu juga di dalam kepemimpinan seorang
gembala terhadap jemaat. Jika gembala tidak berperan aktif, tidak
memperhatikan, maka mungkin saja jemaat dapat mengalami kelamahan imannya
kepada Tuhan bahkan bisa juga mati secara kerohaniannya. Hal ini dapat
diketahui dalam kehidupan sehari-hari jemaat. Apakah semakin hari semakin
bertumbuh di dalam Tuhan dan menghasilkan buah yang manis atau malah
sebaliknya, mengalami penurunan secara kerohaniannya.
Setiap
pemimpin yang mengasihi jemaat-jemaatnya, pasti tidak ingin jemaatnya mengalami
kemerosotan secara rohani. Dalam hal ini, pastinya gembala akan melindungi
domba-dombanya dan bahkan siap mempertaruhkan hidupnya demi domba-dombanya,
agar setiap domba yang digemabalakan mengalami pertumbuhan rohani dan gereja
yang digembalakannya juga mengalami pertumbuhan secara kualitas dan kuantitas.
Gambaran tentang kepemimpinan gembala ini sangat bernuansa pedesaan dan
agraris, dan mungkin terkesan tidak cocok dengan konteks kehidupan kota dan industri,
bahkan di negara-negara yang sangat besar jumlah peduduknya merupakan negara
agraris. Tugas gembala membutuhkan banyak perhatian dan sering kali merupakan
pekerjaan yang penuh risiko, terutama dalam melindung domba-dombanya dari
bahaya.[2] Sebagai
pemimpin, dituntut lebih untuk bertindak sebagai gembala sejati atas
domba-dombanya, yang pertama-tama dan terutama dilihat sebagai komunitas
manusia. Dengan demikian, pemimpin semacam ini akan memperoleh loyalitas dan
komitmen dari para domba-dombanya.[3]
Tugas
gembala juga perlu memikirkan program-program yang akan dilaksanakan dalam
gereja yang digembalakannya. Dalam hal ini pemimpin harus kreatif dalam membuat
program yang bertujuan untuk pertumbuhan gerejanya. Menurut Yakub B. Susabda
ada dua kegiatan dalam gereja, yaitu “Kegiatan
program yang primer dan sekunder” Di mana yang sekunder sebenarnya
merupakan kegiatan yang tidak secara langsung menolong proses pertumbuhan
jemaat dalam keselamatan. Program-program ini adalah penolong yang diharapakan
dapat ikut membantu program-program yang primer dalam merangsang proses
pertumbuhan keselamatan anggota-anggota jemaat. Jadi, program bukan sekedar
untuk hiburan semata dan memenuhkan kegiatan gereja saja. Tetapi juga bertujuan
untuk gereja teguh dalam iman dan keselamatan yang sudah diterima.[4]
1.2.Rumusan Masalah
·
Apa Penyebab
Kemerosotan Rohani dalam Jemaat?
·
Bagaimana Peran
Gembala sebagai Pemimpin dalam Pertumbuhan Rohani Jemaat?
·
Bagaimana Gereja
dapat Bertumbuh Secara Kualitas dan Kuantitas?
1.3.Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan
agar untuk;
·
Mengetahui penyebab kemerosotan rohani
dalam jemaat.
·
Mengetahui peran gembala sebagai pemimpin
dalam pertumbuhan rohani jemaat
· Mengetahui pertumbuhan Gereja secara kualitas dan kuantitas.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi-Definisi
Definisi adalah suatu batasan atau arti, bisa juga
dimaknai kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan, atau
ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktivitas.[5]
2.2.1.
Definisi Gembala
Gembala adalah orang kepercayaan dan orang yang
dapat diandalkan dalam keadaan apa pun. Itulah sebabnya seorang pemimpin
seringkali disebut sebagai gembala. Seorang gembala adalah seorang yang
dipercayai dan mengemban tanggung jawab yang cukup berat.[6] Bahkan
gembala yang baik memberikan nyawanya untuk domba-dombanya.[7]
2.2.2.
