Header

PERAN GEMBALA SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PERTUMBUHAN GEREJA SECARA KUALITAS DAN KUANTITAS




BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

            Seorang gembala, memiliki tanggungjawab yang sangat besar dalam memimpin sebuah gereja. Seorang gembala pada dasarnya adalah pendeta dan kata pendeta juga biasanya disebut sebagai gembala. Istilah gembala ada karena kata ini menolong semua orang untuk memahami pekerjaan yang terkandung di dalamnya.[1] Sebagai pemimpin di dalam gereja, gembala berperan aktif dalam proses pertumbuhan gereja baik secara kualitas dan kuantitas. Setiap Gereja tentu mudah mengalami kemerosotan atau penurunan kerohaniannya jika gembala tidak aktif dalam memimpin jemaat-jemaatnya. Seperti halnya dengan domba yang tidak diperhatikan oleh gembalanya, tidak diberi makan dan minum, maka domba akan mengalami kelaparan, kesakitan bahkan bisa juga mati. Begitu juga di dalam kepemimpinan seorang gembala terhadap jemaat. Jika gembala tidak berperan aktif, tidak memperhatikan, maka mungkin saja jemaat dapat mengalami kelamahan imannya kepada Tuhan bahkan bisa juga mati secara kerohaniannya. Hal ini dapat diketahui dalam kehidupan sehari-hari jemaat. Apakah semakin hari semakin bertumbuh di dalam Tuhan dan menghasilkan buah yang manis atau malah sebaliknya, mengalami penurunan secara kerohaniannya.

            Setiap pemimpin yang mengasihi jemaat-jemaatnya, pasti tidak ingin jemaatnya mengalami kemerosotan secara rohani. Dalam hal ini, pastinya gembala akan melindungi domba-dombanya dan bahkan siap mempertaruhkan hidupnya demi domba-dombanya, agar setiap domba yang digemabalakan mengalami pertumbuhan rohani dan gereja yang digembalakannya juga mengalami pertumbuhan secara kualitas dan kuantitas. Gambaran tentang kepemimpinan gembala ini sangat bernuansa pedesaan dan agraris, dan mungkin terkesan tidak cocok dengan konteks kehidupan kota dan industri, bahkan di negara-negara yang sangat besar jumlah peduduknya merupakan negara agraris. Tugas gembala membutuhkan banyak perhatian dan sering kali merupakan pekerjaan yang penuh risiko, terutama dalam melindung domba-dombanya dari bahaya.[2] Sebagai pemimpin, dituntut lebih untuk bertindak sebagai gembala sejati atas domba-dombanya, yang pertama-tama dan terutama dilihat sebagai komunitas manusia. Dengan demikian, pemimpin semacam ini akan memperoleh loyalitas dan komitmen dari para domba-dombanya.[3]

            Tugas gembala juga perlu memikirkan program-program yang akan dilaksanakan dalam gereja yang digembalakannya. Dalam hal ini pemimpin harus kreatif dalam membuat program yang bertujuan untuk pertumbuhan gerejanya. Menurut Yakub B. Susabda ada dua kegiatan dalam gereja, yaitu “Kegiatan program yang primer dan sekunder” Di mana yang sekunder sebenarnya merupakan kegiatan yang tidak secara langsung menolong proses pertumbuhan jemaat dalam keselamatan. Program-program ini adalah penolong yang diharapakan dapat ikut membantu program-program yang primer dalam merangsang proses pertumbuhan keselamatan anggota-anggota jemaat. Jadi, program bukan sekedar untuk hiburan semata dan memenuhkan kegiatan gereja saja. Tetapi juga bertujuan untuk gereja teguh dalam iman dan keselamatan yang sudah diterima.[4]

1.2.Rumusan Masalah

·         Apa Penyebab Kemerosotan Rohani dalam Jemaat?

·         Bagaimana Peran Gembala sebagai Pemimpin dalam Pertumbuhan Rohani Jemaat?

·         Bagaimana Gereja dapat Bertumbuh Secara Kualitas dan Kuantitas?

1.3.Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan agar untuk;

·         Mengetahui penyebab kemerosotan rohani dalam jemaat.

