Header

Doktrin Pembenaran Menurut Surat Roma 3 Sebagai Karya Allah Bagi Keselamatan Manusia



PEMBENARAN

Doktrin pembenaran merupakan salah satu pembahasan yang dianggap penting dalam sejarah kekeristenan. Doktrin ini merujuk cara Allah menyelamatkan umat-Nya dengan kasih dan keadilan, agar umat dapat dinyatakan benar dihadapan-Nya. Martin Luther adalah salah satu topik utama yang diperjuangkan dalam reformasi. Reformasi memiliki perjalanan yang begitu panjang dan kompleks, di mana para reformator berjuang untuk mempertahankan ajaran yang konsisten dengan ajaran Alkitab.[1] Reformasi bukan hanya terjadi dan berkembang di negara Jerman saja melainkan di seluruh daratan Eropa, di antaranya adalah Swis, Belanda, Prancis, Inggris, Spanyol, Polandia. Kelompok-kelompok reformasi ini memiliki pandangan yang berbeda dengan Katolik Roma dan menyusun pandangan teologis mereka dalam pengakuan iman yang menjadi dasar pengajaran komunitas tersebut sekaligus melawan ajaran-ajaran sesat.[2] Selain perbedaan, komunitas reformed ini juga membutuhkan pengakuan iman yang dapat mempersatukan ajaran mereka sebagai pedoman untuk diajarkan kepada seluruh anggota jemaat, dari anak-anak mau pun orang dewasa.[3]

            Doktrin pembenaran merupakan pengajaran yang sangat penting dalam iman Kristen, utamanya sejak reformasi Martin Luther dan pasca reformasi yang bertujuan untuk membawa gereja kepada ajaran yang benar.[4]  Namun ada juga pandangan-pandangan yang berbeda dengan doktrin pembenaran, sehingga menimbulkan diskusi bagi para teolog dan beberapa kelompok Kristen sampai saat ini. Seperti pandangan Pelagius, beliau berpandangan bahwa manusia  tidak mendapatkan dosa turunan (original sin) dari Adam tetapi manusia berdosa karena mengimitasi (imitation)contoh yang tidak baik dari orang tua dan lingkungan mereka. Manusia memiliki kehendak bebas, jadi dosa yang dilakukanpun atas dasar kehendak bebas yang manusia lakukan itu sendiri. Pembenaran dalam bahasa Ibrani dan bahasa Yunani memiliki akar kata yang sama yang diterjemahkan ke dalam Alkitab bahasa Inggris sebagai “righteousness’ dan “justification”atau “pembenaran.” Dalam Roma 1:17 menyatakan bahwa orang benar ataua dikaios akan hidup oleh iman. Bentuk verbal dari kata dikaios adalah dikaioo yang berarti “menyatakan kita benar”. Dalam Roma 8:30 menyatakan “dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya (edikaisomen) dan mereka yang dibenarkan (edikaisomen) mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Fakata yang lain dari kaat kerja Yunani adalah dikaiosis yang berarti “pembebasan atau pembenaran.” Dalam Roma 4:25, menyatakan bahwa “Yesus yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran (dikaiosis) kita.” Kata yang sama juga dipakai dalam Roma 5:18. Dengan demikian kata justifikasi atau pembenaran berarti “dinyatakan benar atau dijadikan benar.

Maksud Paulus dalam Roma 3 yaitu tentang pembenaran, yang menjelaskan bahwa Allah menyatakan orang percaya sebagai orang benar berdasarkan penebusan oleh karena kematian Kristus yaitu bagi yang percaya melalui iman dan pertobatan (respon) di dalam Dia. Allah menyatakan bahwa kita telah ditebus dari Hukum Taurat atau dibebaskan karena penghukuman oleh dosa-dosanya, karena kematian. Kristus mati untuk menebusnya dari dosa.  Maka karena itu, setiap orang percaya diampuni dan dibenarkan atau dinyatakan benar oleh karena percayanya kepada Kristus.

Jika pembenaran hasil dari perbuatan, Paulus akan menjadi pemenangnya. Sebab dia adalah orang yang hampir sempurna. Dalam suratnya yang ditulis kepada jemaat Filipi mengatakan “tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat” (Filipi 3:6b). Paulus menjelaskan bahwa pengenalannya akan Kristus sehingga ketaatannya yang lama tidak berguna. Sebab bukanlah karena perbuatan Paulus dibenarkan, melainkan karena imannya kepada Kristus.

Dalam Roma 3:21-31 Menjelaskan bagaiamana Allah telah menyatakan (melalui Kristus), dan dalam pasal 4 ia menjlaskan bagaiaman kebenaran Allah disaksikan dalam kitab Taurat dan kitab-kitab para nabi. Bagian ini Paulus menegaskan kepada umat Kristen, bangsa Yahudi dan orang-orang kafir bahwa manusia tidak akan pernah bisa lolos dari ancaman maut, meloloskan diri dengan jalan membenarkan diri (gagal). Maka Paulus menjelaskan keselamatan dengan cara yang lain yaitu dengan percaya kepada Yesus yang telah menjadi korban untuk menyelamatkan manusia berdosa. Jadi jika manusia mau menyerahkan diri kepada kasih dan karya Allah dengan menerima persediaan anugerah-Nya, ia akan diselamatkan. Jika manusia menolak dan mengabaikan tawaran anugerah yang Allah telah berikan maka mereka binasa.[5]

Pembenaran merupakan bagian dari karya penebusan Allah kepada umat-Nya yang telah dipilih di dalam Yesus Kristus. Setiap orang yang sudah dipilih oleh Allah pasti akan dibenarkan karena pembenaran adalah satu mata rantai dari rancangan penebusan-Nya.[6] Inilah yang disebut teologi Paulus yang bersifat doktrinal, di mana dapat dilihat pada bagian pertama dipaparkan bahwa pembenaran dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang telah dipanggil secara efektif oleh-Nya. Jadi kebenaran yang ada dalam diri orang percaya bukanlah karena melakukan perbuatan benar tetapi karena Kristuslah yang diperhitungkan melalui ketaatannya sampai mati dan menanggung dosa manusia diatas kayu salib.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat mengalami pertobatan jika Allah sendiri tidak membenarkan manusia terlebih dahulu. Pembenaran merupakan karya Allah bagi kehidupan setiap manusia. Bukanlah pertobatan yang menjadikan manusia selamat tetapi pembenaran melalui kematiannyalah yang menyelamatkan setiap manusia. Pertobatan hanyalah sebuah respon manusia terhadap pembenaran yang Allah telah berikan.

 



[1]Berkhof. H and Enklaar. H. I, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 57.

[2]Ibid,58.

[3]Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 4.

[4]Christiaan de Jongge, Apa itu Calvinisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 74.

[5]G. Raymon Carlson, Surat Roma. (Malang: Gandum Mas, 2019), 1.

[6]G. I Williamson, Pengakuan Iman Westminster:Untuk Kelas Penelaahan (Surabaya: Momentum, 2017), 156).

Post a Comment

0 Comments