Definisi Pemimpin
Kepemimpinan
adalah pengaruh, yaiu kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain.orang
hanya dapat memimpin orang lain sejauh ia dapat memengaruhi mereka. Fakta ini
didukung dengan berbagai definisi kepemimpinan yang dirumuskan orang-orang yang
memiliki pengaruh besar. Berikut definisi menurut para pemimpin besar;[8]
a. Lord Montgomery mendefinisikan kepemimpinan adalah
kemampuan dan kehendak untuk mengarahkan laki-laki serta perempuan untuk satu
tujuan bersama serta karakter yang menimbulkan kepercayaan.
b. Dr. John R. Mott, seorang pemimpin kaliber dunia di
kalangan mahasiswa, memberikan definisi sebagai berikut, “ Seorang pemimpin
adalah orang yang mengenal jalan, yang dapat terus maju dan yang dapat menarik
orang lain mengikutinya.
c. Presiden Truman mendefinisikan berikut, seorang
pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk membuat orang lain suka
melakukan sesuatu yang tadinya tidak disukai oleh mereka.
d. James C. Georges mendefinisikan kepemimpinan adalah
kemampuan untuk memperoleh pengikut-pengikut.[9]
2.2.3.
Definisi Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan
gereja adalah proses perubahan gereja yang mengalami peningkatan dalam suatu
gereja mulai dari kecil hingga menjadi besar.
Baik dalam fisik maupun kerohaniannya setiap gereja. Gereja yang
bertumbuh yaitu gereja yang menghasilkan buah yang manis dan orang lain
menikmati buah tersebut. Gereja terutama sebuah organisme dan kedua sebagai
organisasi. Segala sesuatu tentang gereja melibatkan kehidupan. Yesus Kristus,
kepala gereja dalah Juruselamat yang hidup. Jadi, gereja semakin hari harus
semakin bertumbuh sesuai kehendak Yesus untuk mencapai kesempurnaan.[10]
2.2.4.
Definisi Kualitas dan Kuantitas
Kualitas adalah tingkat baik buruknya atau taraf
atau derajat sesuatu. Istilah ini banyak digunakan dalam bisnis, rekayasa, dan
manufaktur dalam kaitannya dengan teknik dan konsep untuk memperbaiki kualitas
produk yang dihasilkan.[11]
Sedangkan kuantitas lebih membahas banyaknya sesuatu atau jumlah sesuatu.[12]
2.2. Manfaat Definisi
Definisi memiliki manfaat untuk memperjelas setiap
varibel yang akan dibahas secara menyeluruh dari judul yang dibuat. Agar
penulisannya menjadi lebih terarah menuju pembahasan dan orang-orang yang
membacanya dapat mengerti.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Penyebab Kemerosotan Rohani dalam
Jemaat
Kemerosotan rohani merupakan suatu keadaan yang
dialami orang percaya. Istilah merosot, dalam konteks kristen membahas mengenai
kehidupan orang percaya yang mengalami penurunan secara rohani. Kehidupan
jemaat yang mulai merosot kerohanian dapat terlihat bila jemaat merasa bosan,
protes, murung yang kemudian meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
orang percaya.[13] Jemaat tidak suka lagi
kepada persekutuan di dalam Tuhan, tidak pernah lagi berdoa, tidak pernah lagi
membaca Firman Tuhan. Hal ini tentu harus segera diwaspadai bagi setiap orang
percaya jika mengalami kemerosotan rohani seperti ini.
3.1.1.
Kurang Perhatiannya Gembala
Gembala yang cuek terhadap domba-dombanya membuat
mereka tidak aktif dalam sebuah persekutuan. Gembala harus memperhatikan setiap
kehidupan jemaat dan keadaan jemaat. Jangan sampai jemaat sakit hati atau
kecewa dengan gembala yang tidak memperhatikan jemaatnya. Bisa saja mereka
tidak aktif lagi bergereja karena kurangnya perhatian terhadap dirinya.
3.1.2.
Kegiatannya Sedikit
Gereja itu tidak hanya ibadah hari minggu saja di
gereja. Tetapi juga terdapat persekutuan selain di luar gereja seperti komsel,
kunjungan kerumah sakit, mungkin juga pelatihan musik yang dibutuhkan untuk
kaum muda agar dapat melayani Tuhan. Gereja perlu merancang kegiatan kerohanian
seperti KKR tiap bulan ataupun setiap tahunnya. Agar lebih jelas, gereja
memiliki program yang menarik, supaya jemaat juga tertarik dengan kegiatan yang
ada.
3.1.3.