·         Mengetahui peran gembala sebagai pemimpin dalam pertumbuhan rohani jemaat

·         Mengetahui pertumbuhan Gereja secara kualitas dan kuantitas.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi-Definisi

                 Definisi adalah suatu batasan atau arti, bisa juga dimaknai kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktivitas.[5]

        2.2.1. Definisi Gembala

Gembala adalah orang kepercayaan dan orang yang dapat diandalkan dalam keadaan apa pun. Itulah sebabnya seorang pemimpin seringkali disebut sebagai gembala. Seorang gembala adalah seorang yang dipercayai dan mengemban tanggung jawab yang cukup berat.[6] Bahkan gembala yang baik memberikan nyawanya untuk domba-dombanya.[7]

        2.2.2. Definisi Pemimpin

Kepemimpinan adalah pengaruh, yaiu kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain.orang hanya dapat memimpin orang lain sejauh ia dapat memengaruhi mereka. Fakta ini didukung dengan berbagai definisi kepemimpinan yang dirumuskan orang-orang yang memiliki pengaruh besar. Berikut definisi menurut para pemimpin besar;[8]

a.   Lord Montgomery mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan dan kehendak untuk mengarahkan laki-laki serta perempuan untuk satu tujuan bersama serta karakter yang menimbulkan kepercayaan.

b.      Dr. John R. Mott, seorang pemimpin kaliber dunia di kalangan mahasiswa, memberikan definisi sebagai berikut, “ Seorang pemimpin adalah orang yang mengenal jalan, yang dapat terus maju dan yang dapat menarik orang lain mengikutinya.

c. Presiden Truman mendefinisikan berikut, seorang pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk membuat orang lain suka melakukan sesuatu yang tadinya tidak disukai oleh mereka.

d.      James C. Georges mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memperoleh pengikut-pengikut.[9]

        2.2.3. Definisi Pertumbuhan Gereja

         Pertumbuhan gereja adalah proses perubahan gereja yang mengalami peningkatan dalam suatu gereja mulai dari kecil hingga menjadi besar.  Baik dalam fisik maupun kerohaniannya setiap gereja. Gereja yang bertumbuh yaitu gereja yang menghasilkan buah yang manis dan orang lain menikmati buah tersebut. Gereja terutama sebuah organisme dan kedua sebagai organisasi. Segala sesuatu tentang gereja melibatkan kehidupan. Yesus Kristus, kepala gereja dalah Juruselamat yang hidup. Jadi, gereja semakin hari harus semakin bertumbuh sesuai kehendak Yesus untuk mencapai kesempurnaan.[10]

        2.2.4. Definisi Kualitas dan Kuantitas

                          Kualitas adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Istilah ini banyak digunakan dalam bisnis, rekayasa, dan manufaktur dalam kaitannya dengan teknik dan konsep untuk memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan.[11] Sedangkan kuantitas lebih membahas banyaknya sesuatu atau jumlah sesuatu.[12]              

2.2. Manfaat Definisi

                    Definisi memiliki manfaat untuk memperjelas setiap varibel yang akan dibahas secara menyeluruh dari judul yang dibuat. Agar penulisannya menjadi lebih terarah menuju pembahasan dan orang-orang yang membacanya dapat mengerti.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Penyebab Kemerosotan Rohani dalam Jemaat

            Kemerosotan rohani merupakan suatu keadaan yang dialami orang percaya. Istilah merosot, dalam konteks kristen membahas mengenai kehidupan orang percaya yang mengalami penurunan secara rohani. Kehidupan jemaat yang mulai merosot kerohanian dapat terlihat bila jemaat merasa bosan, protes, murung yang kemudian meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang percaya.[13] Jemaat tidak suka lagi kepada persekutuan di dalam Tuhan, tidak pernah lagi berdoa, tidak pernah lagi membaca Firman Tuhan. Hal ini tentu harus segera diwaspadai bagi setiap orang percaya jika mengalami kemerosotan rohani seperti ini.

      3.1.1. Kurang Perhatiannya Gembala

            Gembala yang cuek terhadap domba-dombanya membuat mereka tidak aktif dalam sebuah persekutuan. Gembala harus memperhatikan setiap kehidupan jemaat dan keadaan jemaat. Jangan sampai jemaat sakit hati atau kecewa dengan gembala yang tidak memperhatikan jemaatnya. Bisa saja mereka tidak aktif lagi bergereja karena kurangnya perhatian terhadap dirinya.

