Identifikasi Buku
Judul buku :
Panduan Lengkap Penafsiran Alkitab
Pengarang :
DR. Rainer Scheunemann
Tahun Terbit :
2013
Penerbit :
Andi
Jumlah Halaman : 246
Hlm yg dibaca :
Vii-60 & 139-235
Ringkasan
1.DASAR-DASAR UMUM PENAFSIRAN
A.
Kebutuhan Menafsir
Ketika
membaca Firman Tuhan, terdapat tiga aspek yang tidak bisa dipisahkan seperti
“bacalah, pahamilah dan taatilah”. Baca tanpa pengertian adalah sia-sia dan
pengertian tanpa ketaatan tidak akan membuahkan hasil.
Biasanya penafsiran suatu teks didasarkan pada
kesenjangan pengertian konteks masa lalu
dengan lingkungan dan konteks saat ini. Hal ini juga berkaitan dengan konteks
sejarah dengan gaya bahasa yang digunakan pada zaman tertentu. Dengan demikian,
para penafsri harus memperhatikan bagaimana menafsir dengan baik karena Alkitab
adalah Firman Allah.
Ada dua tugas yang harus dimiliki oleh penafsir. Tugas
pertama adalah mengetahui makna teks asli (eksegesis) dan kedua menterjemahkan
ke dalam konteks masa kini. Dalam menafsir, harus diperhatikan makna teks dan
maksud teks tersebut.
Menemukan makna dan pengertian yang benar mengenai teks
ada dua hal yang harus diperhatikan seperti sifat pembaca dan sifat firman
Allah. Pertama, sifat pembaca berarti semua pembaca adalah penafsir. Dengan
demikian saat membaca Alkitab harus meminta tuntunan Roh Kudus, agar tidak
terjebak dalam penafsiran yang salah. Kedua, sifat firman Tuhan yang
menjelaskan bahwa penafsir diperlukan dasar firman Tuhan. Alkitab memiliki
sifat manusiawi dan ilahi dalam porsi yang seimbang. Penafsir perlu menyadari
bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang diberikan dalam bahasa manusia melalui
sejarah. Allah memilih untuk berfirman
kepada manusia melalui keadaan dan peristiwa khusus dalam sejarah manusia.
Karena adanya gap waktu, maka diperlukan untuk belajar menafsirkan Alkitab.
B.
Terjemahan Alkitab dan Kritik Teks
Alkitab
mula-mula ditulis dalam bahasa Ibrani, Aramik, dan Yunani. Dengan demikan
setiap terjemahan Alkitab ke bahasa lain merupakan bentuk penafsiran. Apapun
terjemahan Alkitab yang digunakan seseorang, yang merupakan titik permulaan
bagi penafsiran bagi orang tersebut, sebenarnya merupakan hasil akhir banyak
karya ilmiah. Para penterjemah harus memilih arti. Pilihan tersebut akan
mempengaruhi pengertian pembaca. Oleh karena itu, dalam penafsiran diperlukan
berbagai jenis terjemahan sebagai pembanding.
Ada dua pilihan yang harus dibuat oleh penerjemah, yaitu
tekstual dan linguistik. Pertama, kritik tekstual adalah ilmu yang berusaha
menemukan teks asli dokumen-dokumen kuno dengan cara menyaring semua bahan yang
tersedia untuk menentukan uraian (bacaan) yang mengandung kesalahan dan varian
yang paling asli. Kedua, jenis pilihan berikut yaitu verbal dan gramatikal yang
membawa kepada ilmu penerjemahan yang sebenarnya. Persoalannya berkenaan dengan
pemindahan kata dan gagasan dari bahasa yang satu (bahasa asal) ke bahasa yang
lain (bahasa penerima). Dalam hal ini ada tiga teori penerjemahan dasar seperti
terjemahan harafiah, terjemahan bebas dan terjemahan kesesuaian dinamis.
C.