Lingkungan Sekitar
Khusus untuk kaum muda, tetapi tidak menuntut orang
dewasa bahkan orang tua juga. Lingkungan juga sangat berpengaruh untuk
kehidupan jemaat. Banyak jemaat yang imannya lemah akan hilang dari gereja jika
terpengaruh dengan lingkungan sekitar. Karena pergaulan yang buruk merusak
kebiasaan baik. Gereja tentu harus keluar menjadi terang bukan malah menjadi
batu sandungan dengan orang-orang sekitarnya.
3.2. Peran Gembala sebagai Pemimpin
dalam Pertumbuhan Rohani Jemaat
Situasi jemaat dalam sebuah gereja dipengaruhi juga
oleh gembala. Gembala yang baik tentu memperhatikan setiap domba-domba yang
digembalakannya. Seperti yang dikatakan Yesus dalam (Yohanes 10). Yesus memberi
perumpamaan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya, bahwa Dia adalah
Gembala yang mengerti keadaan domba-domba yang digembalaka-Nya. Seharusnya
sebagai pemimpin jemaat, gembala juga melakukan apa yang dikatakan Yesus kepada
domba-dombaNya[14].
Gembala
bukanlah patokan utama untuk setiap domba-domba dapat bertumbuh. Gembala hanya
sebuah jembatan yang mendorong untuk jemaat bertumbuh di dalam Tuhan. Maka
karena itu, pertumbuhan rohani adalah proses yang Allah berikan bagi kehidupan
orang percaya. Jemaat dapat bertumbuh jika Allah yang memberi pertumbuhan.[15]
Dalam tulisan Paulus mengatakan, Apolos menyiram, Paulus menanam, tetapi Tuhan
yang memberi pertumbuhan. Jadi, jemaat dapat bertumbuh jika Allah memberikan
pertumbuhan kepada mereka.
Allah
memberi dorongan kepada orang percaya untuk terus-menerus membentuk kerohaniannya
sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya. Setiap orang percaya harus
bertanggungjawab atas semua yang Allah sudah berikan kepadanya. Tujuan dalam
pembentukan ini adalah meyakinkan bahwa ada suatu pertumbuhan di dalam
kehidupan orang percaya. Yesus sebagai manusia mengalami suatu pertumbuhan,
bukan hanya jasmani melainkan juga kerohaniannya semakin bertumbuh.
Ketika
ingin terus-menerus bertumbuh, tentu bukanlah suatu hal yang mudah jika orang
percaya tidak mengandalkan Tuhan. Adanya suatu proses yang dimurnikan seperti
emas yang dibakar untuk menjadikan emas itu lebih berharga. Walaupun sulit,
Tuhan yang memampukan orang percaya untuk bertahan dalam proses pemurnian.
Pertumbuhan rohani ini seharusnya yang membuat orang Kristen semakin teguh dalam
imannya. Adapun orang Kristen yang tidak membentuk kerohaniannya dan tidak mau
bertumbuh di dalam Tuhan, tentu sangat berpengaruh dengan pengenalannya akan
Kristus sehingga sulit untuk bertumbuh di dalam Kristus.
3.2.1.
Pertumbuhan Rohani
Pemrtumbuhan rohani
merupakan karya Anugrah Allah yang mendorong, memampukan, menyediakan sarana Anugrah
untuk orang percaya terus-menerus membentuk kerohaniannya hingga menjadi serupa
dengan Kristus. Setiap karya Anugrah Allah yang sudah diterima harus
dipertanggungjawabkan dengan cara terus- menerus membentuk sehingga bertumbuh
di dalam Kristus dan sama seperti Kristus. Pertumbuhan rohani merupakan
kekuatan yang dapat menjunjung nilai rohani dan nilai iman kepada Tuhan.
Semakin kerohaniannya bertumbuh, semakin kuat iman yang di miliki oleh jemaat.[16]
3.2.2.
Sarana Pertumbuhan Rohani
a.
Firman Allah
Allah memberikan sarana untuk orang
percaya lewat Firman Tuhan yang bisa didapatkan dalam Alkitab, karena Firman
itu perkataan Allah dan Allah menyatakan perkataan-Nya lewat Alkitab. Setiap
orang percaya akan terus-menerus bertumbuh jika menggunakan sarana ini dengan
baik.
b.