      3.1.2. Kegiatannya Sedikit

            Gereja itu tidak hanya ibadah hari minggu saja di gereja. Tetapi juga terdapat persekutuan selain di luar gereja seperti komsel, kunjungan kerumah sakit, mungkin juga pelatihan musik yang dibutuhkan untuk kaum muda agar dapat melayani Tuhan. Gereja perlu merancang kegiatan kerohanian seperti KKR tiap bulan ataupun setiap tahunnya. Agar lebih jelas, gereja memiliki program yang menarik, supaya jemaat juga tertarik dengan kegiatan yang ada.

      3.1.3. Lingkungan Sekitar

            Khusus untuk kaum muda, tetapi tidak menuntut orang dewasa bahkan orang tua juga. Lingkungan juga sangat berpengaruh untuk kehidupan jemaat. Banyak jemaat yang imannya lemah akan hilang dari gereja jika terpengaruh dengan lingkungan sekitar. Karena pergaulan yang buruk merusak kebiasaan baik. Gereja tentu harus keluar menjadi terang bukan malah menjadi batu sandungan dengan orang-orang sekitarnya.

3.2. Peran Gembala sebagai Pemimpin dalam Pertumbuhan Rohani Jemaat

            Situasi jemaat dalam sebuah gereja dipengaruhi juga oleh gembala. Gembala yang baik tentu memperhatikan setiap domba-domba yang digembalakannya. Seperti yang dikatakan Yesus dalam (Yohanes 10). Yesus memberi perumpamaan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya, bahwa Dia adalah Gembala yang mengerti keadaan domba-domba yang digembalaka-Nya. Seharusnya sebagai pemimpin jemaat, gembala juga melakukan apa yang dikatakan Yesus kepada domba-dombaNya[14].

      Gembala bukanlah patokan utama untuk setiap domba-domba dapat bertumbuh. Gembala hanya sebuah jembatan yang mendorong untuk jemaat bertumbuh di dalam Tuhan. Maka karena itu, pertumbuhan rohani adalah proses yang Allah berikan bagi kehidupan orang percaya. Jemaat dapat bertumbuh jika Allah yang memberi pertumbuhan.[15] Dalam tulisan Paulus mengatakan, Apolos menyiram, Paulus menanam, tetapi Tuhan yang memberi pertumbuhan. Jadi, jemaat dapat bertumbuh jika Allah memberikan pertumbuhan kepada mereka.

Allah memberi dorongan kepada orang percaya untuk terus-menerus membentuk kerohaniannya sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya. Setiap orang percaya harus bertanggungjawab atas semua yang Allah sudah berikan kepadanya. Tujuan dalam pembentukan ini adalah meyakinkan bahwa ada suatu pertumbuhan di dalam kehidupan orang percaya. Yesus sebagai manusia mengalami suatu pertumbuhan, bukan hanya jasmani melainkan juga kerohaniannya semakin bertumbuh.

Ketika ingin terus-menerus bertumbuh, tentu bukanlah suatu hal yang mudah jika orang percaya tidak mengandalkan Tuhan. Adanya suatu proses yang dimurnikan seperti emas yang dibakar untuk menjadikan emas itu lebih berharga. Walaupun sulit, Tuhan yang memampukan orang percaya untuk bertahan dalam proses pemurnian. Pertumbuhan rohani ini seharusnya yang membuat orang Kristen semakin teguh dalam imannya. Adapun orang Kristen yang tidak membentuk kerohaniannya dan tidak mau bertumbuh di dalam Tuhan, tentu sangat berpengaruh dengan pengenalannya akan Kristus sehingga sulit untuk bertumbuh di dalam Kristus.

            3.2.1. Pertumbuhan Rohani

         Pemrtumbuhan rohani merupakan karya Anugrah Allah yang mendorong, memampukan, menyediakan sarana Anugrah untuk orang percaya terus-menerus membentuk kerohaniannya hingga menjadi serupa dengan Kristus. Setiap karya Anugrah Allah yang sudah diterima harus dipertanggungjawabkan dengan cara terus- menerus membentuk sehingga bertumbuh di dalam Kristus dan sama seperti Kristus. Pertumbuhan rohani merupakan kekuatan yang dapat menjunjung nilai rohani dan nilai iman kepada Tuhan. Semakin kerohaniannya bertumbuh, semakin kuat iman yang di miliki oleh jemaat.[16]

            3.2.2. Sarana Pertumbuhan Rohani

a. Firman Allah

Allah memberikan sarana untuk orang percaya lewat Firman Tuhan yang bisa didapatkan dalam Alkitab, karena Firman itu perkataan Allah dan Allah menyatakan perkataan-Nya lewat Alkitab. Setiap orang percaya akan terus-menerus bertumbuh jika menggunakan sarana ini dengan baik.