Pengertian Istilah, Peran, dan Tujuan Eksegesis
Istilah
eksegesis berasal dari kata Yunani “exegesis”
yang berarti “memimpin atau membawa ke luar”. Kata ini muncul dalam Perjanjian
Baru hanya dalam bentuk kata kerja dan terdapat di Lukas 24:35, Yohanes 1:18,
dan Kisah Para Rasul 10:8; 15:12,14; 21:19. Kata ini diterjemahkan menjadi
“dihubungkan” atau “dijelaskan” (NASB). Jadi dalam pengertian istilah eksegesis
berarti suatu penjelasan, eksposisi, dan interpretasi Alkitab. Sebagai suatu
definisi, istilah “eksegesis” berarti menjelaskan suatu kata, kalimat,
paragraph atau keseluruhan kitab dengan memimpin keluar pengertian sebenarnya
(seperti yang dimaksud si penulis) suatu teks. Hal ini paling baik dilakukan
dengan kembali pada sumber mula-mula suatu teks dalam bahasa aslinya. Eksegesis juga dapat diartikan sebagai ilmu
penafsiran sekaligus memiliki corak seni.
Dalam menafsir Alkitab terdapat metode penafsiran yang
baik maupun yang tidak baik. Metode yang baik yaitu menafsir secara historical,
gramatikal dan tekstual sedangakan yang tidak baik menafsirkan secara alegoris,
terisolir atau terpisah, dogmatis pararel, harafiah ekstremrasional, mitologis.
Dengan demikian, sebagai penafsir harus menafsirkan Alkitab dengan metode yang
tepat dan benar.
D.
Persiapan dan Pelaksanaan Eksegesis
Persiapan
dan pelaksanaan eksegesis merupakan hal yang sangat penting bagi setiap
pemberita Firman. Tetapi jangan sampai hal ini membuat banyak orang mencari
keuntungan (2 Kor. 2:17). Setiap orang harus melayani dengan hati yang murni
dan bertanggungjawab. Para pemberita
Firman harus menyampaikan dengan berterus terang, tidak perlu malu (2 Tim.
2:15).
Metode eksegesis merupakan bagian yang penting dalam
proses penafsiran karena meberi petunjuk untuk memahami suatu teks dengan
memerhatikan kemampuan dan kelemahan atau kecendrungan yang dimiliki
penafsir. Jangan sampai proses
penafsiran dilakukan dengan proses yang tidak efesien, tidak terorganisir,
tidak mendalam bahkan tidak mempedulikan metode eksegesis. Tentu ini akan
menjadi hal yang berbahaya bagi setiap penafsir Alkitab.
E.
Dasar Aplikasi atau Penerapan Teks
Hubungan
penafsiran dengan penerapan yaitu mempersiapkan diri untuk memberitakan firman
Tuhan, penafsiran dan penerapan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Penerapan firman Tuhan merupakan tujuan khotbah atau renungan, sedangkan
penafsiran merupakan dasarnya. Penerapan yang tidak dilandasi penafsiran yang
baik dapat bersifat liar dan membawa kepada pengajaran yang salah. Di lain
pihak, penafsiran yang tidak memberikan penerapan bersifat membosankan, dan
lebih lagi menunjukan seolah-olah firman Tuhan tidak lagi actual dan relevan untuk
masa kini. Tanpa isi yang berbobot maka pemberitaan firman Tuhan yang
disampaikan tidak memiliki kekuatan dan arti.
Dalam membuat khotbah atau renungan penafsiran merupakan
langkah pertama dan penerapan merupakan langkah kedua. Penafsiran merupakan upaya
untuk mencapai pengertian atau berita isi teks (kerygma) dengan menerobos lapisan yang memisahkan antara teks yang
ditulis pada masa lampau dalam situasi tertentu dengan si pembaca pada masa
kini, misalnya waktu-zaman, budaya, gaya bahasa, geografi, sosial-kemasyarakatan
dan agama, unutk mencapai inti pengertian teks tersebut. Ini juga disebut
memahami situasi mula-mula teks. Sedangkan penerapan adalah sebalikny. Inti
pengertian yang diperoleh haruslah diberi pemaparan yang sesuai dengan situasi
dan kondisi pada masa kini, yaitu situasi budaya, bahasa dan kemasyarakatan
setempat, supaya berita tersebut aktual dan relevan
Saat membaca Alkitab, terkadang banyak orang yang merasa
bahwa isi tersebut tidak relevan dengan masa kini. Hal ini dikarenakan ada teks
Alkitab yang memiliki penerapan dan relevansi langsung dengan situasi pada masa
kini dan ada pula yang hanya memiliki relevansi secara tidak langsung. Hal ini
karena firman Allah berbicara konkret dalam situasi tertentu (misalnya kepada
Abraham), sehingga situasi dan kondisi para penerima firman Allah mula-mula
berbeda dengan situasi pada masa kini. Tentu tugas penafsir dan terutama
penerapan adalah menemukan prinsip rohani dibalik teks tersebut dan
menghubungkannya dengan situasi pada masa kini.