Doa
Doa adalah suatu relasi dengan Tuhan,
setiap orang percaya harus memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan lewat doa
kepada Tuhan. Tuhan mengajarkan banyak hal tentang berdoa seperti yang
diajarkan dalam “Doa Bapa kami”. Doa juga sebagai bukti kerendahan hati kita
bahwa kita tidak bisa hidup tanpa Tuhan.[17]
c. Persekutuan Orang Percaya
Sebagai orang percaya harus memiliki
persekutuan, persekutuan dengan orang seiman dan tidak seiman. Hal ini
menggambarkan dengan kehidupan sehari-hari orang percaya dalam menjalankan
kegiatan dengan sesama, baik orang percaya lainnya maupun orang yang belum
percaya. Selain kepada Tuhan juga seharusnya memiliki relasi dengan sesama
karena Yesus menjadi contoh saat Dia di dunia, Yesus memilik relasi dengan
sesama. Baik dengan orang percaya maupun dengan orang yang tidak percaya.
3.2.3.
Bukti Pertumbuhan Rohani
Salah satu ciris orang yang bertumbuh
dalam kerohaniannya pasti memiliki relasi yang baik. Hal ini ditunjukan kepada
setiap orang percaya dalam menjalani hidup kesehariannya. Adapun tiga relasi
sebagai bukti dalam pertumbuhan rohani.
a. Relasi pribadi dengan Tuhan
Memiliki hubungan dengan baik untuk
Tuhan, karena tanpa hubungan dengan Tuhan tidak mungkin kerohanian bertumbuh.
b. Relasi dengan sesama
Dalam hal ini orang percaya juga
tidak dibentuk dan bertumbuh jika tidak ada hubungan dengan sesama. Terlebih
kepada orang percaya dan kepada semua orang.
c. Relasi dengan lingkungan hidup
Relasi ini kepada lingkungan sekitar
orang percaya seperti tumbuhan, hewan bahkan juga kepada kebersihan lingkungan
seperti tidak buang sampah sembarangan.
3.3. Gereja dapat Bertumbuh Secara
Kualitas dan Kuantitas
Pada hari pentakosta, Petrus berkhotbah, rasul-rasul
itu menyebar ke seluruh kota. Masing-masing berkhotbah dengan penuh kuasa Roh
Kudus dan karena pekerjaan Roh melalui semua rasul itu, pada hari itu ada 3.000
orang yang dibaptis.[18]
Kisah Para Rasul 2:41-47 ini sering dipakai sebagai model kehidupan jemaat yang
idea atau yang dicita-citakan, yang paling dikehndaki oleh Tuhan. Jemaat
mula-mula bertumbuh bukan hanya jumlah jiwa tetapi juga dalam kerohaniannya
semakin bertumbuh. Sekalipun jemaat itu masih sangat miskin dan jumlah mereka
masih sangat sedikit, juga ada dalam keadaan bahaya karena dicurigai,
dikejar-kejar, dan dianiaya tetapi mereka memiliki kehidupan persekutuan yang
sangat baik. Justru, semakin ditekan, semakin banyak jumlah yang dihasilkan.
3.3.1. Bertumbuh
Secara Kualitas
Setelah mereka dibaptis, mereka bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Bertekun itu artinya rajin, giat,
sungguh-sungguh, disiplin, dan seterusnya. Ketekunan mereka ada dalam kerinduan
mereka untuk selalu belajar atau diajari oleh para rasul itu. Itulah salah satu
ciri jemaat perdana yang merupakan jemaat yang ideal dalam pertumbuhan
kualitas. Ciri berikutnya, jemaat itu
bukan saja tekun secara pribadi dalam pengajaran para rasul, melainkan juga
tekun bersama-sama di dalam hidup persekutuan. Inilah tugas gereja dalam
membuat persekutuan, karena adapun jemaat-jemaat yang merindukan persekutuan
tetapi tidak mendapatkannya (dalam konteks tertentu).
Persekutuan yang ideal hanya mungkin terjadi dalam jumlah
yang kecil, di mana anggota satu sama lain saling mengenal dan saling akrab.
Persekutuan seperti ini tentu menjadi keuntungan bagi setiap gereja yang
memilikinya. Dibalik idealnya juga, ternyata ada juga kelemahan dalam
persekutuan doa semacam ini seperti anggota karena sudah terlalu nyaman dengan
keadaan persekutuan itu maka mereka tidak mau lagi bersekutu dengan orang-orang
diluar persekutuan. Mereka hanya bersekutu dengan anggota yang ada di dalam
persekutuan kecil itu. Gereja harus bersungguh-sungguh mengatur strategi
bagaimana harus mengambil tindakan seperti ini. Agar tidak merusak atau
mengelompokan, gereja tentu harus memiliki konsep agar persekutuan itu tetap
bisa dialami oleh anggota lainnya dan persekutuan ini menjadi sehat.