                        b. Doa

Doa adalah suatu relasi dengan Tuhan, setiap orang percaya harus memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan lewat doa kepada Tuhan. Tuhan mengajarkan banyak hal tentang berdoa seperti yang diajarkan dalam “Doa Bapa kami”. Doa juga sebagai bukti kerendahan hati kita bahwa kita tidak bisa hidup tanpa Tuhan.[17]

                        c. Persekutuan Orang Percaya

Sebagai orang percaya harus memiliki persekutuan, persekutuan dengan orang seiman dan tidak seiman. Hal ini menggambarkan dengan kehidupan sehari-hari orang percaya dalam menjalankan kegiatan dengan sesama, baik orang percaya lainnya maupun orang yang belum percaya. Selain kepada Tuhan juga seharusnya memiliki relasi dengan sesama karena Yesus menjadi contoh saat Dia di dunia, Yesus memilik relasi dengan sesama. Baik dengan orang percaya maupun dengan orang yang tidak percaya.

            3.2.3. Bukti Pertumbuhan Rohani

Salah satu ciris orang yang bertumbuh dalam kerohaniannya pasti memiliki relasi yang baik. Hal ini ditunjukan kepada setiap orang percaya dalam menjalani hidup kesehariannya. Adapun tiga relasi sebagai bukti dalam pertumbuhan rohani.

a.      Relasi pribadi dengan Tuhan

            Memiliki hubungan dengan baik untuk Tuhan, karena tanpa hubungan dengan Tuhan tidak mungkin kerohanian bertumbuh.

b.      Relasi dengan sesama

            Dalam hal ini orang percaya juga tidak dibentuk dan bertumbuh jika tidak ada hubungan dengan sesama. Terlebih kepada orang percaya dan kepada semua orang.

c.       Relasi dengan lingkungan hidup

            Relasi ini kepada lingkungan sekitar orang percaya seperti tumbuhan, hewan bahkan juga kepada kebersihan lingkungan seperti tidak buang sampah sembarangan.

3.3. Gereja dapat Bertumbuh Secara Kualitas dan Kuantitas

                  Pada hari pentakosta, Petrus berkhotbah, rasul-rasul itu menyebar ke seluruh kota. Masing-masing berkhotbah dengan penuh kuasa Roh Kudus dan karena pekerjaan Roh melalui semua rasul itu, pada hari itu ada 3.000 orang yang dibaptis.[18] Kisah Para Rasul 2:41-47 ini sering dipakai sebagai model kehidupan jemaat yang idea atau yang dicita-citakan, yang paling dikehndaki oleh Tuhan. Jemaat mula-mula bertumbuh bukan hanya jumlah jiwa tetapi juga dalam kerohaniannya semakin bertumbuh. Sekalipun jemaat itu masih sangat miskin dan jumlah mereka masih sangat sedikit, juga ada dalam keadaan bahaya karena dicurigai, dikejar-kejar, dan dianiaya tetapi mereka memiliki kehidupan persekutuan yang sangat baik. Justru, semakin ditekan, semakin banyak jumlah yang dihasilkan.

3.3.1. Bertumbuh Secara Kualitas

            Setelah mereka dibaptis, mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Bertekun itu artinya rajin, giat, sungguh-sungguh, disiplin, dan seterusnya. Ketekunan mereka ada dalam kerinduan mereka untuk selalu belajar atau diajari oleh para rasul itu. Itulah salah satu ciri jemaat perdana yang merupakan jemaat yang ideal dalam pertumbuhan kualitas.  Ciri berikutnya, jemaat itu bukan saja tekun secara pribadi dalam pengajaran para rasul, melainkan juga tekun bersama-sama di dalam hidup persekutuan. Inilah tugas gereja dalam membuat persekutuan, karena adapun jemaat-jemaat yang merindukan persekutuan tetapi tidak mendapatkannya (dalam konteks tertentu).