Para penafsir juga harus memperhatikan batasan penerapan.
Sering kali penafsir melampaui batasan dan membuat penerapan yang tidak sah.
Berikut ini ada beberapa peraturan yang harus diperhatikan. Pertama, penerapan
yang melampaui apa yang telah diwahyukan Allah dalam Alkitab. Kedua, penerapan
yang tidak pernah dimaksudkan oleh si penulis. Ketiga, penerapan yang
berdasarkan terjemahan dan penafsiran yang salah. Keempat, penerapan yang
berdasarkan atas logika yang salah.
2.
PETUNJUK PRAKTIS MEMBUAT DAN MENYAPAIKAN RENUNGAN
ATAU KHOTBAH
A.
Tujuan Renungan atau Khotbah
1.
Memperdalam iman
2.
Panggilan untuk
percaya, beriman atau bertobat
3.
Menyampaikan
pengetahuan alkitabiah
4.
Merealisasikan
kepedulian dan kasih Tuhan
5.
Sebagai
pertolongan dalam hidup mengikut Yesus.
B.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian
Renungan atau Khotbah
1.
Setiap teks
Alkitabmerupakan bagian dari sejarah keselamataan Allah dengan manusia. Ini
berarti setiap teks memiliki makna. Namun, pendekatan hermeneutis perlu
diperhatikan. Teks yang berlaku langsung bagi umat Israel, belum tentu berlaku
bagi gereja. Perhatikan prinsip teologis yang terdapat dalam teks tersebut dan
terapkan dalam situasi masa kini.
2.
Istilah-istilah
dasar dalam Alkitab harus dimengerti dan diterangkan secara jelas.
3.
Teks harus
dipelajari dan ditafsirkan secara teliti.
4.
Tuhan tidak
menghendaki untuk memberikan lebih dari pada apa yang dimiliki. Setiap
pemberita firman harus bertanggung jawab memberitakan apa yang diketahui dan
alami.
5.
Tentukanlah
tujuan renungan dan buatlah kerangka yang mendukung penyampaian tujuan
tersebut. Setelah itu pilihlah metode penyampaian yang tepat.
6.
Beritakanlah
Injil, bukan hukum Taurat. Indikatif (Penjelasan) sebelum imperatif (perintah).
7.
Awal dari
renungan harus menjemput pendengar atau menarik bagi pendengar.
8.
Berbicaralah
secara langsung dengan menggunakan kalimat yang pendek dan tidak
berbelit-belit.
9.
Berbicaralah
dengan sikap yang jujur terhadap diri sendiri.
10.
Berbicaralah
dengan menggunakan berbagai contoh atau gambaran.
11.
Gunakan bahasa
yang dapat dimengerti oleh pendengar.
12.
Berbicara dengan
memerhatikan situasi dan konteks. (cara bicara da nisi harus disesuaikan dengan
situasi dan kondisi pendengar.
C.
Langkah praktis untuk mempelajari, menafsirkan, dan
mengkhotbahkan teks Alkitab
1.
Doa
2.
Penafsiran
-
Baca teks
berulang kali.
-
Buatlah suatu
terjemahan yang mudah dimengerti.
-
Perhatikanlah
konteks sejarah dan konteks sastra teks tersebut.
-
Jelaskanlah
tiap-tiap istilah dalam teks tersebut.
-
Perhatikanlah
arti dan penggunaan kata kerja.
-
Perhatikanlah
teks-teks paralel.
-
Rangkumlah isi
utama teks tersebut.
