Mungkinkah Allah
Mahakuasa Menjadi Manusia Biasa?
Jawaban dari pertanyaan
ini sebenarnya sudah ada dalam pertanyaan tersebut. Justru karena Allah itu
Mahakuasa, Allah dapat menjadi manusia. Yang tidak bisa ialah manusia biasa
menjadi Allah! Justru yang berkuasalah yang mampu mengendalikan diri sedemikian
rupa. Penulis memberikan dua ilustrasi ini untuk mudah dipahami:
1. Jin besar yang sakti dipercaya dapat masuk ke dalam botol, atau seorang yang sakti dipercaya dapat masuk ke lubang kunci dengan mengecilkan diri sedemikian rupa. Ini menunjukan bahwa pada umumnya orang menganggap bahwa yang mampu mengecilkan diri itu hebat.
2. Ada dua raja, yang seorang angkara murka, selalu memuaskan nafsunya meski merugikan rakyat. Sementara yang seorang lagi mampu dan mau “merakyat” terjun merasakan penderitaan dan kebutuhan rakyat jelata. Mana di antara kedua raja itu yang pada umumnya diagungkan, dianggap lebih hebat? Tentu saja raja yang mau merakyat dan melayani rakyat, karena ia dapat menguasai diri, tidak tenggelam dalam hawa nafsu yang serakah!
Dari sisi lain, pokok permasalahannya bukan sekadar apakah Tuhan bisa menjadi manusia. Kalau Dia Mahakuasa, tentu apa pun bisa Dia lakukan. Pertanyaan sebenarnya adalah untuk apa Diam au menjadi manusia? Iman Kristen menjawab ada dua tataran, yaitu tataran ajaran dan tataran etis:
1. Dalam tataran ajaran (Latin), Tuhan menjadi manusia dalam Yesus Kristus untuk menunjukan kasih sayang dan keadilan-Nya. Menurut kasih sayang-Nya, Dia harus menyelamatkan manusia yang diciptakan-Nya agar manusia tidak menemui maut. Namun, menurut keadilan-Nya, Dia tetap harus menjatuhkan hukuman mati atas dosa manusia sesuai hukum yang telah dibuat-Nya (hukuman atas dosa ialah maut/terpisah dari Allah). Untuk menyatakan kasih sekaligus keadilan-Nya, Dia menjadi manusia (Yesus) yang menderita hukuman terberat, yaitu salib. Melalui pengorbanan-Nya dia menanggung hukuman manusia dan sekaligus meniadakan hukuman mati. Karena menggantikan derita manusia, Dia merasakan penderitaan manusia dari lahir hingga mati. Yesus pun lahir dari manusia dan menjadi manusia biasa. Supaya jelas bahwa pada dasarnya Yesus adalah Allah (yang menjadi manusia), Dia langsung berada dalam kandungan seorang perawan (Maria) meskipun Maria belum berhubungan suami-isteri.
2. Dalam
tataran etis, Kristus memberi teladan kepada para pengikut-Nya untuk
merendahkan diri senantiasa melayani sesama, menyatakan kasih yang bersedia
berkurban. Bukankah kepemimpinan yang efektif itu sangat membutuhkan
keteladanan? Melalui penghayatan keteladanan Yesus, setiap orang Kristen
dikuatkan untuk mengasihi dan melayani. Sebagai ilustrasi, guru renang yang
baik tidak hanya mengajarkan teori, tetapi ikut terjun ke dalam kolam, memberi
contoh pada para muridnya dan meluruskan Gerakan-gerakan murid yang salah.
Sumber : Hananto
Kusumo, Iman Kristen Menjawab (Yogyakarta: ANDI, 2009), 5-7.
0 Comments