            Persekutuan yang ideal hanya mungkin terjadi dalam jumlah yang kecil, di mana anggota satu sama lain saling mengenal dan saling akrab. Persekutuan seperti ini tentu menjadi keuntungan bagi setiap gereja yang memilikinya. Dibalik idealnya juga, ternyata ada juga kelemahan dalam persekutuan doa semacam ini seperti anggota karena sudah terlalu nyaman dengan keadaan persekutuan itu maka mereka tidak mau lagi bersekutu dengan orang-orang diluar persekutuan. Mereka hanya bersekutu dengan anggota yang ada di dalam persekutuan kecil itu. Gereja harus bersungguh-sungguh mengatur strategi bagaimana harus mengambil tindakan seperti ini. Agar tidak merusak atau mengelompokan, gereja tentu harus memiliki konsep agar persekutuan itu tetap bisa dialami oleh anggota lainnya dan persekutuan ini menjadi sehat.

            Kemudian ciri yang lain yang terdapat dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 yaitu jemaat perdana itu selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Mereka menyatakan hidup persekutuan itu dengan cara selalu berkumpul bersama. Berkumpul dalam konteks ini bukah sekedar ngobrol biasa, melainkan berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Ini bukanlah suatu ritual agama, melainkan makan bersama-sama. Ada yang menafsirkan mungkin mereka bawa makanan sendiri-sendiri, sedikit-sedikit, kemudian dikumpulkan menjadi satu untuk dimakan bersama-sama setiap hari. Jemaat yang memiliki kualitas rohani yang baik yaitu selalu berdoa. Mereka menganggap doa itu sebagai sesuatu yang sangat penting, bahkan salah satu yang menentukan kehidupan mereka sebagai gereja.

            Jemaat yang berkualitas juga memiliki rasa hormat yang sangat tinggi karena rasul-rasul mengadakan banyak mukjizat dan tanda. Gereja yang berkualitas tentu dapat memikirkan bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu. Bahkan Allah sanggup melakukan apa yang tidak sanggup pikirkan. Mereka merasakan ada kuasa Tuhan yang benar-benar bekerja atas kehidupannya di dalamkehdupan berjemaat. Gereja ini tidak hanya memikirkan diri sendiri, mereka memiliki konsep untuk saling berbagi satu dengan yang lain (tidak egois).[19]

3.3.2. Bertumbuh Secara Kuantitas

            Dimulai dari 120 murid di Yerusalem, ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di suatu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk. Dan tampaklah kepada mereka seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Ketika hal itu terjadi dan orang dari daerah-daerah berkumpul, maka Petrus bangkit berdiri dengan kesebelas rasul danPetrus berkotbah. Dan pada saat itu jumlah mereka bertambah kira-kira 3000 jiwa dan bahkan sampai 5000 jiwa.[20]

            Petrus sebagai tangan kanan Yesus, orang yang diberi kepercayaan. Ia melakukan tugasnya untuk menjadi saksi tentang Yesus. Ketika jiwa-jiwa bertambah semata-mata bukanlah karena Petrus tetapi karena kuasa yang Allah berikan kepadanya. Jika kita relevansikan ke masa kini untuk gembala sangatlah baik. Karena gembala juga diberi kepercayaan kepada Allah untuk menjadi saksi, untuk mengembalakan jemaat. Allah mau kehidupan jemaat bertumbuh secara kuantitas juga bukan sekedar kualitas. Setiap gembala harus berperan aktif dalam hal ini, setiap gereja yang digembalakannya harus bertumbuh secara kualitas dan kuantitas. Maksudnya ialah baik secara kerohanian dan jumlah jemaat yang digembalakan. Dapat dipertanyakan jika gereja tidak mengalami pertumbuhan ini. apakah gereja tersebut sehat atau tidak.[21]

 

BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

            Gembala adalah seorang yang diberi kepercayaan untuk memimpin suatu jemaat. Istilah ini digunakan sesuai dengan fungsinya sebagai seorang gembala yang bertanggung jawab untuk mengembalakan domba-dombanya. Gembala berperan penuh dalah kehidupan jemaat, dalam pertumbuhan kerohanian dan juga jumlah jemaat yang digembalakan. Gereja yang digembalakan seorang gembala tentu semakin hari semakin bertumbuh baik dalam kerohaniannya(iman) ataupun juga dalam jumlah jemaat yang digembalakan. Gembala tentu bertanggung jawab dalah hal ini. seorang gembala tidaklah boleh berada di dalam zona nyaman atau maksudnya tidak boleh biasa saja dalam mengembalakan. Gembala perlu untuk memikirkan bagaimana jemaat dapat bertumbuh secara kualitas dan kuantitasnya. Memang pertumbuhan kualitas dan kuantitas Allah yang berikan, tetapi dibalik itu juga harus ada usaha dari seorang gembala dalam memimpin sebuah gereja. Maka karena itu, peran gembala sangatlah penting dalam pertumbuhan kuantitas dan kualitas. Jika tidak dapat mengembalakan dengan baik pasti domba-domba sulit untuk bertumbuh secara kualitas dan kuantitas.