-
Berusahalah
untuk menjelaskan seluruh isi teks tersebut dengan satu atau dua kalimat saja
tanpa menggunakan istilah atau kata dalam teks tersebut.
3.
Renungan
-
Bayangkan dan
gambarkan isi teks tersebut dalam pikiran pengkhotbah.
-
Prinsip
kebenaran apa yang disampaikan.
-
Apa yang
dikatakan teks tentang manusia.
-
Apa yang
merupakan penguatan dan penghiburan serta tuntutan dalam teks tersebut.
-
Dalam hal apa
pemberita dipanggil untuk bertobat dan berubah.
-
Dalam hal apa pemberita
dipanggil untuk berdoa
4.
Penyusunan
khotbah atau renungan
-
Kumpulkan bahan
khotbah dan batasilah pokok ulasan dalam khotbah atau renungan.
-
Tentukanlah
jenis pemberita atau penyampaian yang akan digunakan.
-
Kerangka dan
pembagian renungan atau khotbah.
5.
Kesimpulan: 7 hal
utama yang perlu diperhatikan dalam menyusun khotbah atau renungan.
-
Harus menguasai
isi firman yang disampaikan.
-
Struktur khotbah
harus mudah diingat.
-
Adanya cerita
contoh atau ilustrasi yang baik dan mudah diingat.
-
Perlunya
penerapan atau aplikasi yang tepat.
-
Sikap dalam
membawa firman Tuhan haruslah baik.
-
Cara
berkomunikasi haruslah baik dan sesuai dengan karakter pengkhotbah.
-
Doa memohon
bimbingan Roh Kudus dalam khotbah adalah mutlak.
3.
DASAR EKSEGESIS SASTRA PERJANJIAN BARU
A.
Dasar Metode Penafsiran Teks Narasi dalam Kitab
Injil
Ada
beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam penafsiran Kitab injil.
Berikut contoh dibawah ini sebagai garis besar pedoman penafsiran Kitab Injil.
1.
Kitab Injil
ditulis dengan tujuan dan alasan tertentu.
2.
Perhatikanlah hal-hal
yang menghalangi pengertian nats (bagian Injil) tersebut.
3.
Perhatikanlah
konteks sastra teks tersebut.
4.
Buatlah struktur
kerangka teks tersebut.
5.
Rakumlah isi dan
okok pelajaran dalam teks tersebut dengan kata-kata sendiri (paraphrase).
6.
Buatlah aplikasi
untuk kehidupan sehari-hari Anda, jemaat, dan masyarakat.
7.
Buatlah kerangka
(garis besar) khotbah dengan butir-butir pokok isinya dan penerapannya untuk
kehidupan sehari-hari secara pribadi, anggota jemaat, jemaat dan masyarakat
umum.
B.
Petunjuk Metode Penafsiran Perumpamaan Yesus dalam
Perjanjian Baru
Pertama,
sejarah singkat penafsiran perumpamaan Yesus. Mulai abad 4-19 terdapat metode
allegori namun pada tahun 1954 baru Adolf Julicher dan Joachim Jeremias
memberikan reaksi mengenai penafsiran allegori dalam penafsiran perumpamaan.
Mereka menekankan bahwa perumpamaan hanya memiliki satu poin saja yaitu berita
atau ajaran.
Kedua, penggolongan atau klasifikasi perumpamaan menurut
struktur. Contoh dalam perumpamaan dalam Mat. 11:16-19; 13:24-30. Dalam setiap
perumpamaan memiliki poin-poin khusus yang harus diperhatikan seorang penafsir.
Tuan berbicara mengenai Allah dan dua orang hamba yang bertentangan
menggambarkan sifat kelakuan menolak Tuhan.
Ketiga, rangkuman isi dari perumpamaan Yesus. Contoh,
Yesus jelas memiliki tiga tujuan atau penekanan seperti anugrah dan kebaikan
Allah, panggilan dan tuntutan untuk mengikut Yesus dan bahaya ketidaktaatan.
Keempat, gaya bahasa yang dilakukan Yesus seperti kiasan
sederhana (Mat. 13:33), metafora sederhana (Mat. 7:6), cerita sederhana (Mat.