Kemudian ciri yang lain yang terdapat dalam Kisah Para
Rasul 2:41-47 yaitu jemaat perdana itu selalu berkumpul untuk memecahkan roti
dan berdoa. Mereka menyatakan hidup persekutuan itu dengan cara selalu
berkumpul bersama. Berkumpul dalam konteks ini bukah sekedar ngobrol biasa,
melainkan berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Ini bukanlah suatu ritual
agama, melainkan makan bersama-sama. Ada yang menafsirkan mungkin mereka bawa
makanan sendiri-sendiri, sedikit-sedikit, kemudian dikumpulkan menjadi satu
untuk dimakan bersama-sama setiap hari. Jemaat yang memiliki kualitas rohani
yang baik yaitu selalu berdoa. Mereka menganggap doa itu sebagai sesuatu yang
sangat penting, bahkan salah satu yang menentukan kehidupan mereka sebagai
gereja.
Jemaat yang berkualitas juga memiliki rasa hormat yang
sangat tinggi karena rasul-rasul mengadakan banyak mukjizat dan tanda. Gereja
yang berkualitas tentu dapat memikirkan bahwa Allah sanggup melakukan segala
sesuatu. Bahkan Allah sanggup melakukan apa yang tidak sanggup pikirkan. Mereka
merasakan ada kuasa Tuhan yang benar-benar bekerja atas kehidupannya di
dalamkehdupan berjemaat. Gereja ini tidak hanya memikirkan diri sendiri, mereka
memiliki konsep untuk saling berbagi satu dengan yang lain (tidak egois).[19]
3.3.2. Bertumbuh
Secara Kuantitas
Dimulai dari 120 murid di Yerusalem, ketika tiba
hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di suatu tempat. Tiba-tiba
turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi
seluruh rumah, di mana mereka duduk. Dan tampaklah kepada mereka seperti nyala
api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka
dengan Roh Kudus, lalu mereka berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti
yang diberikan Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Ketika hal itu
terjadi dan orang dari daerah-daerah berkumpul, maka Petrus bangkit berdiri
dengan kesebelas rasul danPetrus berkotbah. Dan pada saat itu jumlah mereka
bertambah kira-kira 3000 jiwa dan bahkan sampai 5000 jiwa.[20]
Petrus sebagai tangan kanan Yesus, orang yang diberi
kepercayaan. Ia melakukan tugasnya untuk menjadi saksi tentang Yesus. Ketika
jiwa-jiwa bertambah semata-mata bukanlah karena Petrus tetapi karena kuasa yang
Allah berikan kepadanya. Jika kita relevansikan ke masa kini untuk gembala
sangatlah baik. Karena gembala juga diberi kepercayaan kepada Allah untuk
menjadi saksi, untuk mengembalakan jemaat. Allah mau kehidupan jemaat bertumbuh
secara kuantitas juga bukan sekedar kualitas. Setiap gembala harus berperan
aktif dalam hal ini, setiap gereja yang digembalakannya harus bertumbuh secara
kualitas dan kuantitas. Maksudnya ialah baik secara kerohanian dan jumlah
jemaat yang digembalakan. Dapat dipertanyakan jika gereja tidak mengalami
pertumbuhan ini. apakah gereja tersebut sehat atau tidak.[21]
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Gembala
adalah seorang yang diberi kepercayaan untuk memimpin suatu jemaat. Istilah ini
digunakan sesuai dengan fungsinya sebagai seorang gembala yang bertanggung
jawab untuk mengembalakan domba-dombanya. Gembala berperan penuh dalah
kehidupan jemaat, dalam pertumbuhan kerohanian dan juga jumlah jemaat yang
digembalakan. Gereja yang digembalakan seorang gembala tentu semakin hari
semakin bertumbuh baik dalam kerohaniannya(iman) ataupun juga dalam jumlah
jemaat yang digembalakan. Gembala tentu bertanggung jawab dalah hal ini.
seorang gembala tidaklah boleh berada di dalam zona nyaman atau maksudnya tidak
boleh biasa saja dalam mengembalakan. Gembala perlu untuk memikirkan bagaimana
jemaat dapat bertumbuh secara kualitas dan kuantitasnya. Memang pertumbuhan kualitas
dan kuantitas Allah yang berikan, tetapi dibalik itu juga harus ada usaha dari
seorang gembala dalam memimpin sebuah gereja. Maka karena itu, peran gembala
sangatlah penting dalam pertumbuhan kuantitas dan kualitas. Jika tidak dapat
mengembalakan dengan baik pasti domba-domba sulit untuk bertumbuh secara
kualitas dan kuantitas.
