PEMBENARAN
Doktrin pembenaran merupakan salah satu pembahasan
yang dianggap penting dalam sejarah kekeristenan. Doktrin ini merujuk cara
Allah menyelamatkan umat-Nya dengan kasih dan keadilan, agar umat dapat
dinyatakan benar dihadapan-Nya. Martin Luther adalah salah satu topik utama
yang diperjuangkan dalam reformasi. Reformasi memiliki perjalanan yang begitu
panjang dan kompleks, di mana para reformator berjuang untuk mempertahankan
ajaran yang konsisten dengan ajaran Alkitab.[1]
Reformasi bukan hanya terjadi dan berkembang di negara Jerman saja melainkan di
seluruh daratan Eropa, di antaranya adalah Swis, Belanda, Prancis, Inggris,
Spanyol, Polandia. Kelompok-kelompok reformasi ini memiliki pandangan yang
berbeda dengan Katolik Roma dan menyusun pandangan teologis mereka dalam
pengakuan iman yang menjadi dasar pengajaran komunitas tersebut sekaligus
melawan ajaran-ajaran sesat.[2]
Selain perbedaan, komunitas reformed ini juga membutuhkan pengakuan iman yang
dapat mempersatukan ajaran mereka sebagai pedoman untuk diajarkan kepada
seluruh anggota jemaat, dari anak-anak mau pun orang dewasa.[3]
Doktrin
pembenaran merupakan pengajaran yang sangat penting dalam iman Kristen,
utamanya sejak reformasi Martin Luther dan pasca reformasi yang bertujuan untuk
membawa gereja kepada ajaran yang benar.[4] Namun ada juga pandangan-pandangan yang
berbeda dengan doktrin pembenaran, sehingga menimbulkan diskusi bagi para
teolog dan beberapa kelompok Kristen sampai saat ini. Seperti pandangan
Pelagius, beliau berpandangan bahwa manusia
tidak mendapatkan dosa turunan (original
sin) dari Adam tetapi manusia berdosa karena mengimitasi (imitation)contoh yang tidak baik dari
orang tua dan lingkungan mereka. Manusia memiliki kehendak bebas, jadi dosa
yang dilakukanpun atas dasar kehendak bebas yang manusia lakukan itu sendiri.
Pembenaran dalam bahasa Ibrani dan bahasa Yunani memiliki akar kata yang sama
yang diterjemahkan ke dalam Alkitab bahasa Inggris sebagai “righteousness’ dan “justification”atau “pembenaran.” Dalam Roma 1:17 menyatakan bahwa
orang benar ataua dikaios akan hidup
oleh iman. Bentuk verbal dari kata dikaios
adalah dikaioo yang berarti
“menyatakan kita benar”. Dalam Roma 8:30 menyatakan “dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya
(edikaisomen) dan mereka yang dibenarkan (edikaisomen) mereka itu juga
dimuliakan-Nya.” Fakata yang lain dari kaat kerja Yunani adalah dikaiosis yang berarti “pembebasan atau
pembenaran.” Dalam Roma 4:25, menyatakan bahwa “Yesus yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan
karena pembenaran (dikaiosis) kita.” Kata yang sama juga dipakai dalam Roma
5:18. Dengan demikian kata justifikasi atau
pembenaran berarti “dinyatakan benar
atau dijadikan benar.
Maksud Paulus dalam Roma 3 yaitu tentang pembenaran,
yang menjelaskan bahwa Allah menyatakan orang percaya sebagai orang benar
berdasarkan penebusan oleh karena kematian Kristus yaitu bagi yang percaya
melalui iman dan pertobatan (respon) di dalam Dia. Allah menyatakan bahwa kita
telah ditebus dari Hukum Taurat atau dibebaskan karena penghukuman oleh
dosa-dosanya, karena kematian. Kristus mati untuk menebusnya dari dosa. Maka karena itu, setiap orang percaya
diampuni dan dibenarkan atau dinyatakan benar oleh karena percayanya kepada
Kristus.
Jika pembenaran hasil dari perbuatan, Paulus akan
menjadi pemenangnya. Sebab dia adalah orang yang hampir sempurna. Dalam
suratnya yang ditulis kepada jemaat Filipi mengatakan “tentang kebenaran dalam
mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”
(Filipi 3:6b). Paulus menjelaskan bahwa pengenalannya akan Kristus sehingga
ketaatannya yang lama tidak berguna. Sebab bukanlah karena perbuatan Paulus
dibenarkan, melainkan karena imannya kepada Kristus.
Dalam Roma 3:21-31 Menjelaskan bagaiamana Allah
telah menyatakan (melalui Kristus), dan dalam pasal 4 ia menjlaskan bagaiaman
kebenaran Allah disaksikan dalam kitab Taurat dan kitab-kitab para nabi. Bagian
ini Paulus menegaskan kepada umat Kristen, bangsa Yahudi dan orang-orang kafir
bahwa manusia tidak akan pernah bisa lolos dari ancaman maut, meloloskan diri
dengan jalan membenarkan diri (gagal). Maka Paulus menjelaskan keselamatan
dengan cara yang lain yaitu dengan percaya kepada Yesus yang telah menjadi
korban untuk menyelamatkan manusia berdosa. Jadi jika manusia mau menyerahkan
diri kepada kasih dan karya Allah dengan menerima persediaan anugerah-Nya, ia
akan diselamatkan. Jika manusia menolak dan mengabaikan tawaran anugerah yang
Allah telah berikan maka mereka binasa.[5]
Pembenaran merupakan bagian dari karya penebusan
Allah kepada umat-Nya yang telah dipilih di dalam Yesus Kristus. Setiap orang
yang sudah dipilih oleh Allah pasti akan dibenarkan karena pembenaran adalah
satu mata rantai dari rancangan penebusan-Nya.[6]
Inilah yang disebut teologi Paulus yang bersifat doktrinal, di mana dapat dilihat
pada bagian pertama dipaparkan bahwa pembenaran dianugerahkan Allah kepada
orang-orang yang telah dipanggil secara efektif oleh-Nya. Jadi kebenaran yang
ada dalam diri orang percaya bukanlah karena melakukan perbuatan benar tetapi
karena Kristuslah yang diperhitungkan melalui ketaatannya sampai mati dan
menanggung dosa manusia diatas kayu salib.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manusia
tidak dapat mengalami pertobatan jika Allah sendiri tidak membenarkan manusia
terlebih dahulu. Pembenaran merupakan karya Allah bagi kehidupan setiap
manusia. Bukanlah pertobatan yang menjadikan manusia selamat tetapi pembenaran
melalui kematiannyalah yang menyelamatkan setiap manusia. Pertobatan hanyalah
sebuah respon manusia terhadap pembenaran yang Allah telah berikan.
[1]Berkhof.
H and Enklaar. H. I, Sejarah Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), 57.
[2]Ibid,58.
[3]Alister
E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2016), 4.
[4]Christiaan de Jongge, Apa itu Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), 74.
[5]G.
Raymon Carlson, Surat Roma. (Malang:
Gandum Mas, 2019), 1.
[6]G.
I Williamson, Pengakuan Iman
Westminster:Untuk Kelas Penelaahan (Surabaya: Momentum, 2017), 156).
0 Comments