20:1-16), cerita metafora (Luk. 15:11-32), cerita contoh (Luk. 10:25-32).
Kelima, langkah praktis menafsirkan dan mengaplikasikan
perumpamaan Yesus. Memahami, mencari tahu, berusaha mengerti, berusaha
menterjemahkan dinamika, buat kerangka khotbah dengan poin.
C.
Dasar Penafsiran Teks Kisah Para Rasul
1.
Aspek Teologis
yang penting dalam Kisah Para Rasul.
-
Kontinuitas atau
penerusan pelayanan dari Yesus sebagai Mesias dan Tuhan yang dimuliakan.
-
Kontinuitas
pelayanan Yesus melalui Roh Kudus..
-
Kontinuitas
pelayanan Yesus dalam gereja.
2.
Khotbah,
pembelaan, dan ucapan dalam Kisah Para Rasul
Khotbah,
pembelaan, dan ucapan sangat menonjol dalam Kisah Para Rasul. Hampir sepertiga
dari kitab itu berisi perkataan atau ucapan langsung. Dalam hal ini Lukas tidak
hanya memberi contoh khotbah para rasul, melainkan juga memiliki tujuan
teologis lainnya.
3.
Dasar dan Langkah penafsiran Kisah Para Rasul
secara keseluruhan atau per bagian.
-
Perhatikan corak
sastra khusus Kisah Para Rasul.
-
Perhatikanlah
struktur atau ikhtisar Kisah Para Rasul
-
Tekanan atau
titik berat Lukas adalah gerakan Injil dari Yerusalem ke Roma dan seluruh
dunia.
-
Jangan membuat
doktrin dari cerita contoh yang tidak disahkan oleh teks doktrinal lainnya
dalam Perjanjian Baru.
-
Tidak semua
hikayat, cerita atau pidato memberitahukan sesuatu (arti atau penerapan) namun
menunjang maksud keseluruhan.
-
Jangan
menganggap suatu peristiwa memiliki arti pengajaran terpisah dari maksud
keseluruhan Kisah Para Rasul.
-
Hal normal
jangan dijadikan normative.
-
Jangan
menggunakan analogi yang didasarkan atas contoh Alkitab untuk tindakan masa
kini.
-
Memahami teks
utama.
D.
Dasar Penafsiran Surat Kiriman dalam Perjanjian Baru
1.
Dasar Umum
-
Walaupun
beraneka ragam jenisnya, semua surat dalam perjanjian Baru merupakan dokumen tak
berkala yaitu yang muncul dari situasi khusus dan dimaksdukan untuk suatu
peristiwa khusus.
-
Hal penting yang
harus dilakukan dalam penafsiran sebuah surat kiriman adalah membuat
rekonstruksi sementara, tetapi arif dari situasi yang sedang dihadapi oleh
penulis. Dalam hal ini dapat memperoleh bantuan dari kamus Alkitab, buku
pengantar atau buku penafsiran untuk mengetahui sebanyak mungkin situasi si
penulis dan pembaca.
-
Dalam penafsiran
sebuah surat, pemikiran secara paragraph merupakan pola pemikiran dan
penafsiran yang mutlak perlu.
-
Suatu teks tidak
dapat memiliki arti yang tidak pernah dimaksudkan oleh penulis dan pembacanya.
-
Peraturan dasar
lain yang perlu diperhatikan adalah kapan saja mengalami yang sebanding.
-
Suatu hal yang
menjadi tidak penting apabila secara langsung dikatakan sebagai sesuatu yang
tidak penting misalnya merayakan hari
raya, masalah makanan dan minuman.
-
Dalam penafsiran
surat, perlu diperhatikan bahwa ada pokok-pokok yang memuat perbedaan pandangan,
walaupun secara keseluruhan keseragaman jelas jauh lebih besar.
-
Persoalan
teologis kadang muncul dalam surat
kiriman yang hanya menjawab pertanyaan.
-
Tujuan utama
penafsiran adalah menjadikan semua lebih taat kepada apa yang didengar dan
mengerti.
2.
Langkah praktis
penafsiran teks surat kiriman
-
Bacalah seluruh
teks secara berulang-ulang.