4.2. Saran
Jika
sudah membaca makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah
ini. Agar dapat mengetahui kesalahan dan penulis bisa memperbaik tulisannya.
Daftar Pustaka
Kepustakaan
B.
Ferguson. Sinclair. 1997. Bertumbuh dalam Anugrah. Surabaya.
Momentum.
B. Susabda. Yakub 2006. Administrasi
Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 57-58)
C.
Maxwell. John 1982. Mengembangkan
Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda. New York. Equip. (Hlm 1).
Darmaputera. Eka 2017. Menjadi Saksi Kristus. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 36).
D’Souza. Anthony 2009, Kepemimpinan Yesus Sang Almasih. Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Utama. (Hlm 28), (Hlm 31).
E.CH. Wuwungan. O. 1978. Firman Hidup 51. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 12).
Edgar Walz. 2008. Bagaimana Mengelola Gereja Anda. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm.
11).
Heward-Mills. Dag 2015. Apa Artinya Menjadi Seorang Gembala. Parchment House. (Hlm 2)
Heward-Mills.
Dag 2015. Gereja Besar Edisi ke 2.
Parchment House. (Bab 27).
Heward-Mills.
Dag 2015. Seni Menggembalakan.
Parchment House. (Bab 27).
G.
White Estate. Ellen 1992. Kebahagiaan
Sejati. Jakarta. RCM (Hlm 18)
Jenson. Ron, dkk. 2004. Dinamika Pertumbuhan Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 7).
Oswald Sanders. J. 2017. Kepemimpinan Rohani. Bandung. Kalam Hidup (Hlm 15).
Soehono. Agus 2002, Hidup yang berkenan. Jakarta. BPK Gunung mulia. (Hlm 70).
Soehono. Agus 2003. Hidup Yang Bertati. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 108).
Willi Marxsen. 2008. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta. BPK
Gunung Mulia. (Hlm. 3).
Internet
https://Kbbi.online
https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi
https://id.wikipedia.org/wiki/Kualitas
[1]Dag
Heward-Mills. 2015. Apa Artinya Menjadi
Seorang Gembala. Parchment House. (Hlm 2)
[2]Anthony
D’Souza. 2009. Kepemimpinan Yesus Sang Almasih. Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Utama. Hlm 31).
[3]Anthony
D’Souza. 2009, Kepemimpinan Yesus Sang Almasih.
Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. (Hlm 28).
[4]Yakub
B. Susabda. 2006. Administrasi Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 57-58)
[6]O.E.CH.
Wuwungan. 1978. Firman Hidup 51. Jakarta.
BPK Gunung Mulia. (Hlm 12).
[7]Dag
Heward-Mills. 2015. Seni Menggembalakan.
Parchment House. (Bab 27).
[8]J.
Oswald Sanders. 2017. Kepemimpinan Rohani.
Bandung. Kalam Hidup (Hlm 15).
[9]John
C. Maxwell. 1982. Mengembangkan
Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda. New York. Equip. (Hlm 1).
[10]Ron
Jenson, dkk. 2004. Dinamika Pertumbuhan
Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 7).
[12]Kbbi.
online
[13]Agus
Soehono. 2002, Hidup yang berkenan.
Jakarta. BPK Gunung mulia. (Hlm 70).
[14]Edgar
Walz. 2008. Bagaimana Mengelola Gereja
Anda. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm. 11).
[16]Agus
Soehono. 2003. Hidup Yang Bertati. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm
108).
[17]Ellen
G. White Estate. 1992. Kebahagiaan Sejati.
Jakarta. RCM (Hlm 18)
[18]Eka
Darmaputera. 2017. Menjadi Saksi Kristus.
Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 36).
[19]Eka
Darmaputera. 2017. Menjadi Saksi Kristus.
Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 37).
[20]Willi
Marxsen. 2008. Pengantar Perjanjian Baru.
Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm. 3).
[21]Dag
Heward-Mills. 2015. Gereja Besar Edisi ke
2. Parchment House. (Hlm 5).
0 Comments