4.2. Saran

            Jika sudah membaca makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah ini. Agar dapat mengetahui kesalahan dan penulis bisa memperbaik tulisannya.

 

 

 

Daftar Pustaka

Kepustakaan

B. Ferguson. Sinclair. 1997.  Bertumbuh dalam Anugrah. Surabaya. Momentum.

B. Susabda. Yakub 2006.  Administrasi Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 57-58)

C. Maxwell. John 1982. Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda. New York. Equip. (Hlm 1).

Darmaputera. Eka 2017. Menjadi Saksi Kristus. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 36).

D’Souza. Anthony 2009, Kepemimpinan Yesus Sang Almasih. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. (Hlm 28), (Hlm 31).

E.CH. Wuwungan. O. 1978. Firman Hidup 51. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 12).

Edgar Walz. 2008. Bagaimana Mengelola Gereja Anda. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm. 11).

Heward-Mills. Dag 2015. Apa Artinya Menjadi Seorang Gembala. Parchment House. (Hlm 2)

Heward-Mills. Dag 2015. Gereja Besar Edisi ke 2. Parchment House. (Bab 27).

Heward-Mills. Dag 2015. Seni Menggembalakan. Parchment House. (Bab 27).

G. White Estate. Ellen 1992. Kebahagiaan Sejati. Jakarta. RCM (Hlm 18)

Jenson. Ron, dkk. 2004. Dinamika Pertumbuhan Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 7).

Oswald Sanders. J. 2017. Kepemimpinan Rohani. Bandung. Kalam Hidup (Hlm 15).

Soehono. Agus 2002, Hidup yang berkenan. Jakarta. BPK Gunung mulia. (Hlm 70).

Soehono. Agus 2003. Hidup Yang Bertati. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 108).

Willi Marxsen. 2008. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta. BPK Gunung Mulia.  (Hlm. 3).

 

Internet

https://Kbbi.online

https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi

https://id.wikipedia.org/wiki/Kualitas

 

 

 

 



[1]Dag Heward-Mills. 2015. Apa Artinya Menjadi Seorang Gembala. Parchment House. (Hlm 2)

[2]Anthony D’Souza. 2009.  Kepemimpinan Yesus Sang Almasih. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm 31).

[3]Anthony D’Souza. 2009, Kepemimpinan Yesus Sang Almasih. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. (Hlm 28).

[4]Yakub B. Susabda. 2006.  Administrasi Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 57-58)

[6]O.E.CH. Wuwungan. 1978. Firman Hidup 51. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 12).

[7]Dag Heward-Mills. 2015. Seni Menggembalakan. Parchment House. (Bab 27).

[8]J. Oswald Sanders. 2017. Kepemimpinan Rohani. Bandung. Kalam Hidup (Hlm 15).

[9]John C. Maxwell. 1982. Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda. New York. Equip. (Hlm 1).

[10]Ron Jenson, dkk. 2004. Dinamika Pertumbuhan Gereja. Malang. Gandum Mas. (Hlm 7).

[12]Kbbi. online

[13]Agus Soehono. 2002, Hidup yang berkenan. Jakarta. BPK Gunung mulia. (Hlm 70).

[14]Edgar Walz. 2008. Bagaimana Mengelola Gereja Anda. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm. 11).

                [15]Sinclair. B. Ferguson. 1997.  Bertumbuh dalam Anugrah. Surabaya. Momentum.

 

[16]Agus Soehono. 2003. Hidup Yang Bertati. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 108).

[17]Ellen G. White Estate. 1992. Kebahagiaan Sejati. Jakarta. RCM (Hlm 18)

[18]Eka Darmaputera. 2017. Menjadi Saksi Kristus. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 36).

[19]Eka Darmaputera. 2017. Menjadi Saksi Kristus. Jakarta. BPK Gunung Mulia. (Hlm 37).

 

[20]Willi Marxsen. 2008. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta. BPK Gunung Mulia.  (Hlm. 3).

[21]Dag Heward-Mills. 2015. Gereja Besar Edisi ke 2. Parchment House. (Hlm 5).

Post a Comment

0 Comments