-
Perhatikan pokok
pikiran dalam paragraph.
-
Buatlah
rekonstruksi situasi historis si penulis.
-
Perhatikanlah
teks yang dibahas hanya berlaku untuk jemaat pada masa lalu ataukah juga
berlaku untuk pada masa kini.
-
Buatlah aplikasi
atau penerapan hanya dari hal-hal yang berlaku secara universal atau dari fakta
yang sebanding.
3.
Petunjuk
penafsiran bagian yang sulit
-
Dalam banyak
kasus, alasan berbagai teks Alkitab begitu sukar karena ditulis bukan untuk
orang percaya saat ini.
-
Beberapa bagian
tidak rinci sehingga sulit untuk dimengerti.
-
Ketidakpastian
mengenai beberapa rinci yang tepat.
-
Mencari
keterangan paa buku tafsiran.
E.
DASAR PENAFSIRAN TEKS WAHYU
Ada
lima pendekatan hermeneutis Kitab Wahyu seperti presentis, historis, futuris,
idealis, danintegral.
1.
Pendekatan presentis
yaitu pendekatan ini ditekankan bahwa Kitab Wahyu hanya berlaku untuk
gereja Tuhan abad pertama dan kedua.
2.
Pendekatan
historis yaitu pendekatan yang dilihat dari sudut pandang sejarah dunia atau
gereja.
3.
Pendekatan
futuris yaitu pendekatan Kitab Wahyu dibaca sebagai peta perkembangan sejarah
dunia dan gereja.
4.
Pendekatan
idealis yaitu dalam hal ini pendekatan
presentis ditekankan, tetapi dengan penambahan bahwa prinsip teologis yang
nampak dalam Kitab Wahyu berlaku pula untuk gereja masa kini dan harus menjadi
bahan peringatan, teladan dan penghiburan.
5.
Pendekatan
integral yaitu pendekatan yang menggabungkan semua aspek kekuatan dari
pandangan presentis, historis, futuris serta menolak aspek kelemahannya.
4.
CONTOH PRAKTIS TAFSIRAN TEKS PERJANJIAN BARU
Penafsiran Teks Narasi Injil: Penolakan Yesus
di Nazaret (Lukas 4:14-30)
1.
Konteks
-
Konteks Historis
Pertanyaan
historis dalam teks ini adalah hubungan dengan Matius 13:53-58 dan Markus
6:1-6a yang juga mencatat kunjungan Yesus ke Nazaret. Apakah ini kunjungan yang
sama? Ada beberapa penafsiran yang mengatakan bahwa ini merupakan kunjungan
yang sama.
-
Konteks Sastra
Konteks
jauh dari teks ini adalah Lukas 3:21-9:50 yang berbicara mengenai pelayanan
Yesus di Galilea. Penekanan teologis bagian ini adalah identitas Yesus.
Pertanyaannya adalah siapakah Yesus (3:22; 9:35)? Pertanyaan ini juga berperan
penting dalam perikop ini (Luk. 4:14-30).
Konteks
dekat teks ini adalah Lukas 4:14-37 (44), yaitu Yesus di Nazaret dan Kapernaum.
Bagian ini menunjukan pelayanan Yesus dalam dua sisi. Sisi pertama adalah
reaksi negative di Nazaret, sedangkan sisi kedua adalah rekasi positif di
Kapernaum. Di kedua sinagoge, pertanyaan utama adalah siapakah Yesus. Di sini
tampaklah “inklusio” atau tanda kurang antara ayat 14 dan 37 yang menunjukan
bahwa bagian ini perlu ditafsirkan sebagai suatu kesatuan. Artinya, bagian ini
ingin menjukan kontras dalam pelayanan Yesus.
2.
Struktur
-
Penjelasan
historis (4:14-15): Pelayanan Yesus dalam kuasa Roh Kudus dikenal banyak orang.
-
Yesus
memperkenalkan atau menyatakan diri sebagai Mesias (4:16-21)
-
Keraguan orang
banyak akan pribadi Yesus (4:22): Ia dianggap hanya anak Yusuf
-
Jawaban Yesus
terhadap keraguan orang banyak (4:23-27)
-
Penolakan Yesus
di Nazaret (4:28-30)
3.
Penafsiran
terinci
-
Penjelasan historis (14-15): Pelayanan Yesus dalam
kuasa Roh Kudus dikenal banyak orang.
Kalimat awal di ayat 14a mengatakan bahwa Yesus
kembali ke Galilea dengan kuasa Roh. Ayat ini merujuk ke pasal 3 di mana Yesus
dibaptis dengan Roh Kudus (3:22) dan peristiwa pencobaan di padang gurunm di
mana Yesus dipimpin oleh Roh (4:1). Yesus kini memulai pelayanan-Nya dengan berkhotbah
dengan wibawa dan melakukan berbagai mukjizat. Kabar pelayanan Yesus yang luar
biasa ini cepat tersiar. Kemudian dikatakan bahwa Yesus melayani di sinagoga
(rumah ibadah) dan semua orang memuji Dia.
Meskipun
demikian, reaksi positif ini hanya reaksi mula-mula. Hal ini akan segera
berubah. Bagaimana hal ini berubah dijelaskan dalam berita Lukas mengenai
kunjungan Yesus berkarya dalam kuasa Roh Kudus. Kedua, Yesus menjadi pusat
pemberitaan-Nya.
Sebagai
rangkuman dapat dikatakan bahwa pelayanan Yesus dalam kuasa Roh Kudus
menjadikan Dia terkenal (14) dan kelihatannya Ia diterima di seluruh bagian
daerah itu (15).
-
Yesus memperkenalkan atau menyatakan diri sebagai
Mesias (16-21).
Dalam konteks ini Yesus mengisyaratkan dengan jelas
bahwa Ia kini telah siap untuk menjalankan apa yang telah Ia katakana. Dengan
duduk, Yesus bertindak tidak seperti biasanya para pengkhotbah menyampaikan
beritanya dengan berdiri. Walaupun demikian, arti duduk ini tidak perlu
ditafsirkan secara berlebihan. Yang pasti adalah para pendengar ingin mendengar
lebih banyak lagi (20b-21). Dengan ungkapan “hari ini” Yesus menekankan bahwa
dengan kehadiran-Nya, masa (periode) keselamatan telah dimulai. Dengan
pelayanan Yesus melalui kata dan tindakan, keselamatan telah tiba. Dan masa ini
masih berlangsung (band. Kis. 1:1, dalam Injilnya Lukas hanya menekankan apa
yang Yesus mulai perbuat dan ajarkan). Ungkapan “hari ini” menekankan pada masa
semua pembaca Injil Lukas akan berlakunya masa ini kepastian kehadiran
keselamatan tersebut.
Yesus
menyatakan diri-Nya sebagai penginjil karismatis atau Mesias dan sebagai
penggenapan nubuat Yesaya 700 tahun yang lalu. Penyampaian berita-Nya merupakan
penggenapan dari Yesaya 61:1-2. Yesuslah yang memulai masa anugrah Allah yang
khusus dan membawa keselamatan.
-
Keraguan orang banyak akan pribadi Yesus (22): Yesus
dianggap hanya anak Yusuf.
Bagian ini adalah penduduk Nazaret mengagumi berita
Yesus, tetapi tidak mempercayai pribadi Yesus, karena kelihatannya hanya anak
Yusuf dan dengan demukian sama dengan mereka.
-
Jawaban Yesus terhadap keraguan orang banyak
(4:23-27)
Yesus menubuatkan bahwa karena orang banyak menolak
atau tidak percaya kepada-Nya, anugrah Allah akan diberikan kepada orang lain.
-
Penolakan Yesus di Nazaret (4:28-30)
Keputusan orang banyak di Nazaret adalah jelas.
Mereka menjadi marah dan berupaya untuk membunuh Yesus karena Yesus tidak
menanggapi permintaan mereka akan sebuah tanda mukjizat. Ayat 30 menunjukan
bahwa saat kematian Yesus belumlah tiba (band. 22:53), sehingga orang banyak
tidak dapat menyentuh-Nya.
Dengan
demikian bahwa bayangan penolakan Yesus sudah ada sejak awal pelayanan Yesus.
0 Comments